Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

2 Kunci Sukses Asmara Beda Budaya dan Bahasa...

Hubungan semacam ini, konon membutuhkan orang yang mudah beradaptasi, agar jalinan cinta yang terjalin bisa berjalan mulus. 

Bayangkan saja, mungkin kebiasaan kencan dari seseorang dengan latar belakang budaya yang berbeda, akan terasa berbeda pula.

Di sisi lain, menjalin hubungan dengan orang asing, bisa pula dijadikan prospek yang menarik saat kita berada di luar negeri, atau ingin menetap di luar negeri.

Namun, apa yang terjadi selanjutnya sesungguhnya bisa mendatangkan sensasi yang mendebarkan, dengan gegar budaya yang mengejutkan. 

Pengalaman berikut ini diungkapkan oleh Hilary Keyes di laman SavvyTokyo.com.

Keyes adalah perempuan asal Niagara Falls, Kanada, yang sudah menetap di Tokyo, Jepang, sejak 10 tahun terakhir.

Sebagai seorang wanita lajang, dia mengamati dan menjalani hampir setiap inkarnasi kencan modern, melihat baik dan buruknya. Dia pun melihat bagaimana orang-orang di sekitarnya menjalani hubungan.

Lantas, bagaimana pasangan dalam hubungan multibahasa bisa langgeng di Jepang?

Keyes mengaku memiliki pengalaman tersendiri tentang hal itu. Dia pun sempat melengkapi "riset"-nya tersebut dengan bertanya kepada lima pasangan "beda bahasa" yang sukses menjalin hubungan.

Ternyata, ada dua hal utama yang harus selalu diingat saat kita hendak menjalin hubungan "berbeda" semacam itu. 

1. Menyadari kepribadian yang berubah berdasarkan bahasa dan lokasi

Menurut psikolog dan ahli bahasa yang telah mempelajari orang-rang dengan multibahasa, bergantung pada bahasa asli kita, akan membuat kepribadian kita terlihat berbeda.

Kita akan bisa merasa lebih nyaman atau lebih ekspresif dalam satu bahasa terhadap lawan bicara kita.

Nah, ketika berada dalam hubungan multibahasa, ini berarti dinamika hubungan kita dapat berubah secara dramatis, akibat perbedaan penggunaan bahasa tersebut.

Contoh yang bagus adalah sebuah pengalaman yang dialami teman Keyes, Toshi dan Jane saat mereka bepergian ke luar negeri.

Keduanya mampu berbicara dalam bahasa Inggris dan Jepang. Kebanyakan mereka menggunakan bahasa Jepang saat berada di depan umum, dan memakai bahasa Inggris saat di rumah.

Namun, ketika mereka bepergian ke Amerika Serikat, Jane melihat, Toshi berubah menjadi seseorang yang paling menyenangkan yang tak pernah dia lihat sebelumnya.

"Dia terasa menjadi lebih terbuka, sangat berpendirian, mau memegang tanganku, memeluk pinggangku, dan bahkan menciumku di depan umum," kata Jane.

"Itu adalah sebuah perubahan, dan ini menjadi perjalanan tiga minggu yang sangat romantis."

"Tapi begitu kami mendarat di Narita, sosok hangat yang menyenangkan itu lenyap. Toshi kembali menjadi orang Jepang."

"Saya mendapati diri saya merasa kurang tertarik padanya saat itu, karena saya sangat terkesan dengan 'kepribadian bahasa Inggris'-nya," papar Jane.

Beruntung, setelah kembali ke kehidupan normal, Jane bisa mengembalikan rasa cintanya pada Toshi.  "Tapi itu adalah beberapa hari yang sulit bagi saya," kata Jane.

Cerita serupa pun dialami oleh sejumlah pasangan beda bahasan lain. Kedua belah pihak memiliki pendapat yang sama: kepribadian dan cara mereka berbicara, terutama di negara lain, sangat berbeda dengan perasaan mereka saat di Jepang.

Kebanyakan dari mereka merasa takut bahwa mereka mungkin kehilangan pasangan mereka sebagai akibat dari perbedaan tersebut.

Toshi juga merasakan hal serupa terhadap Jane. 

"Saya tidak pernah merasa lebih takut untuk kehilangan dia, ketika kami berada di dalam kereta dari Bandara Narita."

"Bayangkan saja, saya rasa Jane hanya berbicara tak lebih dari tiga kata saat kami berada dalam perjalanan itu," ungkap Toshi. 

Apa yang dapat kita dan pasangan kita lakukan?  

Berusahalah untuk mengetahui dan mengenali perbedaan dalam diri kita di antara bahasa-bahasa itu.

Lihat juga pada pasangan kita. Bicarakan apa arti perbedaan ini, dan bagaimana perasaan kita tentang masalah yang mungkin dia hadapi.

Tapi jangan terlalu memaksakannya. Kita tidak bisa memaksa perubahan mendadak dan kita tidak bisa mengharapkan orang untuk selalu menjadi seperti yang kita ingin.

Memahami dari mana asalnya, dan membuat perubahan kecil dalam rutinitas harian untuk membentuk hubungan yang seimbang antara "kesempurnaan yang dia harapkan" dan "standar normal bagi dia".

Langkah itu adalah perkembangan alami yang akan membantu lahirnya rasa nyaman dalam hubungan.

Dengan begitu, saat kita kembali kerutinitas perasaan "asing" mengapa kita bersama dia, tak akan muncul.

2. Memahami dan menghargai kedua budaya secara setara

Ketika kita secara alami cenderung menghargai pengalaman dan kebiasaan kita sendiri, dan  memperlakukan pengalaman pasangan dengan 'kurang hormat', maka tak akan pernah ada hasil positif dalam hubungan itu. 

Pengalaman yang dialami pasangan Sarah dan Masa bisa menjadi pelajaran.

Sarah adalah seorang perempuan dengan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu, tapi dia pun mampu berbicara dalam bahasa Jepang.

Sementara Masa adalah lelaki Jepang, yang juga mampu berbicara dalam bahasa China.

Dengan demikian, bahasa percakapan pasangan ini  umumnya memakai bahasa Jepang.

Masalah kerap hinggap pada Sarah, yang kadang kesulitan dengan kosa kata dan 'rasa', ketika berkomunikasi dengan Masa, atau dalam hal lain.

Sarah pun berjuang untuk menemukan padanan dalam bahasa Inggris yang setara. Hal ini paling sering terjadi saat mereka menonton TV atau film bersama.

"Terkadang seorang komedian mengatakan beberapa ungkapan yang terdengar sangat biasa, enggak lucu bagi saya."

"Padahal, Masa sampai terpingkal-pingkal. Lalu, dia mencoba menjelaskan cerita itu kepada ku, dan hasilnya tetap tidak lucu. Saya jadi kehilangan minat," kata Sarah.

Di sisi lain, saat Sarah ingin menjelaskan aspek budaya Barat, Masa mengatakan bahwa dia merasa perlu melihat ke Wikipedia.

Dengan cara itu, Masa mengaku bisa memahami secara lebih dalam tentang -misalnya, mengapa memasang figur malaikat di puncak pohon natal jadi begitu penting bagi Sarah.

“Memasang pohon natal adalah tradisi di keluarga. Tapi ketika Sarah bersedih karena tak bisa mendapatkan sosok malaikat untuk dipasang di pohon natal, awalnya saya pikir dia 'lebay'," kata Masa.

"Setelah dia menjelaskan tentang tradisi di keluarga dia, saya pun mencari tahu tentang sejarah pohon natal, akhirnya saya bisa mengerti kenapa hal yang menurut saya sepele, menjadi begitu penting bagi Sarah," papar Masa.

Apa yang dapat kita dan pasangan kita lakukan?    

Berada dalam hubungan multibahasa, terutama saat salah satunya hanya menguasai satu bahasa, dapat mendatangkan kesulitan tersendiri.

Ada kendala untuk berbagi latar belakang budaya yang unik, yang memerlukan pemahaman keduanya.

Meskipun kadang tak disadari, memiliki latar belakang budaya sama -atau memahami budaya tersebut, seringkali merupakan bagian penting dari sebuah hubungan.

Jadi, jika kita tidak mau belajar atau setidaknya menghargai, maka kita mungkin akan mengalami masa berat dalam relasi tersebut. 

Hubungan multi bahasa membutuhkan sedikit kesabaran, usaha untuk memahami orang lain, dan kesadaran konstan untuk tak memprioritaskan budaya dan bahasa sendiri, terhadap pasangan kita.

Keita, seorang warga Jepang memberikan masukan: "Jika ada liburan atau kejadian yang penting bagi kita, kita harus mempersiapkan penjelasan tentang itu untuk pasangan kita."

"Kemudian kita bisa menjelaskan mengapa hal itu penting, atau mengapa sesuatu hal dilakukan dengan cara tertentu, itu akan lebih mudah."

"Saya mulai melakukan itu, dan pasangan saya, Kate, lebih tertarik untuk berbagi pengalaman dengan saya, saat saya menjelaskan hal-hal itu terlebih dahulu," kata Keita.

Jadi, strategi utama untuk membuat koneksi semacam ini berjalan baik adalah menunjukkan minat pada pengalaman pasangan pasangan.

Ini tidak hanya akan menunjukkan kepada dia bahwa kita peduli, tapi juga membantu kita mempelajari sesuatu yang belum pernah kita ketahui sebelumnya.

Juga, merupakan kesempatan untuk membangun kenangan dan kesamaan bersama, sebuah langkah kunci untuk membangun hubungan yang sehat.

Pada akhirnya, sama seperti dalam hubungan monolingual apa pun, semua bermuara pada kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dan kesadaran diri penuh.

Tetapi, hubungan multibahasa membutuhkan sedikit kesabaran, usaha untuk memahami orang lain, dan kesadaran konstan untuk tak memprioritaskan budaya dan bahasa kita atas pasangan kita.

Selamat mencoba...

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/01/31/092328920/2-kunci-sukses-asmara-beda-budaya-dan-bahasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke