JAKARTA, KOMPAS.com - Keluarga menjadi tempat pertama anak belajar dan mengenal banyak hal. Bahkan pembentukan karakter anak dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga.
Inilah mengapa, ayah dan ibu harus sama-sama berperan dalam pengasuhan anak. Namun masih banyak keluarga, yang lebih mengandalkan peran ibu dalam pengasuhan. Dampaknya, muncul fenomena fatherless.
Salah satu penyebab fatherless, karena sang ayah tidak hadir ke dalam jiwa sang anak. Sehingga pemahaman soal keayahan pada anak menjadi kurang.
Baca juga: Kurang Matangnya Maskulinitas Jadi Faktor Pemicu Fatherless, Mengapa?
Padahal, menurut Founder Fatherman sekaligus praktisi parenting Islamic Ustadz Bendri, anak-anak harus dibekali gambaran sosok ayah yang baik sejak kecil.
Hal tersebut akan mengajarkan anak untuk memahami nilai kehidupan dan cara berperilaku yang baik.
“Perempuan harus memiliki preferensi sosok ayah atau laki-laki yang baik dulu. Kalau asal ingin yang baik, tapi tidak paham laki-laki baik itu seperti apa, itu berat,” jelas Bendri dalam Podcast Kompas Lifestyle, Ruang Keluarga yang bertajuk ‘Fatherless Bikin Anak Mudah Jatuh Cinta pada Orang yang Salah’, Rabu (13/11/2024).
Ia menilai, seorang laki-laki harus menjadi suami yang baik agar dapat menjadi ayah yang baik pula untuk anak-anaknya.
Anak merupakan peniru ulung kedua orangtuanya, sehingga mereka akan memperhatikan perilaku ayah dan ibunya dan akan menerapkannya di kemudian hari.
Untuk itu, ia mengimbau, sangat penting bagi para suami menjaga keharmonisan hubungan dengan istri.
Pasalnya, ketika suami harus jauh bekerja dari rumah, sehingga tak punya banyak waktu untuk anak, maka istri yang akan membantu menceritakan hal-hal baik pada anak tentang ayah mereka.
Dengan begitu, anak-anak bisa terhindari dari fatherless dan akan merasakan pancaran kebahagiaan dari kedua orangtuanya.
Baca juga: Kondisi Fatherless Picu Anak Laki-laki Lakukan Tindak Kejahatan, Kenapa?
“Jadilah ayah yang mampu mengisi jiwa anak, dimulai dengan memperbaiki hubungan dengan pasangan. Inilah kunci dalam memperbaiki fenomena fatherless,” tutur Bendri.
“Sosok ayah yang memahami kondisi perasaan dan membahagiakan istri. Hal ini akan dicontoh dan masuk ke jiwa sang anak,” tambah dia.
Ketika suami memuliakan dan membahagiakan istrinya, maka sang istri akan dengan tulus menceritakan kebaikan ayahnya di depan anak-anaknya.
Hal ini yang diterjemahkan di benak anak sebagai gambaran konsep keayahan yang akan dia pegang sampai dewasa.
“Biarkanlah istri yang yang akan men-support keayahan dengan menceritakan kebaikan sang ayah berdasarkan apa yang ia rasakan. Hal inilah yang akan jadi jejak keayahan yang diterjemahkan oleh anak,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang