Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deretan Komentar Negatif yang Dihadapi Ibu Bekerja Saat Titipkan Anak ke Daycare

Kompas.com, 6 Desember 2025, 19:15 WIB
Nabilla Ramadhian,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

Ambisius berkarir sampai tega meninggalkan anak

Komentar lainnya yang Fatimah terima adalah ia kerap disebut suka meninggalkan anak demi pekerjaannya. Bahkan, ia disebut terlalu ambisius dengan kariernya, sampai tega menggunakan jasa daycare.

“Kemarin-kemarin kan banyak kasus kekerasan dan penelantaran di daycare ya. Langsung ada omongan, ‘Kok bisa sih tega begitu?’,” ucap dia.

Sejauh ini, Fatimah mendapatkan komentar-komentar yang menjatuhkan seperti itu justru dari sesama ibu. Padahal, sesama ibu seharusnya saling memahami.

“Yang selama ini saya rasakan itu, yang sering menyalahkan adalah ibu. Merasa pengasuhan dia lebih bagus, rela berhenti kerja demi anak,” ungkap Fatimah.

“Kami menitipkan anak di daycare dan tetap bekerja kayak seolah-olah kami sangat berdosa. Padahal pasti ada pertimbangan lain,” sambung dia.

Baca juga: Kisah Para Ibu Bekerja Menghadapi Dilema dan Rasa Bersalah Saat Menitipkan Anak ke Daycare

Seperti menaruh anak di panti asuhan

Ada yang menganggap bahwa menitipkan anak di daycare sama dengan menaruh mereka di panti asuhan, hanya karena ketidaktahuan atau misinformasi.

Daycare memiliki beragam aktivitas untuk anak-anak yang dititipkan, begitu pula dengan panti asuhan. Ketidaktahuan ini menimbulkan anggapan bahwa anak di dua tempat itu dibiarkan sebebas mungkin tanpa kegiatan dan pengawasan.

“Mereka pikir anak-anak dibiarin, kayak enggak disuapin, enggak disayang, karena mereka enggak tahu. Mereka enggak tahu anak pulang dari daycare jadi lucu-lucu, wangi, dan rapi,” ucap Fatimah.

Anak bisa melakukan ini dan itu berkat daycare

Dari semua omongan yang Fatimah terima, ada satu yang cukup menyinggung, yakni kemampuan anak dalam melakukan beberapa hal berkat dititipkan di daycare.

“Saya suka bikin InstaStory tentang milestone anak. Kadang yang suka bikin sedih tuh komentar kayak, ‘Oh pantes ya anaknya pintar, orang daycare-nya mahal’. Padahal kami di rumah juga memberikan stimulasi untuk anak,” tutur dia.

Baca juga: 6 Keuntungan Menitipkan Anak di Daycare, Tertarik?

Saat ini, Fatimah sudah tidak tersulut ketika mendapatkan omongan-omongan tersebut. Sebab, hanya ia dan suaminyalah yang tahu betapa dekatnya Izaad dengan keduanya.

Menyalahi kodrat sebagai perempuan

Sementara itu Septi (29), karyawan swasta ini dianggap menyalahi kodratnya sebagai perempuan karena masih bekerja, dan malah menitipkan Kenneth (4) ke daycare.

“Sering banget ada komentar yang membuat saya merasa seolah-olah kurang hadir, ‘Kamu harusnya kan di rumah. Ibu tuh kodratnya di rumah’,” tutur dia, Kamis.

Padahal, kodrat perempuan hanya menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Sementara keharusan perempuan untuk berhenti bekerja setelah menjadi ibu adalah “kodrat” yang terbentuk dari konstruksi budaya.

Septi sendiri hanya menganggap omongan seperti itu sebagai angin belaka. Sebab, ia tidak berkewajiban untuk mengumumkan alasannya tetap bekerja kepada seluruh masyarakat.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau