Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengompol Bisa Bikin Lansia Depresi, Simak Penjelasan Dokter

Kompas.com, 29 Mei 2025, 15:05 WIB
Nabilla Ramadhian,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Mengompol atau inkontinensia urine bisa terjadi pada pria dan wanita lanjut usia (lansia), yakni yang berusia lebih dari 60 tahun.

Ada beragam penyebab lansia mengompol, mulai dari usia sampai penyakit seperti stroke, diabetes, dan demensia.

Ada beragam dampak dari mengompol pada lansia, salah satunya adalah membuat mereka depresi.

Baca juga: Kenapa Lansia Sering Mengompol? Simak Penjelasan Dokter

“Tiba-tiba enggak mau keluar, takut nanti ngompol di jalan. Akhirnya mereka menarik diri, dan jadinya depresi karena tidak berkontak dengan orang lain,” ungkap dr. Ika Fitriana, SpPD-KGer dalam peluncuran Parenty Pants Ekstra Serap di Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Dalam istilah medis, mengompol disebut dengan inkontinensia urin, yakni kondisi keluarnya urine yang tidak diinginkan, yang menyebabkan gangguan sosial atau kesehatan.

Bikin stres dan cemas

Ika menuturkan, mengompol bukanlah kondisi yang bisa diabaikan. Bagi pendamping lansia, sudah sewajarnya mengompol dianggap penting.

Sebab, mengompol bisa menjadi tanda bahwa ada penyakit dalam tubuh lansia. Jika tidak segera ditangani, mengompol bisa membuat mereka menarik diri dari kehidupan sosial.

“Coba bayangin, orangtua kita senang mengaji, ke gereja, atau mungkin bersenang-senang dan kumpul-kumpul sama temannya, kok tiba-tiba mereka enggak mau ngumpul,” kata dia.

Kesenangannya akan sosialisasi dapat dengan mudah dikalahkan oleh kebiasaan mengompol karena kondisi ini masih dianggap sebagai aib.

Mereka juga berpotensi mengompol ketika sedang bersosialisasi. Ketika ini terjadi, mereka bisa merasa malu.

“Mereka cemas, khawatir kalau pergi. Setiap ngelihat WC, penginnya pipis karena takut nanti enggak keburu pipis. Akhirnya, saking cemasnya, mereka tidak mau sama sekali bepergian,” papar Ika.

Baca juga: 5 Tips Pola Makan Sehat untuk Lansia agar Tetap Bugar di Usia Senja

Malas beraktivitas dan dehidrasi

Selain mengganggu kesehatan mental, mengompol juga memengaruhi kondisi fisik lansia karena dapat membuat mereka lemah.

Karena tidak mau bepergian, lansia bisa menjadi malas untuk beraktivitas. Alhasil, ototnya menjadi kisut.

Selain itu, mereka pun berpotensi mengalami dehidrasi dan mengalami gangguan tidur pada malam hari.

“Dan kadang-kadang, mereka jadi enggak mau minum, jadi nahan minum. Enggak mau minum soalnya takut ke belakang (kamar mandi), akhirnya dehidrasi. Mereka juga enggak bisa tidur malam karena bolak-balik ke kamar mandi,” ujar Ika.

Sebagai pendamping lansia, ada baiknya membawa mereka ke dokter untuk mencari tahu apakah kebiasaan mengompol bisa diobati.

Jika sudah tidak bisa, cara yang bisa dicoba adalah memakaikan popok untuk orang dewasa. Namun, pastikan popok berdaya serap tinggi agar lansia bisa beraktivitas dengan nyaman.

Baca juga: 8 Hal yang Bisa Dilakukan Saat Mengurus Orangtua yang Sudah Lansia

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau