Sikap ini menjadi sinyal bahwa kamu tidak menerima perilaku yang tidak sehat.
Baca juga: 10 Red Flag dalam Pertemanan yang Sering Diabaikan, Waspadai Tandanya!
Tidak semua hubungan toxic harus berakhir. Ada kalanya pertemanan tetap bisa dipertahankan dengan mempersempit batasan atau fokus pada bagian positif dari hubungan itu.
Misalnya, teman kamu mungkin sering mengeluh secara berlebihan, sebuah perilaku toxic, tetapi kalian memiliki minat serupa yang membuat waktu bersama tetap menyenangkan.
Phillips menilai menyesuaikan dinamika pertemanan bukan hal tabu. Kamu bisa tetap menjaga hubungan dengan membatasi interaksi di area yang rentan memunculkan perilaku toxic.
Dengan menetapkan batasan sehat, kamu tetap dapat menikmati sisi baik dari hubungan itu tanpa merasa terkuras.
Baca juga: Studi Ungkap Biang Keladi Drama Toksik Kantor
Tidak semua hubungan dapat diselamatkan. Ketika perilaku toxic sudah berlangsung lama dan berulang, atau kamu selalu merasa menjadi versi terburuk dari diri sendiri saat bersama mereka, ada kalanya hubungan itu memang harus diakhiri.
Abrishami menegaskan, terlalu banyak memberi kesempatan pada orang yang toxic hanya memperpanjang penderitaan.
“Saya sering melihat klien memberi terlalu banyak kesempatan kepada orang toxic, yang akhirnya menyebabkan bertahun-tahun rasa sakit. Gunakan waktu dan energi kamu untuk orang-orang yang mengangkat kamu,” ujarnya.
Mengakhiri hubungan toxic mungkin terasa berat, terutama jika kalian sudah berteman sejak lama.
Namun menjaga kesehatan mental jauh lebih penting. Tidak ada yang salah dengan memilih untuk melangkah pergi demi kesejahteraan diri.
Baca juga: 7 Kebiasaan Toxic yang Bisa Menurunkan Kualitas Hidup, Termasuk Scrolling Media Sosial
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang