Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Dampak Anak Sering Dimarahi dan Dipukul yang Wajib Diketahui

Kompas.com, 24 Maret 2024, 10:30 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

KOMPAS.com - Ada sejumlah tingkah laku anak yang memancing emosi orangtua hingga menyulut kemarahan. Sayangnya, masih ada orangtua yang memarahi dan memukul anak saat marah. 

Padahal, ada banyak dampak negatif anak sering dimarahi dan dipukul. Bahkan, American Academy of Pediatrics (AAP) telah melarang orangtua memberikan hukuman fisik, termasuk memukul. 

Baca juga:

Pasalnya, dampak anak sering dimarahi dan dipukul bersifat jangka panjang bahkan mempengaruhi secara negatif perkembangan fisik, mental, dan emosional anak. 

Dampak anak sering dimarahi dan dipukul

Kompas.com merangkum dampak anak sering dimarahi dan dipukul sebagai berikut dilansir dari American Academy of Pediatrics (AAP), Parents, dan Healthline

Ilustrasi memarahi anak, memukul anak, dampak anak yang sering dimarahi dan dipukulSHUTTERSTOCK/ANTONIODIAZ Ilustrasi memarahi anak, memukul anak, dampak anak yang sering dimarahi dan dipukul

1. Anak menjadi agresif 

AAP mengungkapkan, dampak anak sering dimarahi dan dipukul adalah meningkatkan agresivitas pada anak dalam jangka panjang. Selain itu, hukuman fisik tidak efektif dalam mengajarkan tanggung jawab dan pengendalian diri pada anak. 

Hukuman fisik dan kekerasan verbal membuat anak ketakutan dalam jangka pendek, namun tidak memperbaiki perilakunya dalam jangka panjang. Alih-alih menurut, hukuman fisik dan kekerasan verbal dapat menyebabkan perilaku yang lebih agresif, menurut AAP. 

Dalam sebuah penelitian, anak usia 3 tahun yang dipukul lebih dari dua kali sebulan, menjadi lebih agresif pada usia 5 tahun. Anak-anak tersebut,  menunjukkan perilaku negatif dan kosa kata yang lebih rendah pada usia 9 tahun, menurut penelitian tersebut.

2. Ganggu perkembangan otak 

AAP mengungkapkan fakta lainnya bahwa, hukuman fisik dan kekerasan verbal membahayakan anak karena mempengaruhi perkembangan otak.

Penelitian telah menunjukkan bahwa memukul, membentak, atau mempermalukan anak dapat meningkatkan hormon stres dan menyebabkan perubahan pada struktur otak. 

Penelitian lain, disarikan dari Healthline, membuktikan terdapat perbedaan di bagian otak yang berfungsi untuk memproses suara dan bahasa, pada kelompok anak yang memiliki riwayat kekerasan verbal dari orangtua dibandingkan anak-anak yang tidak mempunyai pengalaman buruk tersebut. 

Pasalnya, manusia memproses informasi dan peristiwa negatif lebih cepat dan menyeluruh dibandingkan informasi dan kejadian baik. 

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau