Penulis
KOMPAS.com – Rasa bersalah kerap menjadi bayang-bayang bagi banyak ibu bekerja, terutama ketika mereka merasa belum mampu memberi yang terbaik untuk anak.
Hal inilah yang sempat dialami Ira Farmawati (34), Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pekalongan, yang tengah membesarkan dua anak, salah satunya dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Dalam kesehariannya, Ira mengaku kerap bergulat dengan perasaan tidak cukup baik.
"Sebagai ibu bekerja, kadang saya ingin bisa selalu hadir dan mendampingi perkembangan anak setiap saat, tapi energi dan waktu tidak selalu memungkinkan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, baru-baru ini.
Meski telah berusaha keras mengatur waktu, energi, dan perhatian, rasa bersalah itu tetap muncul, terutama ketika perkembangan anaknya tidak sesuai harapan atau ketika ia pulang kerja dalam kondisi lelah sementara sang anak sedang berada di fase hiperaktif.
"Sampai sekarang rasa (bersalah) itu kadang muncul. Ada kalanya saya merasa bersalah ketika perkembangan anak belum sesuai harapan. Tapi pada akhirnya saya belajar bahwa sekecil apa pun progresnya layak untuk dirayakan dan disyukuri,” ujar Ira.
Titik awal perjalanan emosional Ira muncul ketika ia menyadari bahwa perkembangan anak pertamanya berbeda dari anak-anak seusianya.
“Awalnya itu cukup berat. Saya harus menerima dulu, lalu belajar, dan mencari bantuan yang tepat,” kata Ira.
Ia kemudian mulai mencari informasi dan konsultasi medis untuk memahami apa yang dibutuhkan anaknya.
Baru setelah itu, ia menyadari bahwa ADHD bukan kegagalan, melainkan kondisi yang membutuhkan pendekatan berbeda.
Pemahaman ini menjadi pijakan awal untuk bisa menjalani pengasuhan dengan lebih tenang.
Baca juga: Perjuangan Ira Membesarkan Anak dengan ADHD, Tentang Menerima dan Mencintai
Sebagai ibu yang bekerja penuh waktu, Ira mengaku sering berada dalam kondisi fisik yang lelah.
Namun, saat sampai rumah, ia harus tetap hadir utuh sebagai ibu.
Dalam situasi ketika sang anak sedang hiperaktif, Ira merasa tubuh, pikiran, dan perasaan seperti saling bertabrakan.
"Di momen seperti itu, tubuh, pikiran, dan perasaan seperti bertabrakan," ujarnya.