Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Keluarga Lakukan Perjalanan Lintas Negara untuk Cegah COVID-19

Kompas.com - 25/03/2020, 21:50 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber Time

Tetapi lebih dari tiga bulan kemudian, Eropa dan AS telah menjadi pusat wabah baru, dengan ribuan kasus COVID-19 setiap hari.

Itu artinya, para turis dari kawasan tersebut berisiko memicu wabah baru di sejumlah bagian Asia yang mayoritas telah mengendalikan virus.

"Kita sedang bergerak ke fase baru," kata Ben Cowling, profesor epidemiologi penyakit menular di University of Hong Kong, kepada TIME.

"Dalam waktu satu atau dua minggu, kita bisa melihat wabah di mana kita tidak benar-benar tahu dari mana orang mendapatkan virus."

"Mungkin seseorang yang datang dengan infeksi tidak diidentifikasi, mereka menyebarkannya ke anggota keluarga dan komunitas. Itu akan terjadi di Hong Kong, dan kawasan lain di Asia," kata Cowling.

Di Singapura, penutupan sekolah yang baru saja berakhir bertepatan dengan lonjakan kasus virus corona di Eropa dan AS, menurut Hsu Li Yang, associate professor dan pakar penyakit menular di National University of Singapore.

"Banyak anak-anak dan orang tua yang bepergian ke luar negeri semuanya sudah kembali sekarang. Jadi kita memprediksi jumlah kasus yang lebih tinggi untuk beberapa minggu ke depan," kata Hsu.

Semua orang yang datang ke Hong Kong kini harus melakukan karantina selama dua minggu, dan mulai hari Rabu mereka yang bukan penduduk Hong Kong dilarang memasuki atau transit di wilayah tersebut.

Di Cina, kebijakannya berbeda-beda di setiap kota. Di Shanghai, traveler dari negara-negara termasuk AS, Italia, Prancis, dan Spanyol harus menjalani karantina 14 hari.

Sementara semua orang yang datang ke Beijing akan dikirim ke pusat karantina. Taiwan dan Singapura telah melarang semua pengunjung yang datang untuk jangka pendek.

Sama seperti Wong, Ran Elfassy juga melakukan perjalanan ke AS dengan putrinya yang berusia 8 tahun saat kasus COVID-19 meningkat di Hong Kong.

Ia kembali ke kota itu pada 10 Maret, kurang dari seminggu sebelum pemerintah setempat memberlakukan perintah karantina 14 hari wajib untuk semua pendatang.

Pria berusia 48 tahun yang memiliki perusahaan konsultan manajemen itu membawa putrinya untuk tinggal bersama keluarga di Savannah, Georgia, AS, pada awal Februari.

Keputusan itu, katanya, bukan karena takut terjangkit penyakit, tetapi keinginannya untuk memperoleh rasa normal bagi mereka berdua.

"Saya dan istri saya sama-sama mencari berita dan kami menyadari akan ada banyak kepanikan," kata Elfassy.

"Kami mengantisipasi orang-orang harus lebih banyak tinggal di dalam rumah, jadi kami pikir akan lebih baik pergi ke tempat di mana ada urgensi yang lebih rendah, gerakannya tidak terlalu terbatas."

Elfassy dapat bekerja dari jarak jauh, dan putrinya tidak kesulitan menyelesaikan tugas belajar online dari AS. Sedangkan istrinya tetap tinggal di Hong Kong.

Selama beberapa minggu pertama di Savannah, virus corona belum muncul di berita lokal.

"Itu sebabnya kami pergi," katanya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com