Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Diri Bisa Jadi Tanda Awal Masalah Mental, Jangan Abaikan

Kompas.com, 30 September 2025, 11:05 WIB
Nabilla Ramadhian,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesehatan mental diibaratkan seperti kendaraan. Ketika muncul perubahan, maka kita akan menyadari ada sesuatu yang tidak biasa.

Psikolog klinis di Rumah Sakit Khusus (RSK) Jiwa Dharmawangsa, Tara de Thouars, M.Psi., mengatakan, peka terhadap perubahan diri adalah langkah awal untuk mengenali apakah mental sedang baik-baik saja atau tidak.

“Ada sesuatu yang berubah, dari segi emosi atau pikiran, entah yang tadinya kita senang-senang saja tiba-tiba mulai murung, itu berarti ada yang berubah. Dan kita merasakan ketidaknyamanan itu,” tutur dia dalam acara “Need a Hand #HidupmuBerarti” yang digelar di Studio 1 Menara Kompas, Jakarta Pusat, Minggu (28/9/2025).

Baca juga: Mengapa Menjaga Kesehatan Mental Itu Penting? Ini Penjelasan Psikolog

Menyadari adanya perubahan dalam diri adalah hal yang sangat mudah untuk dilakukan.

Namun, bukan berarti semua orang nyaman untuk menyampaikannya. Bahkan, tidak semua orang berani untuk menghadapi perubahan tersebut.

Tara mengungkapkan, banyak yang justru merasa malu untuk mengakui bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

“Datang ke saya pun sebenarnya malu untuk cerita, merasa kok lemah banget. Sebetulnya tanda itu (perubahan diri) sudah ada, tapi kita berusaha untuk tidak melihatnya. Terkadang, mengakui tanda itu ada menandakan bahwa kita enggak sekuat itu,” ujar dia.

Padahal, merasakan dan menyadari adanya perubahan dalam diri bukanlah sesuatu yang memalukan.

Setiap orang wajar mengalami perubahan dalam diri, baik dari segi emosi, pikiran, maupun perilaku.

Selain perasaan yang berubah, contoh lainnya terkait perubahan dalam diri mencakup pola tidur yang berubah, misalnya jadi sulit tidur atau tidur berlebihan.

Lalu, nafsu makan menurun drastis atau justru makan berlebihan.

Kemudian, hilangnya minat pada aktivitas yang biasanya menyenangkan, sulit berkonsentrasi, atau tubuh lebih cepat lelah tanpa sebab medis yang jelas.

Kenapa orang malu untuk terbuka?

Banyak yang malu untuk mengakui ada perubahan dalam diri, karena hal tersebut berkaitan dengan stigma terkait orang-orang yang mengidap masalah mental.

Baca juga: Cara Saling Menguatkan dan Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Kacaunya Kondisi Negara

Stigma yang beredar adalah bahwa orang-orang dengan masalah mental adalah orang-orang yang lemah.

Inilah mengapa masih banyak orang dengan masalah mental memilih untuk menutup diri daripada bercerita ke orang lain atau mencari bantuan profesional.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau