Seiring berjalannya waktu, Rosa menemukan ritme olahraga yang paling cocok untuknya, yakni tiga sesi strength training per minggu, masing-masing sekitar satu jam. Ia melakukannya di rumah agar lebih efisien waktu.
Saat ini, ia juga menambahkan sesi jogging seminggu sekali sebagai latihan kardio. Menurutnya, kekuatan otot dari strength training membuat lari terasa lebih ringan.
“Kalau kakinya kuat, lari jadi enak banget. Ternyata saling mendukung,” tutur Rosa.
Baca juga: Berapa Lama Proses Membentuk Otot
Rosa mengakui bahwa pola makan adalah PR terbesar. Ia tidak menjalani diet ekstrem. Namun ia lebih sadar terhadap apa yang dikonsumsi, seperti:
Bagi Rosa, mempertahankan rutinitas justru menjadi lebih mudah setelah tubuh terbiasa.
“Jadi kayak otomatis aja. Sama kayak makan dan minum,” ujarnya.
Saat sedang sibuk bekerja atau mengurus anak, ia tetap mencari cara agar latihan tetap jalan. Jika pengasuh sedang tidak ada, ia berolahraga sambil menjaga anak di ruangan yang sama.
“Walaupun dia kadang take over matras, ya sudah. Dilakukan saja. Pintar-pintar cari waktu,” katanya sambil tertawa.
Yang membuatnya terus bertahan adalah hasil yang ia rasakan sendiri, seperti tubuh kuat, sehat, dan bentuk tubuh yang ia sukai.
Baca juga: Cerita Diet Ravi, Turun 42 Kg karena Khawatir dengan Riwayat Diabetes
“Aku sudah merasakan efeknya. Masa iya mau berhenti?” ucapnya.
Perjalanan Rosa menggambarkan bahwa penurunan berat badan yang sehat tidak melulu lahir dari diet ketat.
Justru, konsistensi membangun otot dan memperkuat tubuh membuat berat badan kembali stabil dengan sendirinya.
Dengan kombinasi strength training, kesadaran terhadap asupan makanan, serta prinsip bahwa olahraga adalah kebutuhan, Rosa berhasil melalui fase naik-turun berat badan dengan sehat, realistis, dan berkelanjutan.
Baca juga: Berat Badan Turun Drastis, Meghan Trainor Merasa Sangat Sehat
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang