Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Belanja Brand Lokal, Perjuangan Melawan Dampak Negatif Covid-19

Panitia HBBL, Achmad Alkatiri menceritakan awal mula HBBL tercetus.

Setelah 2-3 minggu Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia, brand lokal Indonesia menjadi salah satu jenis usaha yang langsung terkena dampaknya.

“Revenue brand lokal drop 30-60 persen karena krisis Covid-19,” tutur Achmad dalam konferensi pers virtualnya, Sabtu (25/4/2020).

Kondisi ini kemudian memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan bisnis brand lokal yang mayoritas adalah UMKM.

Beberapa brand terpaksa merumahkan karyawannya, misalnya para tukang jahit. Mereka pun kebingungan mengeluarkan barang.

Sebab, pandemi ini berbarengan dengan momen Ramadhan dan Idul Fitri. Waktu yang sebenarnya mereka andalkan untuk menjual produknya.

“Penjualan (saat Ramadhan) sering dijadikan brand lokal naik kelas. Misal dari awalnya (bermodal) Rp 100-200 juta menjadi Rp 300-400 juta,” tutur Achmad.

Berangkat dari pengalaman dan data tersebut, para pengusaha itu pun berani mengambil risiko dengan meminjam uang ke bank, untuk memproduksi barang yang akan dijual di saat Ramadhan.

Keprihatinan itu mendorong Achmad dan sejumlah pengusaha brand lokal menginisiasi HBBL.

Mereka berpikir saat seperti ini, pelaku brand lokal harus bersatu dan saling mendukung.

“Inisiatif ini tidak hanya mengenai promosi kepada konsumen. Tapi juga solidaritas antarsesama brand lokal,” tutur Achmad.

Pada awalnya, ia menargetkan acara ini diikuti 500 brand lokal. Di luar dugaan, tiga hari setelah pendaftaran, 476 brand lokal mendaftar.

Hingga akhirnya, 1.152 brand lokal bergabung, sebelum panitia menutup masa pendaftaran.

Penutupan dilakukan sebab panitia yang hanya berjumlah tujuh orang cukup kerepotan mengurusi 1000an brand.

Ia membandingkan, saat dia menyelenggarakan Harbolnas, penyusunan tim adhoc berjalan tujuh bulan sebelum acara.

Namun, karena sangat spontan dan mendesak, dalam 25 hari acara ini bisa terwujud. Walau untuk mewujudkannya, banyak anggota tim yang tidak tidur.

“Banyak panitia yang gak tidur-tidur. Ini hystorical moment dan gila sih menurut gue. Tujuh orang tim adhoc ngurus 1.152 brand,” ucap dia.

Terlepas dari itu, bagi Achmad, hal ini adalah sesuatu yang harus diperjuangkan. Sebab, banyak orang yang bergantung pada keberlangsungan brand lokal tersebut.

“Satu brand lokal biasanya memiliki 5-10 karyawan. Tukang potong kain, jahit, dan mereka low income community, dan mereka tulang punggung keluarga,” kata dia.

Achmad mengungkapkan, di antara mereka, banyak yang tidak berpendidikan tinggi sehingga sulit mencari pekerjaan lain.

Ke depan, HBBL akan digelar kembali. Bukan hanya itu, tujuan besarnya adalah membangun ekosistem dan support system, sehingga brand lokal bisa saling menguatkan.

“Jangan salah, produk lokal memiliki kualitas yang bagus, bahkan lebih bagus dari produk-produk di luaran sana,” cetus dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/04/25/200000320/hari-belanja-brand-lokal-perjuangan-melawan-dampak-negatif-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke