Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesepian, Permasalahan yang Kerap Dihadapi Lansia

Kompas.com, 26 September 2024, 17:09 WIB
Silmi Nurul Utami,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lansia adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun.

Sama seperti orang pada umumnya, lansia juga memiliki berbagai macam permasalahan. Salah satu yang paling sering adalah kesepian. 

Menurut Spesialis Geriatri Czeresna Heriawan Soedjono, lansia rentan mengalami kesepian. 

"Dia mendidik anaknya sukses, anaknya bisa membeli rumah sendiri dan keluar dari rumah akhirnya ia tinggal berdua dengan pasangannya," ujarna ketika diwawancarai Kompas.com, belum lama ini. 

Ketidakberadaan anak-anaknya di rumah kerap membuat lansia merasa kesepian. Apalagi jika pasangannya sudah meninggal. Ia menjadi hidup seorang diri di rumah dan makin kesepian. 

"Masalah berkabung yang berkepanjangan bisa menjadi masalah," jelas Czeresna.

Baca juga: Benarkah Lansia Mudah Terkena Gangguan Mental?

Rasa berkabung dan kesepian dapat menimbulkan rasa sedih berkepanjangan yang berakhir pada gangguan kesehatan mental seperti depresi. 

Terutama, jika mereka tidak mempunyai kegiatan sendiri. Misalnya, karena sudah pensiun atau tidak bekerja. Di sisi lain, teman-temannya pun telah berkurang. 

Tidak memiliki kegiatan sendiri membuat lansia rentan mengalami kesepian. Sehingga, lansia dianjurkan untuk tetap memiliki kegiatan sendiri guna menjaga kesehatan mental dan fisiknya. 

Baca juga: Lansia Sering Lupa, Apakah Berarti Pikun?

Hal yang serupa diungkapkan oleh Psikolog Adventia Emilia Krysna Sipi Seda, bahwa lansia kerap mengalami kesepian

"Kesepian ini yang mendasari banyak permasalahan yang cukup beragam," ujarnya ketika diwawancarai Kompas.com, belum lama ini. 

Di mana lansia kerap merasa kesepian karena anak-anaknya telah memiliki kesibukan tersendiri, sehingga ia kerap terabaikan. 

Anak dan cucunya sering mengabaikan perkataannya, jarang mengajak ngobrol karena dianggap tidak nyambung, juga tidak menyempatkan menghabiskan waktu dengan lansia. 

Hal ini kerap terjadi meskipun lansia tinggal di bawah satu atap dengan anak dan cucunya 

Baca juga: Ajak Lansia Mengingat Kenangan Indah untuk Membuatnya Bahagia

"Apalagi jika lansia memang tinggal sendiri karena anaknya merantau dan istri atau suaminya sudah meninggal," ungkap Adventia. 

Lansia yang hidup sendiri kerap merasa sendirian dan tidak memiliki seseorang yang bisa diajak bicara. 

Ia akan merasa terabaikan dan tenggelam dalam kesendiriannya. Akibatnya, ia akan lebih mudah terkena berbagai gangguan kesehatan mental. 

 
 
 
Sieh dir diesen Beitrag auf Instagram an
 
 
 

Ein Beitrag geteilt von Kompas.com (@kompascom)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau