Penulis
Ira berusaha menata ulang energi yang tersisa, tetapi tidak selalu mudah.
Kondisi ini kerap menjadi pemicu munculnya rasa bersalah.
Meski demikian, ia belajar melihat setiap kemajuan kecil anaknya sebagai sesuatu yang patut dirayakan, sekaligus pengingat bahwa proses yang mereka jalani tidak sia-sia.
Baca juga: Cerita Kartika Hadapi Tekanan Jadi Ibu Sempurna dari Mamanya Sendiri
Tantangan lain yang dihadapi Ira adalah ekspektasi masyarakat terhadap peran seorang ibu serta minimnya pemahaman terkait anak berkebutuhan khusus.
"Kadang sulit memberi pemahaman, tapi saya tetap berusaha menjelaskan dengan sabar kepada orang-orang yang memang perlu tahu," terang Ira.
Baginya, dukungan emosional sederhana seperti tidak menghakimi, mendengarkan, atau kalimat apresiasi kecil bisa sangat berarti.
Ketika orang terdekat memberikan pemahaman yang tulus, hal itu menjadi penguat besar dalam perjalanan pengasuhannya.
Saat pikiran negatif datang seperti “aku seharusnya bisa lebih baik” atau “aku belum jadi ibu yang baik”, Ira memilih berhenti sejenak dan bernapas.
Ia mengingat kembali semua upaya yang telah ia lakukan, yang tidak semua ibu mungkin mampu jalani.
"Saya bilang pada diri sendiri, ‘tidak semua orang bisa menjalani ini. Kamu sudah melakukan yang terbaik'," ujarnya.
Pendekatan self-compassion ini membantunya tetap stabil secara emosional.
Ia menyadari bahwa memaafkan dan menghargai diri sendiri bukan kelemahan, tetapi bagian penting agar ia bisa hadir secara utuh untuk anak-anaknya.
Di tengah semua proses yang panjang dan melelahkan, Ira merasa sangat terbantu oleh suaminya dan orang-orang terdekat yang tidak menghakimi.
Menurutnya, dukungan yang tulus dapat meredakan tekanan yang ia rasakan.
"Kalimat sederhana seperti ‘kamu ibu yang hebat’ itu sangat berarti," ucapnya.