Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perisai Diri Menghadapi Ancaman Penularan Penyakit dari Jenazah

Kompas.com - 06/01/2015, 14:38 WIB

Direktur Lembaga Eijkman Amin Soebandrio menganjurkan penggunaan alat pelindung diri yang lengkap bagi para petugas evakuasi jenazah. Alat pelindung diri itu minimal terdiri atas kacamata, masker, sarung tangan, dan apron (kain semacam yang digunakan koki pada bagian depan tubuh).

”Intinya, kita harus menganggap semua cairan tubuh manusia berpotensi infeksi. Apalagi, berhadapan dengan jenazah yang membusuk, tentu akan terpapar dengan bagian tubuh yang lebih dalam,” ucap Amin.

Memang, kemungkinan tertular penyakit infeksi yang berbahaya akibat mengevakuasi jasad korban bencana selama ini relatif kecil. Akan tetapi, jenazah bisa saja memiliki penyakit berbahaya semasa hidup.

Sebagai contoh, penyakit hepatitis. Petugas evakuasi bisa saja terciprat darah jenazah yang telah terinfeksi virus hepatitis sehingga harus terlindung dengan APD. Di Afrika, misalnya, sejumlah tenaga kesehatan yang menangani jenazah pasien tertular ebola akhirnya turut terpapar virus ebola.

Kendala identifikasi

Selain risiko penularan penyakit kepada petugas, kekhawatiran tertuju pada potensi kian sulitnya identifikasi jenazah seiring proses pembusukan. Ferryal menjelaskan, tim Identifikasi Korban Bencana (Disaster Victim Identification/DVI) amat bergantung pada data primer, yakni sidik jari, asam deoksiribonukleat atau DNA, dan profil gigi, untuk hasil identifikasi yang sahih.

Menurut Ferryal, sidik jari dan DNA amat sulit diharapkan. Sebab, kulit jasad yang terus terkelupas membuat sidik jari pun ikut hilang dan DNA tubuh rusak akibat air laut.

Data primer yang bisa diandalkan adalah profil gigi, yakni segala data terkait 32 gigi jenazah, termasuk kapan dicabut, ditambal pada gigi mana saja, dan tindakan medis lain. hal itu lantaran gigi adalah bagian tubuh paling tahan terhadap pembusukan akibat air.

”Sayangnya, kurang dari 1 persen penduduk Indonesia yang memiliki dental record (data gigi),” kata Ferryal. Meski tim DVI mendapat data lengkap terkait profil gigi, identitas jenazah tak akan ditemukan jika data gigi semasa hidup tidak ada.

Ke depan, identifikasi masyarakat harus jadi prioritas di tengah kondisi Indonesia yang rawan bencana. (J Galuh Bimantara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com