Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Berbakat Berpotensi Jadi Psikopat?

Kompas.com - 12/06/2013, 03:48 WIB

Oleh: Icha_nors
 Kompasiana: Icha_nors

Putri terlihat gelisah. Dari wajahnya menyembul rasa bosan. Ia berulang kali mengajak bicara teman dalam kelompoknya. Di depan kelas, guru sedang mengenalkan beberapa abjad. Teman-temannya merasa terganggu dengan tingkah si Putri yang sudah menguasai huruf-huruf, bahkan sudah lancar membaca dan menulis meski usianya belum tiga tahun.

Melihat gelagat itu, sang guru meminta Putri menceritakan buku di tangannya di depan kelas. Putri sangat senang menerima tugas membaca buku. Tanpa disadari, sang guru sebenarnya memberikan latihan penguasaan keterampilan yang lebih tinggi dibanding teman-teman sekelasnya.

Gambaran di atas hanyalah sedikit contoh perlakuan bagi anak berkebutuhan khusus kategori ”anak berbakat”.

Anak berbakat sering disebut ”gifted” dan ”talented”. Berdasarkan konsep kecerdasan tradisional, yang dimaksud anak berbakat adalah individu dengan kecerdasan yang berfungsi sangat jauh di atas rata-rata anak sebayanya, nilai IQ di atas 130.

Namun, definisi tentang anak berbakat dewasa ini berubah setelah digunakan batasan yang lebih luas dengan menggunakan konsep kecerdasan majemuk.

Bisa disimpulkan, anak berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa atau anak yang mempunyai potensi kecerdasan, kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas di atas anak-anak seusianya sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus.

Sebagian besar anak berbakat memiliki harga diri yang tinggi, lebih terampil dalam kehidupan sosial, dan memiliki penyesuaian emosional di atas rata-rata. Namun, jangan bangga dulu, beberapa anak berbakat justru mengalami masalah emosi dan sosial karena merasa diperlakukan berbeda dengan anak sebayanya.

Anak berbakat sering merasa bosan dan frustrasi dengan kegiatan yang terlalu mudah di sekolah. Saat mengerjakan tugas, rasa bosan itu membuatnya bekerja asal-asalan sehingga nilai yang didapat tidak sesuai dengan kemampuannya.

Secara emosional, anak berbakat memiliki pendirian yang kuat, percaya diri, inovatif, dan tanggap terhadap dunia sekitarnya. Namun, secara bersamaan, dia sulit memahami kemampuan orang lain, egois, dan pola pemikirannya susah dipahami.

Menurut psikiater asal Jerman, Lange Eichbaun, 37 persen anak berbakat mengalami kelainan jiwa ringan, 46 persen psikopat, 10 persen psikopat ringan, dan hanya 1 persen normal. Pendekatan utama dalam menangani anak berbakat adalah pengayaan (”enrichment”) dan akselerasi. [http://kom.ps/AEacpD]

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com