Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/04/2013, 06:33 WIB

Jakarta, Kompas - Saat ini, lebih dari 3 juta anak—dari 24 juta anak di Indonesia—belum diimunisasi lengkap. Mereka rentan tertular berbagai penyakit dan terancam cacat, bahkan mungkin meninggal.

”Di Indonesia, baru 86,8 persen desa yang mencapai universal child immunization. Masih sekitar 13 persen bayi belum mendapatkan imunisasi,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi saat membuka seminar imunisasi ”Melindungi Anak Indonesia dari Wabah, Cacat, dan Kematian”, di Jakarta, Sabtu (27/4). Seminar dalam rangka Pekan Imunisasi Dunia itu berlangsung sejak Senin (22/4) dan berakhir Sabtu lalu.

Universal child immunization (UCI) merupakan status yang menggambarkan lebih dari 80 persen bayi di desa telah mendapatkan imunisasi lengkap. Beberapa provinsi dengan angka UCI rendah adalah Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Soedjatmiko, yang juga dokter spesialis anak, mengatakan, imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan spesifik bagi berbagai penyakit menular pada bayi dan anak berusia di bawah lima tahun (balita). Lewat imunisasi, bayi dan anak balita terhindar dari penyakit yang berdampak kecacatan, kematian, sekaligus mencegah terjadinya wabah.

”Imunisasi merangsang kekebalan alami anak terhadap penyakit,” kata Soedjatmiko.

Banyak orangtua menganggap pemberian air susu ibu (ASI), dilanjutkan makanan pendamping ASI, suplemen dan vitamin, serta menjaga kebersihan lingkungan cukup untuk mencegah penyakit. Padahal, berbagai upaya itu belum cukup. ”Sebagai pencegahan spesifik, harus imunisasi,” katanya.

Bayi dan anak balita yang telah diimunisasi, kata Soedjatmiko, tak terlindungi 100 persen dari penularan penyakit. Namun, bila sudah diimunisasi, penyakit yang menyerang akan jauh lebih ringan dan tak berbahaya.

”Anak tanpa imunisasi mudah tertular penyakit, sakit berat, dan bisa menularkan sehingga memicu wabah,” ujarnya. Contohnya, wabah difteri di Jawa Timur tahun 2009-2011.

Saat itu, 1.000 anak sakit, 100 di antaranya meninggal. Setelah diteliti, 40 persen di antara korban tak pernah diimunisasi. Sisanya, 50 persen, mendapatkan imunisasi, tetapi tak lengkap.

Selain bermanfaat, imunisasi pun aman. Kini, 194 negara di dunia, kaya atau miskin, termasuk negara-negara Islam, seperti Mesir dan Arab Saudi, menggalakkan imunisasi bagi bayi dan anak balita. Rata-rata cakupan imunisasi negara-negara itu di atas 90 persen.

Kini, di seluruh dunia, sebanyak 22 juta bayi belum diimunisasi lengkap, 9,5 juta di antaranya ada di Asia Tenggara.

Di Indonesia, kata Nafsiah, imunisasi menekan angka kematian anak. Survei demografi 2012, angka kematian bayi turun dari 46 per 1.000 bayi tahun 1990 jadi 35 per 1.000 di tahun 2012. Angka kematian anak balita turun dari 58 per 1.000 balita pada 1997 menjadi 40 per 1.000 pada 2012.

Menurut Nafsiah, sejumlah tantangan masih dihadapi pemerintah, di antaranya akses terkendala persoalan geografis hingga sosial budaya. ”Banyak orangtua tak punya waktu memberikan imunisasi kepada anak- anaknya,” kata dia.

Di kawasan kumuh perkotaan, umumnya belum tumbuh kesadaran masyarakat akan manfaat imunisasi. Sementara itu, di daerah terpencil banyak warga yang sulit dijangkau.

Juli nanti, pemerintah akan menguji coba vaksin baru, yakni vaksin pentavalent. Vaksin ini merupakan vaksin kombinasi penyakit DPT/HB/Hib, dan menggantikan vaksin DPT/HB. Uji coba vaksin ini akan dilakukan di Jawa Barat, Bali, Yogyakarta, dan NTT.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com