Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenali Problem Hipertensi, Gejala, dan Pemicunya

Kekuatan tekanan darah ini bisa berubah dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh aktivitas apa yang sedang dilakukan jantung.

Misalnya sedang berolahraga atau dalam keadaan normal/istirahat, serta juga terkait daya tahan pembuluh darahnya.

Tekanan darah tinggi adalah kondisi di mana tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 milimeter merkuri (mmHG).

Angka 140 mmHG merujuk pada bacaan sistolik, ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh.

Sementara, angka 90 mmHG mengacu pada bacaan diastolik, ketika jantung dalam keadaan rileks sembari mengisi ulang bilik-biliknya dengan darah.

Perlu diketahui, tekanan sistolik adalah tekanan maksimal karena jantung berkontraksi, sementara tekanan diastolik adalah tekanan terendah di antara kontraksi (jantung beristirahat).

Berapa seharusnya tekanan darah normal?

Memahami angka tekanan darah normal tidaklah mudah, terutama dengan istilah seperti “sistolik”, “diastolik”, dan “milimeter merkuri” (mmHg).

Namun, jika kita ingin menjaga tekanan darah tetap terkontrol, penting untuk mengetahui apa yang dianggap normal, dan kapan tekanan darah dikatakan terlalu tinggi alias hipertensi.

Tekanan darah normal berkisar di angka 120/80 mmHG.

Saat angka sistolik dan diastolik berada di kisaran ini, maka kita dapat disebut memiliki tekanan darah normal.

Seseorang baru disebut memiliki darah tinggi atau mengidap hipertensi jika hasil pembacaan tekanan darah menunjukkan 140/90 mmHG.

Tekanan darah yang terlalu tinggi akan mengganggu sirkulasi darah.

Namun begitu, memiliki tekanan darah normal bukan berarti kita pantas bersantai.

Saat angka sistolik berada di antara 120-139, atau jika angka diastolik (angka bawah) berkisar di 80-89, ini artinya kita memiliki “prehipertensi”.

Meskipun angka ini belum bisa dianggap hipertensi, tetap saja ini di atas angka normal.

rang-orang yang sehat juga dianjurkan untuk melakukan langkah pencegahan untuk menjaga agar tekanan darah tetap berada di kisaran normal, sekaligus menghindari risiko hipertensi dan penyakit jantung.

Apabila pembacaan tekanan darah kita berada di atas 180/110 mmHg, atau jika memiliki tekanan sistolik atau diastolik yang lebih tinggi dari angka ini, kita berisiko menghadapi masalah kesehatan yang sangat serius.

Angka ini menunjukkan kondisi yang disebut krisis hipertensi.

Jika tekanan darah kita sampai setinggi ini, dokter biasanya akan mengukur kembali setelah beberapa menit. Jika masih sama tingginya, kita akan segera diberi obat darah tinggi darurat.

Seberapa umumkah hipertensi?

Hampir semua orang dapat mengalami tekanan darah tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut angkanya saat ini terus meningkat secara global.

Peningkatan orang-orang dewasa di seluruh dunia yang akan mengidap hipertensi diprediksi melonjak hingga 29 persen pada tahun 2025.

Peningkatan kasus hipertensi juga terjadi di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) milik Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan bahwa 25,8 persen penduduk Indonesia mengidap hipertensi.

Laporan Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) menunjukkan angka pengidapnya meningkat jadi 32,4 persen. Ini artinya, ada peningkatan sekitar tujuh persen dari tahun-tahun sebelumnya.

Angka pasti di dunia nyata mungkin bisa lebih tinggi dari ini karena banyak orang yang tidak menyadari mereka memiliki tekanan darah tinggi.

Hipertensi disebut “pembunuh diam-diam” karena penyakit ini tidak menyebabkan gejala jangka panjang, tapi mungkin mengakibatkan komplikasi yang mengancam nyawa macam penyakit jantung.

Jika tidak terdeteksi dini dan terobati tepat waktu, hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi serius penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan, diabetes, dan banyak penyakit berbahaya lainnya.

Stroke (51 persen) dan penyakit jantung koroner (45 persen) merupakan penyebab kematian akibat hipertensi tertinggi di Indonesia.

Ciri-ciri  dan  gejala

Penderita hipertensi biasanya tidak menunjukkan ciri apapun atau hanya mengalami gejala ringan. Namun, darah tinggi yang parah mungkin menyebabkan:

- Sakit kepala parah

- Pusing

- Penglihatan buram

- Mual

- Telinga berdenging

- Kebingungan

- Detak jantung tak teratur

- Kelelahan

- Nyeri dada

- Sulit bernapas

- Darah dalam urin

- Sensasi berdetak di dada, leher, atau telinga

Mungkin masih ada gejala lain yang tidak tercantum di atas. Konsultasikan kepada dokter untuk informasi lebih lengkap.

Penyebab hipertensi

Hipertensi yang penyebabnya tidak jelas disebut hipertensi primer yang tidak dimengerti benar mekanismenya.

Tapi, tekanan darah tinggi juga bisa disebabkan oleh gaya hidup dan pola makan yang buruk.

Ambil contoh, merokok. Merokok satu batang saja dapat menyebabkan lonjakan langsung dalam tekanan darah dan dapat meningkatkan kadar tekanan darah sistolik sebanyak empat mmHG.

Nikotin dalam produk tembakau memacu sistem saraf untuk melepaskan zat kimia yang dapat menyempitkan pembuluh darah dan berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi.

Kebanyakan makan makanan asin, yang mengandung natrium (makanan olahan, makanan kalengan, fast food), dan makanan atau minuman yang mengandung pemanis buatan juga dapat meningkatkan kolesterol dan/atau tekanan darah tinggi.

Tekanan darah tinggi bisa muncul sebagai efek samping obat gagal ginjal dan perawatan penyakit jantung. Kondisi ini disebut hipertensi sekunder.

Pil KB atau obat flu yang dijual di toko obat juga bisa menyebabkan tekanan darah tinggi.

Wanita hamil atau yang menggunakan terapi pengganti hormon mungkin juga mengalami tekanan darah tinggi.

Tekanan darah tinggi karena obat mungkin menjadi normal setelah berhenti minum obat, tapi dalam beberapa kasus, tekanan darah masih meningkat selama beberapa minggu setelah menghentikan penggunaan obat.

Kita harus bertanya kepada dokter, jika tekanan darah abnormal terus terjadi.

Anak di bawah 10 tahun sering kali mengalami tekanan darah tinggi karena penyakit lain, misalnya penyakit ginjal.

Dalam kasus tersebut, tekanan darah anak akan kembali normal setelah mengonsumsi obat darah tinggi.

Faktor-faktor risiko

Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, lebih dari 25 persen penduduk Indonesia yang berusia di atas 18 tahun menderita tekanan darah tinggi maupun prehipertensi.

Sebagian besar kasus tekanan darah tinggi pada remaja diklasifikasikan sebagai hipertensi primer.

Seperti orang dewasa, penyebab hipertensi primer tidak sepenuhnya dipahami.

Beberapa remaja tampak mewarisi kecenderungan terkena tekanan darah tinggi dari orangtua mereka.

Sementara yang lain menjadi korban gaya hidup buruk, yang mengakibatkan obesitas dan bentuk tubuh tidak ideal yang istilahnya disebut dokter sebagai “menurunnya kebugaran kardiovaskular”.

Pada beberapa kasus, hipertensi pada remaja didasari oleh kondisi medis tertentu yang sudah lebih dulu diidapnya, seperti penyakit jantung maupun ginjal.

Namun secara umum, faktor-faktor berikut ini bisa meningkatkan risiko seseorang terkena hipertensi:

- Kelelahan

- Diabetes

- Asam urat

- Obesitas

- Kolesterol tinggi

- Penyakit ginjal

- Kecanduan alkohol

- Wanita yang menggunakan pil KB

- Orang yang memiliki orangtua atau kakek nenek dengan tekanan darah tinggi.

Namun, tidak memiliki faktor risiko bukan berarti Anda tidak akan kena hipertensi. Faktor ini hanya sebagai referensi. 

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/04/16/173114620/mengenali-problem-hipertensi-gejala-dan-pemicunya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com