Oleh: Icha_nors
Kompasiana: Icha_nors
Putri terlihat gelisah. Dari wajahnya menyembul rasa bosan. Ia berulang kali mengajak bicara teman dalam kelompoknya. Di depan kelas, guru sedang mengenalkan beberapa abjad. Teman-temannya merasa terganggu dengan tingkah si Putri yang sudah menguasai huruf-huruf, bahkan sudah lancar membaca dan menulis meski usianya belum tiga tahun.
Melihat gelagat itu, sang guru meminta Putri menceritakan buku di tangannya di depan kelas. Putri sangat senang menerima tugas membaca buku. Tanpa disadari, sang guru sebenarnya memberikan latihan penguasaan keterampilan yang lebih tinggi dibanding teman-teman sekelasnya.
Gambaran di atas hanyalah sedikit contoh perlakuan bagi anak berkebutuhan khusus kategori ”anak berbakat”.
Anak berbakat sering disebut ”gifted” dan ”talented”. Berdasarkan konsep kecerdasan tradisional, yang dimaksud anak berbakat adalah individu dengan kecerdasan yang berfungsi sangat jauh di atas rata-rata anak sebayanya, nilai IQ di atas 130.
Namun, definisi tentang anak berbakat dewasa ini berubah setelah digunakan batasan yang lebih luas dengan menggunakan konsep kecerdasan majemuk.
Bisa disimpulkan, anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa atau anak yang mempunyai potensi kecerdasan, kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas di atas anak-anak seusianya sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus.
Sebagian besar anak berbakat memiliki harga diri yang tinggi, lebih terampil dalam kehidupan sosial, dan memiliki penyesuaian emosional di atas rata-rata. Namun, jangan bangga dulu, beberapa anak berbakat justru mengalami masalah emosi dan sosial karena merasa diperlakukan berbeda dengan anak sebayanya.
Anak berbakat sering merasa bosan dan frustrasi dengan kegiatan yang terlalu mudah di sekolah. Saat mengerjakan tugas, rasa bosan itu membuatnya bekerja asal-asalan sehingga nilai yang didapat tidak sesuai dengan kemampuannya.
Secara emosional, anak berbakat memiliki pendirian yang kuat, percaya diri, inovatif, dan tanggap terhadap dunia sekitarnya. Namun, secara bersamaan, dia sulit memahami kemampuan orang lain, egois, dan pola pemikirannya susah dipahami.
Menurut psikiater asal Jerman, Lange Eichbaun, 37 persen anak berbakat mengalami kelainan jiwa ringan, 46 persen psikopat, 10 persen psikopat ringan, dan hanya 1 persen normal. Pendekatan utama dalam menangani anak berbakat adalah pengayaan (”enrichment”) dan akselerasi. [http://kom.ps/AEacpD]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.