Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gianti Giadi, Mengajak Jakarta Menari

Kompas.com - 19/03/2012, 21:06 WIB

KOMPAS.com - ”Ada jalan pintas menuju rasa bahagia. Dan, tari adalah salah satu jalan pintas itu. Semoga Anda menari!” Itu ajakan Gianti Giadi (26) atau panggil saja Gigi.

Ia penari pendiri sekolah tari Gigi Art of Dance dan kelompok tari Gigi Dance Company, yang berlokasi di bilangan Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Sekolah tari yang didirikan Gigi pada tahun 2009 itu seperti rumah tari. Setiap hari ada saja rombongan datang untuk menari. Tua muda, besar kecil, di tengah kota yang padat dan pengap, mereka bergembira menari, menari....

Gigi Art of Dance saat ini memiliki lebih dari 800 murid. Mereka bisa memilih tari apa saja sesuka hati, mulai broadway jazz, funky jazz, balet jazz, dan hip hop. Tak peduli usia, mulai dari ibu-ibu usia 50-an yang kini sedang menggemari broadway jazz, remaja yang keranjingan hip hop, sampai anak balita usia 2,5 tahun yang boleh belajar balet bayi. Wow!

”Dengan menari, mereka merasa lebih hidup. Mereka seperti lepas dari kebosanan hidup sehari-hari di Jakarta. Melihat mereka senang menari saja sudah membuat saya seneng banget,” kata Gigi sang pelatih tari.

”Dengan menari mereka merasa bahagia. Menari memberi energi positif, memacu kreativitas, dan tentu saja sehat,” kata Gigi di studionya, Kamis (15/3/2012) siang.

Tari setiap hari
Hari-hari dalam hidup Gigi memang dilalui dengan menari. Sulung dari tiga bersaudara ini mulai menari sejak usia lima tahun. Ia mulai dengan tari sunda, seperti tari petik teh atau tari kumbang. Sejak remaja di SMP dan SMA ia sudah bisa menghidupi diri dengan mengajar tari. ”Saat itu dengan mengajar tari saya bisa meringankan beban orangtua. Waktu itu saya berpikir, lumayan juga kalau tari nantinya menjadi profesi,” kata Gigi.

Gigi pun berketetapan hati untuk total di tari. Lulus SMA, ia mendapat beasiswa di Jurusan Tari, Lasalle College of the Art, Singapura. Kini ia mengajar di almamaternya itu. Maka, penari ini hidup bolak-balik Jakarta-Singapura untuk menari. Ya, menari setiap hari dari Senin sampai Senin lagi di dua negara. Senin sampai Rabu pagi, ia berada di Singapura. Rabu siang sampai Minggu pagi, ia di Jakarta.

Tengok aktivitasnya belakangan ini di Singapura. Senin pagi, ia mengajar tari di sebuah sekolah di Tanjong Katong. Sorenya ia menari di Attitude Performing Arts Studio. Malam harinya, ia berlatih di Apsara Asia Dance Studio untuk persiapan pentas tari di The Substation, sebuah kantung seni di bilangan Armenian Street, Singapura. Selasa, ia mengajar di Lasalle. Rabu pukul 09.00, dipastikan ia sudah siap di Bandara Changi untuk pulang kampung dan menari lagi di Jakarta.

Tidak lelah?

”Mungkin capek, tetapi saya tidak merasakan (lelah) karena menari bagi saya tidak seperti pekerjaan,” katanya.

”Di pesawat atau di mobil saya selalu tidur. Energi saya di-charge di situ, ha-ha...,” katanya dengan tawa lepas.

Malam hari, Gigi kadang masih menulis konsep-konsep pertunjukan atau merancang koreografi. Kadang sampai pukul 03.00 dini hari. Namun, energi tarinya seperti tidak pernah habis. Esok siangnya, ia sudah siap meliuk-liuk, melompat, melenting, melayang dalam gerak saat melatih murid-muridnya di Jakarta.

Indonesian Dance Festival
Gigi dengan kelompok tarinya kini tengah menyiapkan diri untuk tampil dalam Indonesian Dance Festival (IDF) yang akan digelar pada 1-9 Juni di Jakarta. Koreografinya yang berjudul ”Relieve” lulus seleksi untuk ditampilkan di ajang IDF.

Karya Gigi pernah digelar di sejumlah perhelatan di Singapura dan Indonesia. Antara lain dalam pergelaran ”Passages” bersama Singapore Dance Theatre di National Museum Gallery Theatre pada Oktober 2011. Bersama Gigi Dance Company, Gigi juga tengah bersiap tampil di Turki dan Seattle, Amerika Serikat, pada Juni dan Juli mendatang.

Pada setiap karya untuk tari modernnya, Gigi selalu mencoba memasukkan unsur gerak tari tradisi. ”Saya pernah memasukkan gerakan ukel ke dalam tari modern,” kata Gigi sambil memperlihatkan gerak memutar pergelangan tangan yang disebut ukel.

”Pernah pula saya menggunakan sampur (selendang) dalam gerakan tari balet. Misi saya memang memperkenalkan budaya Indonesia ke pentas internasional,” katanya menambahkan.

Itu mengapa Gigi terus-menerus belajar tari tradisi untuk memperkaya perbendaharaan gerak tarinya dan untuk menunjukkan rasa Indonesia dalam gerakannya. Untuk tari Jawa, ia menyempatkan belajar khusus di Jawa Tengah. Ia berencana belajar tari tradisi dari berbagai daerah di Nusantara.

Ia menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap tari meski sebenarnya negeri ini sangat kaya tari tradisi dan banyak penari muda. Sebagai penari dan koreografer yang mondar-mandir Jakarta-Singapura, Gigi bisa merasakan bagaimana besarnya perhatian dan dukungan Pemerintah Singapura pada tari. Mereka bahkan juga menghargai seniman dari Indonesia.

Kegundahan perasaan itu pernah ditumpahkan dalam salah satu koreografi Gigi. Karena bagi Gigi, menari juga menjadi medium ekspresi dan komunikasi. ”Apa pun yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata bisa disampaikan lewat gerakan. Ekspresi politik yang kalau saya ungkapkan dengan kata-kata mungkin akan terdengar kasar bisa saya ungkapkan lewat tari,” katanya serius.

Menari itu apa?

”Menari itu percakapan antara badan, pikiran, dan jiwa. Kita harus mendengarkan apa yang badan kita bilang sewaktu kita menari...,” kata Gigi.

Ia mengajak kita menari.

(Frans Sartono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com