Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Aza dan Malihah, Pilih Thrifting Demi Berhemat di Tengah Pembatasan Impor Pakaian Bekas

Kompas.com, 31 Oktober 2025, 06:05 WIB
Aliyah Shifa Rifai,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tren thrifting menjadi perhatian setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan rencana memperketat impor pakaian bekas ilegal, serta menindak tegas pelakunya karena dinilai merugikan negara.

"Kalau itunya (impor pakaian bekas ilegal) mati, berarti enggak ada suplai. Suplainya ada barang-barang domestik harusnya nanti, biar industri domestik juga hidup lagi," ujar Purbaya, dilaporkan oleh Kompas.com, Rabu (29/10/2025).

Baca juga:

Di sisi lain, thrifting menjadi cara anak muda untuk menemukan gaya unik dan mencari kebutuhan pakaian dengan harga miring. Hal tersebut diungkapkan oleh Aza (21) dan Malihah (21), dua mahasiswi asal Depok, Jawa Barat. 

“Kalau aku ini pertama kali, karena memang kebutuhan kampus juga karena pengin bikin acara teater. Jadi kalau nyewa kostum semua kayaknya mahal. Jadi kita ya udah thrifting aja,” kata Aza kepada Kompas.com di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).

Thrifting untuk penuhi kebutuhan dengan anggaran terbatas

Tetap membeli pakaian dari brand lokal

Menurut Aza dan Malihah, thrifting jadi solusi ketika mereka membutuhkan pakaian atau kostum yang sulit untuk didapat di toko konvensional, terlebih ketika harus menyesuaikan dengan anggaran yang terbatas.

“Kadang di thrift tuh biasanya model-modelnya kan banyak, karena kalau sewa kan kita pakainya kan bukan cuma sekali. Jadi kita bisa memakainya tiga sampai empat kali juga kan buat dari prepare (persiapan) sebelum pertunjukannya gitu. Jadi kayak better (lebih baik) thrift aja,” jelas Malihah.

Aza menambahkan, bujet mereka pun tidak begitu banyak sehingga thrift bisa menjadi alternatif solusi.

“Bujetnya, kalau itu di-press-nya (ditekan) itu kalau bisa itu Rp 3 juta. Itu udah di-press se-press mungkin. Karena ini buat acara kampus ya jadi agak besar ya,” kata Aza.

Rencana pemerintah menindak impor pakaian bekas ilegal tak menyurutkan minat anak muda terhadap thrifting. Simak cerita Aza dan Malihah berikut ini.Aliyah Shifa Rifai/KOMPAS.com Rencana pemerintah menindak impor pakaian bekas ilegal tak menyurutkan minat anak muda terhadap thrifting. Simak cerita Aza dan Malihah berikut ini.

Selain bisa menyesuaikan anggaran sesuai kebutuhan secara lebih leluasa, belanja thrifting juga memberikan mereka kesempatan dalam menawar harga barang yang mereka incar.

“Carinya sabar, sama jago nawar,” tutur Aza.

Meski berbelanja pakaian bekas impor, Aza dan Malihah menuturkan, mereka tetap mendukung brand lokal dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) lokal.

Di luar untuk kebutuhan kampus, keduanya membeli produk dari merek-merek buatan Indonesia. Bahkan, Aza mengatakan, ia selalu membeli pakaian sehari-hari dari produk lokal.

“Suka. Selalu (beli pakaian dari merek lokal),” tutur Aza.

Baca juga:

Pandangan terhadap isu pembatasan impor pakaian bekas

Ketika diminta berpendapat soal isu pembatasan impor pakaian bekas ilegal, Aza dan Malihah mengakui mereka memahami kekhawatiran pemerintah.

Sebab, maraknya thrifting dinilai bisa menggerus minat terhadap produk lokal dan melemahkan pelaku UMKM di industri fashion.

Akan tetapi, menurut Aza dan Malihah, setiap orang punya cara berbeda dalam melihat dan menyesuaikan kebutuhan.

“Kalau aku pribadi sih enggak ada masalah karena emang enggak pernah nge-thrift juga, enggak dibolehin sama orangtua aku sebenarnya. Karena ada barang, ada kualitas. Ada harga, ada kualitas,” kata Aza.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau