Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Alasan Perempuan Sulit Dekat dengan Ibu Mertua, Belajar dari Konflik Victoria Beckham dan Menantunya

Kompas.com, 20 Mei 2025, 22:15 WIB
Devi Pattricia,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ketegangan hubungan antara Victoria Beckham dan putra sulungnya, Brooklyn Beckham menjadi sorotan, usai dirinya tidak hadir di berbagai acara keluarga.

Kabarnya hubungan mereka mulai renggang sejak pernikahan Brooklyn dengan Nicola Peltz pada 2022 lalu. 

Victoria dikabarkan merasa tersingkirkan. Bahkan, dalam dokumenter Beckham, member Spice Girls itu sempat menyinggung masa-masa sulit keluarganya, yang dipercaya berkaitan dengan dinamika yang berubah setelah Brooklyn menikah. 

Baca juga: Serba Ungu, Victoria dan David Beckham Reka Ulang Foto Pernikahan 25 Tahun Lalu

Konflik tersebut memperlihatkan bahwa tidak semua hubungan mertua dan menantu berjalan mulus, apalagi antara ibu mertua dan menantu perempuan.

Namun sebenarnya, apakah perempuan memang susah dekat dengan ibu mertuanya?

Kenapa perempuan susah dekat dengan ibu mertuanya?

Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga Farraas Afiefah Muhdiar menjelaskan, relasi ini memang punya tantangan tersendiri. Berikut beberapa alasan mengapa perempuan sering kesulitan dekat dengan ibu mertua.

1. Menantu pertama biasanya butuh waktu beradaptasi

Perempuan yang menikah dan menjadi menantu pertama di keluarga, biasanya akan menghadapi lebih banyak ekspektasi. 

Proses adaptasi ini kadang menimbulkan gesekan, terutama jika ibu mertua memiliki keterikatan emosional yang kuat dengan anak laki-lakinya.

“Sebenarnya belum tentu menantu perempuan akan sulit dekat dengan ibu mertua. Tapi pada dasarnya sangat mungkin berproses dulu, terutama ketika itu mungkin menantu pertama,” ujar Farraas kepada Kompas.com, Selasa (20/5/2025).

2. Ibu juga sedang belajar melepaskan anaknya

Setelah anak laki-laki menikah, peran sang ibu otomatis berubah. Namun, tidak semua ibu siap dengan perubahan tersebut. 

Kadang masih ada kelekatan emosional yang membuat mereka kesulitan memberikan ruang bagi menantu.

“Banyak ibu yang pada akhirnya belum bisa melepaskan anaknya, belum paham bahwa ketika anak sudah menikah berarti perannya akan berbeda,” kata dia.

Baca juga: Perbedaan Nilai antara Mertua dan Menantu Bisa Jadi Benih Konflik Saat Tinggal Bersama

3. Ekspektasi besar pada anak laki-laki

Ada juga kondisi ketika ibu terlalu banyak menaruh harapan pada anak laki-lakinya, apalagi jika selama ini mereka sangat dekat atau bahkan secara emosional menggantungkan diri pada anak tersebut.

Sehingga, rasa kehilangan dan tidak siap melepaskan anak untuk membangun hidup yang baru semakin tinggi.

4. Rasa cemburu karena anak lebih perhatian ke istri

Ketika sang anak mulai mencurahkan perhatian lebih besar ke istrinya, ibu bisa merasa tersisih atau bahkan cemburu. 

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau