Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat "Sneakers Knitting" Keren dan "Tak Mahal" Asal Bandung...

Banyak merek terkenal dunia yang memanfaatkan bahan semacam ini untuk beragam kreasi sneakers, mulai dari sepatu "gaya" hingga untuk keperluan olahraga profesional.

Knitting, atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah merajut, adalah metode membuat kain dari benang rajut.

Nah, dalam material sneakers biasanya dipakai bahan benang yang elastis hingga saat menjadi sepatu, permukaan bidang rajut akan mengikat pada kaki, tanpa perlu banyak bantuan dari tali sepatu.

Pemakaiannya menjadi mirip seperti saat memakai kaus kaki.

Sebutlah brand dunia macam Adidas yang memakai gaya ini untuk sederet produk sepatu lari mereka.

Atau, Nike yang mengaplikasikan bahan rajut dengan sebutan "Flyknit" untuk sejumlah sepatu lari. Material serupa pun dipakai pada areal pergelang kaki pada sepatu sepakbola dan basket.

Harga

Layaknya produk lain yang menjadi tren, umumnya sepatu dengan bahan knitting ini pun akan dijual sesuai dengan "standar" dari merek-merek tersebut.

"Ada uang ada barang”. Peribahasa itu bisa dipakai untuk menggambarkan bagaimana kualitas suatu produk, yang "disesuaikan" dengan harga yang harus dibayar.

Tren penggunaan material rajut itu pun ternyata diikuti oleh produsen sepatu lokal asal Bandung, Jawa Barat, yang memakai brand Calver.

Tentu saja, pendekatan harga yang ditawarkan oleh Calver. Sepatu yang ditawarkan Calver berkisar Rp 240.000-290.000 untuk berbagai jenis, mulai dari seri denim, lycra, leather, termasuk knitting.

Perkenalan Kompas.com dengan produsen sepatu Calver ini diawali dari sebuah iklan di media sosial yang lalu menggiring kepada sebuah laman penjualan Calver.

Tampilan dalam website tersebut terlihat amat rapi dan berkelas. Mungkin konsumen tak akan menyangka jika sepatu knitting yang mereka beri nama "Tony" tersebut dijual dengan harga di bawah Rp 250.000.

Penasaran dengan dengan produk tersebut, Kompas.com pun menyambangi workshop Calver di Jalan Windu, Lengkong, Bandung.

Ternyata, hasilnya produksi snakers knitting yang "tak mahal" ini, enggak mengabaikan kualitas, dan tergolong apik untuk kisaran harga tersebut.

Sepatu ini memakai bahan knitting yang cukup tebal. Cutting dan jahitannya rapi, dengan sol yang lumayan empuk, dan tetap terasa ringan saat digunakan.

Laris

Maka tak heran jika ternyata, seri knitting menjadi produk yang kini paling banyak dicari dari Calver.

Selain Tony, ada seri Nova yang menggunakan material knitting. Keduanya bermodel slip on, dengan pemesanan online bisa mencapai 30 pieces per hari.

“75 persen pesanan kami dari seri knitting ini,” ujar Yosua Dwipermana Putra, salah satu pemilik Calver, kepada Kompas.com belum lama ini.

Jumlah itu terbilang luar biasa untuk merek yang baru berjalan kurang dari dua bulan.

Karena kondisi itu pula, manajemen Calver tidak memiliki stok. Pembeli harus melakukan purchase order (PO), kemudian diproduksi, setelah rampung baru dikirim ke pembeli.

“Perusahaan ini baru satu bulan lebih, sedangkan pemesanan dalam dua minggu mencapai 200 pasang sepatu,” ungkap Yosua.

Yosua mengaku, dari pemesanan sebanyak itu hingga kini belum ada satu pun pelanggan yang menyampaikan keluhan.

Dia mengaku, Calver berupaya mengandalkan kualitas dengan harga yang miring.

“Di pasaran bisa dicek, dengan kualitas yang sama (seri knitting) dan merek starter juga, mereka jual minimal Rp 350.000an. Di kami Rp 240.000an,” tutur Yosua.

Bahkan, dia berani bertaruh dengan merek-merek ternama di Indonesia. Bahkan dengan merk internasional, kualitasnya nyaris sama, hanya berbeda di ketebalan bahan.

“Margin keuntungan kami tipis, itu yang membuat produk kami murah,” kata Yosua.

“Yang penting barang kami berkualitas, produk terjual banyak, dan orang tahu brand kami. Karena saat membangun brand ini pun, saya dan rekan saya, Tony, siap rugi,” tutur Yosua.

Ia memperkirakan, merek tersebut baru akan "balik modal" dalam waktu enam bulan.

“Modalnya Rp 100 juta. Saya dan Tony (owner lainnya-Anthony Handisanjaya) patungan untuk modal,” tambah dia.

Hingga kini, sudah ada 34 desain sepatu yang dijual. 34 desain tersebut dikeluarkan hanya dalam satu bulan.

“Target kami memang satu desain satu hari, sampai hari ini terkejar. Kalau sudah kewalahan, nanti rekrut desainer,” ungkap Tony.

Saat ini pun, Tony sudah menyiapkan 30 desain baru yang siap dikeluarkan satu per satu di pasaran.

Desain baru tersebut meliputi tambahan seri knitting, denim, dan produk baru seri moccasin.

“Kami sedang menyiapkan knitting model tali. Kami juga mengembangkan beberapa jenis sepatu seperti moccasin,” katanya.

“Di luaran moccasin dijual Rp 1,2 juta, kami akan jual di bawah Rp 300.000,” ungkap dia.

Inspirasi

Puluhan model itu terinspirasi dari banyak hal yang mereka sukai. Misalnya, untuk seri knitting, Tony terinspirasi dari Adidas dan Nike.

“Saya terinspirasi dari bahan yang digunakan Adidas dan Nike. Sedangkan modelnya berbeda, begitupun dengan corak."

"Adidas enggak akan punya desain sepatu seperti yang kami miliki,” ungkap dia.

Selain fokus pada desain dan penjualan online, Tony mengaku tengah menyiapkan sebuah toko di Kota Bandung. Dengan adanya toko, otomatis mereka harus menyiapkan stok.

“Kalau kemarin kan, ya udah mulai aja dulu. Makanya masih seadanya. Kaya packaging sepatu yang seadanya, terus belum ada stok,” imbuhnya.

Arti Calver

Tony mengatakan, dalam menjalankan bisnisnya, ia dan Yosua terbilang santai. Begitu pun saat menentukan nama merek sepatunya, Calver.

“Dulu awal tahun 1980an papi sama mami suka brik-brikan. Nah si papi, ngebrik pake nama Calver. Saya pikir namanya unik buat dijadikan merk,” imbuhnya.

Begitu pun dengan nama jenis sepatu Slip on knitting Tony dan Nova.

Nama Tony diambil dari namanya, karena saat itu bingung mencari nama. Sedangkan Nova diambil dari nama model yang mengenakan sepatu itu saat pemotretan.

Bukan hanya penentuan nama, bisnis ini pun dimulai dengan tidak sengaja.

Kala itu Yosua bekerja sebagai dropship dan Tony yang ikut menjalankan perusahaan orangtua di bidang produksi sepatu.

Suatu hari, kedua sahabat sejak masa SMA ini bertemu di sebuah acara. Dalam pertemuan itu mereka ngobrol ngaler ngidul hingga menceritakan pekerjaan masing-masing.

“Saya tanya, kenapa enggak buat merek sendiri? Lalu Yosua bilang, susah nyari partner,” ucapnya.

“Sejak obrolan itu, kami sepakat bekerja sama. Setelah belajar tentang marketing online dan lainnya, beberapa bulan sejak hari itu, kami meluncurkan produk,” kata dia.

Tony lalu fokus diproduksi, sedangkan Yosua di pemasaran. Keduanya tidak akan mencampuri tugas masing-masing.

“Paling hanya sekadar menyarankan atau memberi masukan, tapi tidak mengintervensi kerjaan masing-masing,” ungkap Tony.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/11/30/084202420/melihat-sneakers-knitting-keren-dan-tak-mahal-asal-bandung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke