Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Agung Setiyo Wibowo merupakan seorang Personal Branding Consultant, Career Coach & People Developer. Founder The Pandita Institute dan LinkedIn Hacks Academy ini kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi.
Di masa mudanya, Agung pernah mendapatkan sejumlah penghargaan bergengsi seperti Global Change Maker, Young Leaders for Indonesia, ASEAN Blogger Ambassador, Spirit of Majapahit Cultural Ambassador dan Duta Paramadina. Profil dan pemikirannya pernah diliput di berbagai media tanah air dan luar negeri seperti The Japan Times, SEA Today, Kompas, Media Indonesia, Detik.com, Merdeka.com, TVRI, RRI, SmartFM, dan Jawa Pos TV.
Sebagai seorang Storyteller, Agung pernah menulis 100 buku pada beragam topik-khususnya manajemen, bisnis dan self-improvement. Secara berkala, ia membagikan pemikirannya melalui akun LinkedIn dan blog pribadinya: agungwibowo.com.

Jurus Melewati Quarter-Life Crisis

Kompas.com, 20 September 2022, 11:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETIAP tahunnya jutaan sarjana baru lahir. Namun, 5-8 tahun pertama dalam menapaki tangga karier tidaklah mudah.

Dalam praktiknya, mereka akan dihadapkan pada ketidakpastian, keraguan, kebimbangan, dan kegalauan yang tak berkesudahan.

Mereka mempertanyakan jalan mana yang harus mereka tempuh untuk memenangkan masa depan. Itulah periode yang penuh turbulensi. Fase ketika seseorang terombang-ambing di "persimpangan jalan".

Masa transisi yang membuat mereka merenungkan kembali terkait apa yang sebenarnya benar-benar mereka inginkan.

Situasi itu yang kita kenal dengan krisis seperempat baya atau Quarter-Life Crisis. Sebuah masa yang membuat anak-anak muda melontarkan beberapa pertanyaan mendasar seperti:

  • Haruskah bertahan dari tempat kerja sekarang?
  • Bisnis apa yang sebaiknya digeluti?
  • Apa jurusan S2 yang perlu diambil?
  • Haruskah bekerja sambil melanjutkan S2 di dalam negeri?
  • Beranikah resign dari pekerjaan untuk melanjutkan S2 di luar negeri?
  • Profesi atau industri apa yang sebaiknya dipilih?
  • Apakah sebaiknya mengambil KPR sekarang?
  • Kapan sebaiknya menikah?
  • Dan berderet pertanyaan tak berujung yang kerap kali ditanyakan pada mereka yang berusia 20-an sampai 30-an.

Krisis seperempat baya adalah istilah psikologi yang merujuk pada keadaan emosional anak-anak muda yang penuh dengan kekhawatiran, keraguan terhadap kemampuan diri, dan kebingungan menentukan arah hidup.

Krisis ini terjadi sebagai imbas dari tekanan dari dalam diri (internal) maupun pihak luar (eksternal) karena belum jelasnya tujuan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini, dan begitu banyaknya pilihan yang perlu diambil untuk menentukan "arah" masa depan.

Krisis seperempat baya adalah transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa yang menjadi "kejutan" bagi banyak orang. Itu bisa membuat setiap orang merasa tidak berdaya, tidak tahu apa-apa, ragu-ragu, dan takut.

Akan tetapi, mengalami krisis seperempat baya sejatinya adalah hal yang lumrah. Karena merupakan proses untuk menemukan jati diri atau terlahir menjadi "pribadi yang baru".

Melewati krisis seperempat baya memang begitu menguras emosi. Sebagaimana sebagian besar milennial Indonesia, saya menghabiskan 5 tahun pertama bekerja dengan menjadi "kutu loncat" alias berpindah-pindah kerja sekaligus profesi.

Saya dihadapkan kegalauan yang luar biasa ketika memutuskan jurusan kuliah S2. Yang tersulit tentu saja ketika memberanikan diri untuk melepaskan masa lajang.

Setelah mengambil masa Sabbatical selama lebih dari setahun, saya pun berhasil "menaklukkan" krisis seperempat baya.

Baca juga: Mengapa Sabbatical Penting?

Pengalaman tersebut saya terbitkan dalam buku berjudul Mantra Kehidupan: Refleksi Melewati Fresh Graduate Syndrome & Quarter-Life Crisis.

Sebuah buku yang berisi saripati pengalaman pribadi dan hasil riset yang melibatkan lebih dari 200 responden di 20 provinsi dan 27 kota di tanah air serta 8 kota di 7 negara. Mulai dari profesor, bankir, pengacara, pengusaha, guru, artis, hingga pemuka agama.

Berikut adalah jurus melewati Quarter-Life Crisis yang dapat diterapkan oleh generasi muda Indonesia.

Pertama, identifikasilah pemicunya. Ketika kita meluangkan waktu untuk mengidentifikasi apa yang membuat kita mempertanyakan diri sendiri dan merasa tidak tenang, kita akan mulai memahami bagaimana merasa lebih nyaman dan mengurangi perasaan itu.

Jika kita mulai menyadari ketakutan karena tidak mengetahui apa yang kita inginkan dalam hidup dan apakah kita membuat pilihan yang tepat atau tidak, kita bisa mulai merasa lebih nyaman.

Jika kita mulai memperhatikan sikap kita terhadap keputusan dan pilihan itu untuk hidup sendiri, maka kita dapat mulai mengubahnya dan menggantinya dengan yang positif.

Ketika kita mulai mengidentifikasi bahwa kita memberi tekanan pada diri sendiri untuk berada pada titik tertentu, kita dapat mulai menggantinya dengan pemikiran yang lebih rasional.

Misalnya, kita dapat mengubah pemikiran kita tentang "Saya harus menjadi Direktur pada usia tertentu atau "Saya harus menikah sekarang" menjadi sikap yang lebih realistis seperti "Saya persis di tempat yang saya inginkan" dan “Saya sedang menuju ke arah terbaik dalam perjalanan hidup saya.”

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau