Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Penyebab Anak Sering Melawan Orangtua yang Wajib Diketahui

Kompas.com, Diperbarui 22/09/2024, 08:31 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

KOMPAS.com - Setiap orangtua tentunya menginginkan anak patuh terhadap perintah mereka, utamanya untuk kebaikan si kecil. Namun demikian, kerap dijumpai anak tidak menuruti keinginan orangtua atau melawan. 

Perilaku anak melawan orangtua bukan tanpa alasan. Ada sejumlah penyebab anak sering melawan orangtua yang wajib diketahui. 

Baca juga:

Dengan mengetahui penyebab anak sering melawan, maka orangtua bisa memperbaikinya dan mencari solusinya bersama sehingga anak menjadi patuh. 

Penyebab anak melawan orangtua

Kompas.com merangkum sejumlah penyebab anak sering melawan orangtua sebagai berikut: 

1. Kurang ikatan

 Psikolog Samanta Elsener menuturkan, penyebab anak sering melawan orangtua adalah kurangnya koneksi atau ikatan orangtua dan anak.

“Anak sering melawan orangtua karena kurang koneksi dengan orangtua secara efektif,” tuturnya saat dikonfirmasi Kompas.com, dikutip Senin (18/3/2024). 

Melansir dari Psychology Today, ada berbagai alasan kurangnya ikatan antara orangtua dan anak. Salah satunya adalah orangtua jarang bersama dengan anak. 

Karenanya, untuk memperkuat ikatan tersebut orangtua harus berupaya membangun kembali hubungan yang hangat dengan buah hati.

Setelah kembali terkoneksi, anak akan lebih nyaman menunjukkan rasa kesal yang selama ini membebani dirinya dan lebih koperatif dengan orangtua. 

2. Orangtua sering marah 

ilustrasi orangtua memarahi anakShutterstock/Charnsitr ilustrasi orangtua memarahi anak

Samanta menuturkan, orangtua boleh sesekali memarahi anak. Dengan catatan, tidak menggunakan cara-cara yang dapat melukai hati anak, seperti teriakan dan kekerasan. 

“Orangtua boleh memarahi anak sesekali dengan nada yang tidak melengking dan tidak menggunakan kekerasan,” terangnya. 

Namun demikian, terlalu sering memarahi anak, akan berdampak buruk bagi si kecil. Mulai dari trauma, mengganggu perkembangan, hingga anak menjaga jarak dengan orangtua. 

“Anak kurang dekat dengan orangtua dan menjadi kurang bisa terbuka,” tutur Samanta. 

Baca juga:

3. Orangtua otoriter 

Pola asuh orangtua yang otoriter justru membuat anak mudah melawan. Samanta menuturkan, ciri utama pola asuh otoriter adalah komunikasi satu arah hanya dari orangtua ke anak. 

Sebaliknya, orangtua jarang bahkan tidak pernah mendengarkan pendapat anak. 

“Gaya komunikasi orangtua terlalu satu arah atau otoriter ke anak,” tuturnya. 

Melansir dari Psychology Today, terkadang orangtua perlu mendengarkan sudut pandang anak. Jika terjadi perbedaan, maka baik orangtua maupun anak bisa mencari solusi bersama. 

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau