Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Video Game Baik untuk Otak?

KOMPAS.com - Video game menawarkan banyak petualangan dan hiburan.

Beberapa video game semacam Tetris, atau Candy Crush Saga yang lebih modern adalah permainan mengasah otak yang memerlukan strategi khusus agar bisa diselesaikan.

Kita ambil contoh lain yang lebih kompleks, yaitu Nier: Automata hasil kolaborasi antara Square Enix dan PlatinumGames yang memiliki jalan cerita dan grafis mengesankan.

Dalam video game itu, kita ditempatkan sebagai android wanita YoRHa bernama 2B yang diciptakan manusia untuk merebut kembali Bumi setelah diinvasi oleh mesin-mesin dari ruang angkasa.

Nah, bermain game memang mengasyikkan, bisa menghibur, dan sering membuat lupa waktu.

Namun, efek video game bagi otak terus menjadi pro dan kontra, apalagi jika kita sudah kecanduan video game.

Kecanduan video game didefinisikan sebagai gangguan kesehatan mental oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019.

Jika demikian, apakah video game baik untuk kita?

Spesialis kesehatan perilaku anak Michael Manos, PhD, mengungkap bagaimana video game memengaruhi otak secara positif dan negatif, dan kapan kecanduan video game bisa berbahaya.

Apakah bermain game baik untuk otak?

American Academy of Pediatrics menganjurkan anak di bawah usia 2 tahun untuk tidak menatap layar perangkat.

Lalu, anak berusia 2-5 tahun harus membatasi waktu menatap layar (screen time) satu jam atau kurang di hari kerja, dan tiga jam pada akhir pekan.

Akan tetapi, sebuah studi terbaru yang meneliti lebih dari 2.200 anak menemukan, gamer yang bermain lebih dari 21 jam per minggu memiliki performa lebih baik saat diuji untuk perilaku impulsif dan menghafal.

Hasil itu dibandingkan dengan anak yang bukan pemain video game.

Peneliti mengamati, jika dibandingkan non-gamer, gamer memiliki aktivitas lebih banyak di wilayah otak yang terkait perhatian dan memori.

1. Meningkatkan materi otak

Banyak studi menunjukkan video game memengaruhi plastisitas otak (kemampuan otak untuk berubah sebagai respons terhadap pembelajaran) melalui penggunaan kontrol perhatian dan pemrosesan hadiah.

Semakin kita dapat mengarahkan perhatian ke tugas tertentu, semakin kita terangsang untuk menyelesaikan tugas itu dan melanjutkan ke tugas yang lebih rumit.

Materi abu-abu atau lapisan terluar otak mengandung miliaran neuron dan bertanggung jawab untuk mengendalikan gerakan, memertahankan ingatan, dan mengatur emosi kita.

Intinya, semakin banyak kita belajar, semakin mampu otak untuk beradaptasi.

"Seperti stimulan, video game dapat meningkatkan materi abu-abu di otak," kata Manos.

"Materi abu-abu menyediakan interkonektivitas (kemampuan untuk terhubung satu sama lain) dan memungkinkan satu bagian otak berinteraksi dengan bagian lain dari otak dan mengembangkan persepsi diri kita."

2. Memberikan aktivitas yang merangsang

Tidak seperti acara TV dan film, video game bersifat interaktif dan memerlukan perhatian terhadap detail dan manajemen tugas.

Seperti permainan Nier: Automata yang dijelaskan di awal, ada main quest yang harus diselesaikan untuk dapat melawan boss terakhir dan menonaktifkan seluruh mesin ruang angkasa yang menginvasi Bumi.

Namun selain itu, banyak side quest yang perlu dikerjakan untuk menyempurnakan permainan.

Untuk setiap quest yang diselesaikan, biasanya karakter kita akan mendapatkan experience point untuk meningkatkan skill karakter.

Juga, kita mendapatkan trofi di dalam game yang melambangkan pencapaian kita.

Sistem tantangan dan hadiah ini sangat bermanfaat bagi para gamer yang ingin menyelesaikan setiap misi sebelum melanjutkan ke misi berikutnya.

"Serangan penguatan yang konstan sering terjadi dan berturut-turut dalam video game," jelas Manos.

"Bahaya dari situasi tertentu dan penyelesaian situasi memberi kita rasa pencapaian, yang tidak banyak terjadi dalam kehidupan nyata. Ini membuat video game sangat merangsang."

3. Meningkatkan fokus dan kemampuan koordinasi tangan dan mata

Kita seringkali harus memerhatikan isyarat visual dan audio untuk menyelesaikan tugas tertentu dalam video game.

"Saat bermain video game, kita harus memerhatikan setiap hal kecil yang masuk ke bidang visual dan bereaksi terhadap itu," catat Manos.

"Mampu membedakan secara visual, dapat membedakan satu hal dengan hal lainnya juga merupakan keterampilan yang bisa dikembangkan dengan bermain video game."

Untuk meningkatkan fokus dan koordinasi antara mata dan tangan sebenarnya tidak hanya bisa diperoleh melalui video game.

Di kehidupan nyata, Manos mencontohkan situasi di mana kita mengemudi melewati kabut.

"Jika kita mengemudi melalui kabut, kita harus sangat waspada untuk melihat apa pun yang ada di depan kita," tutur dia.

"Itu adalah keterampilan yang harus kita pelajari dan hal semacam itu dapat ditingkatkan dalam bermain video game."

"Namun, hanya karena kita bisa membedakan sesuatu dalam video game, bukan berarti kita juga dapat membedakan sesuatu dalam kehidupan nyata," imbuhnya.

4. Meningkatkan kemampuan set-shifting dan fungsi kognitif lain

Set-shifting adalah kemampuan untuk bergerak maju mundur di antara tugas-tugas yang berbeda secara berurutan.

Kemampuan untuk memulai satu tugas dan segera mengambil tugas lain merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas kognitif individu.

Set-shifting sering diartikan sebagai multitasking, padahal sebenarnya berbeda.

Kemampuan untuk mengarahkan perhatian kita dari satu hal ke hal lain seperti memasak makan malam sembari mendengarkan lagu atau berita merupakan keterampilan yang penting dimiliki.

"Kita beralih tugas setiap saat. Fungsi eksekutif itu cenderung sedikit lebih baik saat bermain video game," ungkap Manos.

Adapun fungsi kognitif lain yang bisa ditingkatkan dengan bermain video game.

Temuan studi pada 2020 menunjukkan, berbagai jenis video game meningkatkan fungsi kognitif yang berbeda.

Video game bergenre action --misalnya, sangat terkait dengan peningkatan kemampuan seseorang untuk mengarahkan perhatian mereka dan menyaring informasi tertentu.

Sementara itu, permainan puzzle semacam Tetris dikaitkan dengan peningkatan kinerja dalam navigasi, persepsi, dan pengenalan.

Namun, beberapa penelitian di bidang video game saling bertentangan dan sulit menentukan mekanisme yang tepat di balik masalah yang sedang dipelajari.

Satu studi dengan cakupan kecil yang dimuat dalam National Center for Biotechnology Information menunjukkan, anak-anak yang aktif secara fisik memiliki waktu reaksi yang lebih cepat daripada mereka yang hanya bermain video game.

Sementara itu menurut studi lain, individu yang bermain video game memiliki peningkatan kemampuan untuk belajar dari pengalaman dan mengelola konflik.

Pro dan kontra pengaruh video game terhadap fungsi otak tidak terlepas dari banyaknya studi selama dekade terakhir yang mengungkap bahwa kecanduan internet dan video game adalah masalah nyata.

Tetapi faktanya, kecanduan video game hanya memengaruhi 3,05 persen dari populasi dunia.

Sejak The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders menambahkan istilah internet gaming disorder pada 2013, berbagai studi menunjukkan kecanduan video game mirip dengan kecanduan yang terkait gangguan penggunaan narkoba.

Secara spesifik, individu yang memainkan massively multiplayer online role-plaing games (MMORPG) diyakini paling berisiko mengembangkan kecanduan video game.

Keyakinan itu disebabkan oleh tekanan yang selalu ada untuk meningkatkan level karakter atau berpartisipasi dalam event terbatas.

"Video game sangat merangsang sehingga anak ingin memertahankan keterlibatan dengan video game, seolah-olah itulah kehidupan," kata Manos.

"Event berikutnya selalu ada di depan mata, dan kita perlu sampai ke event tersebut. Itulah yang memicu kecanduan."

Studi lain di National Center for Biotechnology Information menemukan, terdapat peningkatan konsentrasi dan kemampuan visuomotor seperti kesadaran spasial dan koordinasi tangan-mata pada gamer yang memainkan MMORPG.

Namun, peneliti studi juga menemukan perbedaan struktural otak dan hilangnya kontrol diri pada pemain MMORPG.

Untuk lebih memahami dampak dari video game pada otak, diperlukan studi lebih lanjut guna melihat penyebab dan efek game secara spesifik.

Tanda anak kecanduan video game

Jika kecanduan mulai mengambil alih kehidupan kita dan mengubah kemampuan kita untuk berpartisipasi dan menikmati aktivitas sehari-hari, hal ini perlu menjadi perhatian.

"Ketika orangtua memerhatikan anak menghindari tugas-tugas tertentu, mengganti aktivitas tertentu (mengganti bermain bersama teman atau berolahraga dengan video game), kita harus mulai khawatir," ujar Manos.

"Saat anak bersedia mengorbankan atau mengkompromikan aktivitas yang sebelumnya diminati untuk bermain video game, maka amati berapa banyak waktu anak itu bermain dan membatasi waktu bermain mereka."

Anak dikatakan kecanduan video game jika mereka emosi atau menjadi agresif ketika diminta untuk menjeda atau menghentikan game.

"Tidak mudah menjauhkan anak dari video game," kata Manos.

"Jika reaksi emosional terjadi saat anak tidak diperbolehkan bermain video game, itu menjadi masalah."

Cobalah berkonsultasi kepada penyedia layanan kesehatan atau terapis anak untuk menentukan apakah anak perlu menjalani terapi perilaku kognitif demi mengelola penyebab ketergantungan berlebihan pada video game.

Namun jika anak masih berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan fisik dengan teman dan anggota keluarga, tidak ada salahnya membiarkan anak sesekali menikmati video game.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/11/17/152658620/apakah-video-game-baik-untuk-otak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke