Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cantik dengan Sulam Alis

Kompas.com - 19/03/2012, 11:24 WIB

KOMPAS.com - Keindahan mata sudah sering disebut merepresentasikan kecantikan. Namun, tak pernah ada keindahan mata yang ditampilkan tanpa alis membingkai di atasnya. Dari masa ke masa, silih berganti ikon yang menginspirasi bentuk alis indah.

Mulai dari alis tebal menikuk tipis milik Elizabeth Taylor di era 1970-an, hingga alis yang dibiarkan agak ”bersemak” milik Brooke Shield di era 1980-an. Di Indonesia, model alis tinggi melengkung ala penyanyi Krisdayanti pun sempat menjadi tren. Kini, banyak remaja Jakarta menenteng foto Han Ga In atau artis-artis Korea lainnya saat ingin membentuk alis.

Sekadar punya alis tak lagi cukup. Alis dibentuk dengan saksama karena mengubah alis dirasa membuat wajah jadi ”berbeda”. Efek lebih segar -bahkan dramatis- bisa didapat dengan mengubah alis.

Cara paling jamak mempercantik alis adalah dengan merapikan rambut alis -dicabuti dengan pinset atau benang- lalu mempertegas bentuknya dengan pensil alis. Belakangan, alis pun ditato. Kini, metode yang marak diminati adalah sulam alis.

Tusyana (44), misalnya, sempat bertahun-tahun mencabuti dan menggambari alis dengan pensil alis tiap kali akan bepergian. ”Tetapi hasilnya enggak pernah sama. Hari ini bagus, besok gambar lagi bisa jelek,” katanya.

Setahun lalu, dengan biaya sekitar Rp 5 juta, ia pun menyulam alisnya di sebuah salon spesialis alis. Kini, ibu rumah tangga ini mengaku puas dengan alisnya. ”Banyak teman saya tertarik sulam alis setelah melihat alis saya. Suami juga senang karena saya jadi lebih cepat dandan dan bentuk alisnya enggak lagi bikin takut.”

Ellen (43), seorang dokter gigi di Jakarta, pun tak mau ketinggalan tren sulam alis. ”Selain lagi tren, saya juga merasa aman melakukannya. Setelah sulam alis, saya menjadi lebih percaya diri.”

Banyaknya peminat sulam alis membuat dr Lydia Wisye, pemilik klinik spesialis sulam alis My Beauty Art, makin sibuk. Dermatologis lulusan National University of Singapore ini menyulam alis 8-15 klien setiap hari atau lebih dari 200 klien per bulan.

Beragam pula latar belakang klien dr Lydia, mulai dari ibu rumah tangga hingga menteri, dari usia remaja hingga 76 tahun. My Beauty Art mempunyai cabang di Surabaya, Jakarta, dan Bali. Dengan perjanjian, dr Lydia juga berpraktik menyulam alis di Kuala Lumpur dan Singapura.

Salon spesialis sulam alis pun kian berkembang, salah satunya Browhaus yang ada di Senayan City dan Plaza Indonesia. Browhaus di Jakarta adalah cabang pertama dari induknya di Singapura. Setelah Jakarta, Browhaus juga membuka cabang di Shanghai, Hongkong, New York, dan London.

Meskipun sedang menjadi tren, pengelola Browhaus di Indonesia, Elly Gozal, mengingatkan, tidak semua orang perlu sulam alis. Banyak pelanggan Browhaus yang cukup dirapikan saja alisnya dengan dicabut dan sesekali diwarnai.

”Sulam alis itu untuk yang bentuk alisnya memang tidak bisa optimal kalau hanya dirapikan. Misalnya, alis yang hanya separuh atau alisnya utuh, tetapi jarang-jarang. Ada juga yang alisnya tinggi sebelah,” kata Elly.

Seperti alami
Sulaman alis sepintas terlihat seperti rambut alis yang tertata halus dan rapi -ada yang sejajar, melengkung searah, lengkap dengan anak-anak rambut- seperti layaknya alis alami. Namun, sulam alis pada dasarnya mengisikan garis pewarna di sela-sela rambut alis yang asli.

”Kalau tato, kan, satu garis solid membentuk alis, sedangkan sulam alis itu arsiran garis berjajar dilengkapi anak-anak rambut halus yang saling silang. Jadi, kesannya natural,” ujar dr Lydia.

Sulam alis bisa dikatakan sebagai pengembangan teknik tato alis. Pada tato, tinta dimasukkan hingga ke lapisan kulit ketiga atau keempat. Karena kedalaman tinta dan jarum itu, rambut alis tak akan tumbuh lagi setelah ditato.

Pada sulam alis, tinta dibubuhkan hanya sampai lapisan kulit pertama atau kedua sehingga rambut alis masih tumbuh. Tinta yang digunakan pada sulam alis juga lebih ringan di kulit karena lebih banyak berunsur organik, seperti ekstrak bunga lili.

Perbedaan lainnya, tato dikerjakan mesin tato berjarum tunggal, sedangkan sulam alis dikerjakan dengan semacam pena. Ujung pena itu seperti sisir berjarum sekitar 14 buah, tetapi sangat halus, jauh lebih kecil dibandingkan dengan jarum pada mesin tato.

”Pada sulam alis penanya tidak pakai motor atau mesin, sepenuhnya digerakkan manual. Karena itu, kedalaman masuknya jarum lebih bisa dikontrol dengan melihat respons kulit,” kata dr Lydia.

Karena pewarna yang digunakan bersifat organik, sulaman alis akan memudar atau menipis sebelum akhirnya hilang sama sekali -biasanya dalam dua hingga lima tahun. Berbeda halnya dengan tinta tato yang permanen.

Sebelum proses sulam dilakukan, pasien menjalani anestesi lokal di kulit alis yang akan disulam.

Dari pengalamannya, dr Lydia mengatakan, ia belum pernah menemui kasus alergi, parut, atau keloid akibat proses sulam alis. Meski begitu, sulam alis sama sekali tidak disarankan untuk pengidap diabetes.

Menjadi cantik tidak dilarang, asalkan tetap sehat.

(Nur Hidayati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com