Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset Ungkap Remaja Indonesia Alami Gangguan Fungsi Kognitif, Mengapa?

Kompas.com, 21 November 2025, 18:46 WIB
Nabilla Ramadhian,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Semakin banyak remaja Indonesia yang disebut mengakses layanan kesehatan jiwa belakangan ini. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menemukan, hal tersebut selaras dengan tingkat kecemasan, depresi, dan disregulasi emosi, yang meningkat di kalangan remaja.

“Kami melihat adanya hendaya (gangguan) pada fungsi kognitif pada remaja. Remaja kami teliti fungsi kognitifnya. Daya pikirnya, memori, konsentrasi, kemampuan pengambilan keputusan, dan pengendalian impuls, ternyata rendah,” jelas Bidang Humas Pengurus Pusat PDSKJI dr. Zulvia Oktanida Syairf, Sp.KJ dalam acara "Beranda Jiwa" di kantor Google Indonesia di Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).

Baca juga:

Tahap perkembangan otak remaja belum sempurna

Pada fase remaja, otak masih belum berkembang dengan sempurna. Terjadinya penurunan kognitif merupakan jawaban atas angka agresivitas yang meningkat, aksi perundungan, tingkat impulsivitas, dan ketidakmampuan untuk meregulasi emosi.

“Sehingga akhirnya muncul berbagai masalah kesehatan mental seperti tadi yaitu kecemasan, depresi, yang akhirnya membuat remaja itu memang saat ini sangat rentan untuk mengalami berbagai isu kesehatan mental,” kata dr. Vivi.

Deretan isu tersebut membuat para remaja di Indonesia lebih terbuka untuk mengakses layanan kesehatan mental yang tersedia.

Riset tentang penurunan fungsi kognitif pada remaja

Berangkat dari gangguan kesehatan mental pada anak

Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Wamenkes RI) dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D menuturkan, berdasarkan data pemeriksaan kesehatan jiwa gratis, ada sekitar dua juta anak mengalami gangguan kesehatan mental.

"Dari laporan yang kami terima dalam pemeriksaan kesehatan jiwa gratis dan telah menjangkau sekitar 20 juta jiwa, terdapat lebih dari dua juta anak yang mengalami gangguan kesehatan mental," kata dr. Dante dalam acara Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Puspemkot Tangerang, dalam pemberitaan Kompas.com pada Kamis (30/10/2025).

Menanggapi hal tersebut, serta visi pemerintah Indonesia dalam menciptakan generasi Indonesia Emas pada tahun 20245 mendatang, PDSKJI menegaskan bahwa solusi jangka panjang harus berakar pada penguatan fungsi eksekutif anak dan remaja.

Gangguan fungsi kognitif pada remaha terjadi karena penggunaan gadget tidak terkendali, yang membuat remaja sampai lupa waktu.freepik Gangguan fungsi kognitif pada remaha terjadi karena penggunaan gadget tidak terkendali, yang membuat remaja sampai lupa waktu.

“Fungsi eksekutif adalah pusat kendali otak yang menentukan kemampuan seseorang mengatur diri, berpikir fleksibel, dan mengambil keputusan bijak,” kata Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian PP PDSKJI, Dr. dr. Suzy Yusna Dewi, Sp.KJ(K), MARS, dalam keterangan pers perihal riset PDSKJI yang diberikan oleh dr. Vivi kepada Kompas.com.

“Gangguan fungsi ini bukan masalah perilaku, melainkan persoalan biologis otak yang
harus ditangani secara ilmiah,” sambung dr. Suzy.

Lebih lanjut, gangguan kesehatan mental berkaitan dengan kondisi, seperti kecemasan, depresi, dan kesulitan untuk meregulasi emosi, yang berdampak langsung pada kemampuan belajar, kontrol diri, pengambilan keputusan, dan relasi sosial.

Baca juga: Studi: Kontrol Orangtua Terlalu Ketat Picu Kecemasan Sosial Pada Remaja

Apa yang menyebabkan gangguan fungsi kognitif pada remaja?

Era digital mempercepat proses belajar, tetapi juga mempercepat disfungsi otak apabila digunakan secara bebas tanpa kendali, alias anak sampai lupa waktu dalam memanfaatkan teknologi.

Gangguan fungsi kognitif pada remaha terjadi karena penggunaan gadget tidak terkendali, yang membuat remaja sampai lupa waktu.Dok. Freepik/tirachardz Gangguan fungsi kognitif pada remaha terjadi karena penggunaan gadget tidak terkendali, yang membuat remaja sampai lupa waktu.

Menurut dr. Suzy, paparan gadget (gawai) yang berlebihan, ditambah dengan perundungan daring dan tekanan sosial yang tinggi, menghambat perkembangan area otak depan (prefrontal cortex) sebagai pusat fungsi eksekutif

“Anak dan remaja yang belum matang fungsi eksekutifnya lebih mudah stres, marah, sulit
fokus, dan kehilangan arah tujuan hidup. Ini bukan sekadar karakter, tapi kondisi biologis
yang harus diintervensi lebih awal,” ujar dia.

Baca juga: Cara Membantu Remaja Meregulasi Emosi, Dengarkan Tanpa Menghakimi

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau