Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadya Hutagalung: Langkah Kecil Gaya Hidup "Hijau"

Kompas.com - 23/07/2012, 12:41 WIB

KOMPAS.com - Ketika bertemu pekan ini di Jakarta, Nadya Hutagalung (38) sudah berkemas. Dandanannya sudah rapi, koper pun tinggal dijinjing, meskipun jadwal pesawat menuju Singapura baru akan berangkat empat jam lagi. Membuat janji dengannya memang menyenangkan. Efisien dan tepat waktu.

Di atas meja tergeletak penghargaan dari sebuah televisi, yang baru diterimanya semalam. Pastilah akan menambah deretan penghargaan yang sudah dikoleksinya. Mulai dari Perempuan Tercantik Se-Singapura sampai Trendmakers Terdepan di Asia. Baru-baru ini, ia juga menjadi nomine The International Green Awards Most Responsible Celebrity bersama dengan Robert Redford, Penelope Cruz, George Clooney, Vivienne Westwood, dan sederet nama besar lainnya.

Tapi, Nadya yang kami temui pagi itu jauh dari kesan glamor. Riasannya tipis, busananya pun sederhana. ”Saya tidak pernah merasa terkenal. Dari dulu saya selalu mengatakan kalau ini hanyalah kerjaan. Hanya kebetulan saja saya kerja di depan kamera. Begitu pulang ke rumah, I’m just me. Seorang ibu rumah tangga yang dikaruniai pekerjaan yang disukainya,” katanya.

Ketika tidak berada di depan kamera, Nadya mengaku lebih pendiam dan reserve. ”Saya perempuan yang simpel, karena tak punya banyak kebutuhan. Jadi hidup saya pun simpel,” kata ibu dari Tyrone (18), Fyn (9), dan Nyla (4) itu.

Dan seperti inilah kesehariannya. Setelah anak-anaknya pergi sekolah dan tidak ada jadwal shooting atau pemotretan, Nadya bekerja di rumah. ”Saya punya kantor di rumah agar bisa dekat dengan anak-anak. Kalau pas akhir pekan, kami berkebun di rumah, terus memasak bersama. Kadang kami juga mengundang teman-teman. Sederhana, kan?”

Nadya juga jarang menghadiri pesta. ”Sangat-sangat jarang. Saya sampai tidak ingat kapan terakhir pergi ke pesta. Dulu saya sering diundang. Tapi karena saya enggak pernah datang, lama-lama mereka bosan. Saya hanya datang ke pesta kalau itu terkait pekerjaan atau untuk acara amal,” katanya.

Dari bibirnya yang mungil itu mengalirlah filosofinya tentang dunia glamor. ”Buat saya itu tidak penting. Saya lebih suka menghabiskan waktu untuk hal-hal yang punya makna. Untuk basa-basi pergaulan, saya tidak punya waktu,” ucapnya serius.

Prinsip ini pula yang dianutnya dalam fashion. Nadya tidak tertarik untuk berbelanja barang-barang trendi atau fast fashion (sesuatu yang menjadi tren untuk musim tertentu).

”Meskipun saya berada di industri ini, tapi busana yang saya pakai selalu yang simpel dan tahan lama. Pakaian saya cirinya klasik dan timeless. Artinya bisa saya pakai bertahun-tahun.”

Jangan heran, Nadya juga tidak pernah memburu produk bermerek. Bahkan sebisa mungkin ia mencari tas dan sepatu yang bahannya tidak terbuat dari kulit.

”Jujur saja, saya membeli tas mungkin setiap dua tahun, sebisa mungkin bukan dari kulit, merek enggak penting. Tapi memang sulit untuk memiliki tas yang cocok dipakai untuk semua jenis acara. Yang lebih sulit lagi mencari sepatu. Saya sudah berupaya mencari sepatu yang tidak terbuat dari kulit, tapi sulit menemukan yang berkualitas. Jadi yang bisa saya lakukan adalah mencari sepatu yang tahan lama sehingga bisa saya pakai selama beberapa tahun,” katanya.

Lantas ke mana sepatu-sepatu dan tas yang sudah tidak dia perlukan? ”Saya simpan saja, kelak akan saya berikan kepada anak perempuan saya, Nyla,” kata Nadya.

Hijau
Baiklah, mengapa Nadya begitu peduli soal barang nonkulit ataupun produk yang harus tahan lama, itu karena ia sudah lama peduli pada lingkungan. Semua hal dalam hidupnya sudah otomatis mengikuti aturan ”hijau”.

”Memang sulit menjelaskannya karena sudah begitu mendarah daging,” kata Nadya tertawa. Sorot matanya berbinar-binar bila berbicara tentang dunia hijau.

Kuncinya, kata pemilik mata indah ini, adalah consume less. Semakin kita bisa menjaga jarak dengan semua hal-hal yang berbau materi, dengan sendirinya hasrat kita untuk memiliki barang akan berkurang.

”Kita ini terkungkung dalam dunia materi. Merasa butuh telepon khusus perempuan, butuh mobil mewah, butuh tas mahal, butuh sepatu bermerek. Itu tidak sehat untuk jiwa kita,” kata Nadya.

Gaya hidup hijau juga diterapkan di rumahnya di Singapura, yang memanfaatkan tenaga termal. Desainnya yang ramah lingkungan membuat rumah Nadya selalu sejuk, tanpa perlu pendingin ruangan.

”Kami juga menggunakan perabotan bekas yang usianya antara 15 sampai 40 tahunan. Kami perbaiki, kami cat ulang, dandani ulang. Kami bubuhkan cinta pada setiap perabotan itu,” kata perempuan yang sudah beberapa kali menggelar pameran lukisan karyanya untuk kepentingan amal.

Bersama koleganya, yang memiliki visi serupa, Nadya tahun 2010 membangun laman greenkampong.com yang menjadi rujukan para pencinta lingkungan untuk mencari, berbagi, dan menginspirasi spirit penyelamatan lingkungan.

Ia juga menjadi anggota dewan sekolah di Green School di Bali. Ia yakin sekolah ini akan menjadi prototipe sekolah masa depan, yang mendorong murid-muridnya untuk berpikir kreatif.

”Arsitekturnya, kelas-kelasnya, sangat berbeda dengan sekolah biasa. Bangunan dibuat dari bambu, tanpa dinding pembatas, dengan cahaya alami. Sangat indah. Mungkin ini sekolah paling hijau di dunia,” katanya.

Dari kebun hingga piring
Bagi Nadya, antara laku dan ucapan haruslah selaras. Keyakinannya akan pentingnya melakoni gaya hidup ”hijau” diimplementasikannya sepenuh hati. Langkah ”kecil” dimulainya dari piring makannya sendiri.

Nadya yang mengaku 80 persen vegetarian ini berupaya mengeksplorasi keterampilan memasaknya untuk mengolah makanan serba vegetarian bagi keluarganya, yakni suami dan ketiga anaknya. Pola makan vegetarian—terutama yang berbasis pertanian organik— memang diyakini lebih mendukung keberlangsungan lingkungan ketimbang pola makan yang banyak bertumpu pada produk peternakan.

”Suami saya vegetarian, anak bungsu (perempuan) saya vegetarian, kedua anak laki-laki saya kalau di rumah makan makanan vegetarian. Tapi kalau di luar, mereka makan apa pun yang mereka mau,” kata Nadya, yang amat hobi memasak.

Menurut Nadya, dia mampu mengolah aneka makanan yang sejatinya berbasis daging menjadi ala vegetarian, seperti burger dan spaghetti bolognese. Kedua anak lelakinya semula tidak tahu bahwa yang dimakan sama sekali bukan daging.

Setahun terakhir, Nadya bahkan mempelajari aneka masakan raw food, yakni makanan berbasis tumbuhan yang diproses dengan panas di bawah 42 derajat celsius. Menurut Nadya, mengonsumsi raw food membuat dirinya terasa sangat bugar. Sebab, enzim makanan dan aneka nutrisi masih terjaga baik. ”Namun, sekarang saya sedang sibuk sehingga belum sempat lagi mengolah raw food. Persiapannya cukup makan waktu,” kata Nadya.

Tak hanya bertumpu pada pola makan nabati, Nadya bahkan berupaya memenuhi sendiri sebagian sumber pangan nabati bagi keluarganya dengan berkebun. Di rumahnya di Singapura, Nadya menanam aneka buah dan sayur, mulai dari tomat, pepaya, mangga, buncis, pandan, jeruk lemon, sereh, cabai, dan aneka rempah.

Nadya mengaku terinspirasi sang ibu yang sejak puluhan tahun lalu ”terobsesi” pada gaya hidup yang selaras dengan keberlangsungan lingkungan. ”Ibu saya mengatakan, seandainya dunia berantakan, kita tetap bisa saling bantu. Kita memelihara sapi sendiri, beternak ayam dan telur sendiri, membuat roti sendiri, dan bertani sendiri. Bayangkan itu pandangan ibu 25 tahun lalu. Dan sekarang kita lihat bagaimana anomali iklim mengancam pangan dunia,” katanya.

Menyebut anak-anaknya sebagai hal yang paling ia banggakan dalam hidupnya, Nadya tak habis bersyukur akan kebahagiaan yang ia miliki. ”Kalau nilainya antara 1 sampai 10, kebahagiaan saya ada di angka 8,” katanya.

Baginya, tak ada pendaman kekecewaan ataupun penyesalan dalam hidup. ”Apa yang terjadi di masa lalu, membentuk saya hari ini. Dan saya sangat bersyukur bisa berada di titik ini, bisa melakukan sesuatu yang saya cintai dan memperoleh pengakuan.”

(Myrna Ratna & Sarie Febriane)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com