Bagi mantan Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, sesungguhnya yang paling penting sebelum putusan ditetapkan adalah kepastian ada atau tidaknya suap dari kedua pihak yang bersengketa, kepada Akil Mochtar sebelum ditangkap.
Sebab, menurut Hasyim, keputusan MK sifatnya final dan mengikat, tidak bisa diubah lagi, dan kalau ternyata di kemudian hari ada bukti baru (novum) berupa suap sebelum keputusan MK 7 Oktober, tentu akan ada "split" hukum (terbelah) atas putusan MK tersebut.
"Sehingga, di satu sisi keputusan MK tidak bisa diubah tapi di lain sisi sebenarnya keputusan itu cacat hukum. Hal ini terjadi di kasus Lebak yang terlanjur diputuskan dua hari sebelum Akil ditangkap. Keputusan MK tetap jalan tentang siapa pemenang Pilkada, kemudian setelah itu diusut pidana penyuapnya. Hal ini terasa tidak adil," kata Hasyim, Minggu kemarin.
Jatim, kata Hasyim, tidak boleh terjadi seperti Lebak. Harus dipastikan bahwa sebelum putusan, baik kubu Khofifah-Herman (Berkah) maupun kubu Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa), tidak melakukan suap jelang ditangkapnya Akil.
"Hal tersebut dapat ditelisik oleh KPK kepada Akil dalam penyidikan menjelang keputusan MK, sekalipun waktunya sangat sempit. Kalau ternyata tidak ada suap, rencana hari Senin silakan berjalan normal, tapi kalau ternyata ada suap hasil KPK tersebut harus masuk ke sidang MK dan dikenakan diskualifikasi terhadap pelaku suap," papar Akil.
"Inilah pentingnya koordinasi, sinergi, antara KPK dan MK. Jangan sampai terjadi 'split' hukum seperti di Lebak karena Jatim jauh lebih besar dan dinamis dari Lebak, bahkan menjadi barometer nasional. Tentu akan repot kalau terjadi keguncangan sosial di Jatim," tegas Hasyim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.