Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

TikTok Jadi Wadah Kreator Muda Lestarikan Lingkungan dan Budaya

Tak heran, apa pun konten yang diunggah di platform ini bisa dengan cepat menjadi viral atau tren, yang kemudian akan diikuti oleh banyak orang.

Beberapa anak muda pun akhirnya memanfaatkan TikTok sebagai wadah mereka untuk berekspresi.

Bahkan, ada pula yang membuat konten-konten menginspirasi dan berdampak positif bagi masyarakat, mulai dari melestarikan lingkungan hingga budaya.

Membersihkan sampah di sungai dan laut

Hal tersebut juga dilakukan oleh lima sekawan asal kota Bandung, Jawa Barat, yang menamai diri mereka sebagai Pandawara Group.

Melalui TikTok Southeast Asia Impact Forum yang digelar di Jakarta, beberapa waktu lalu, para anggota Pandawara Group berbagi tentang konten inspiratif mereka, yakni bersih-bersih sampah di sungai dan laut.

Menurut salah satu anggotanya yang bernama Gilang Rahma (22), aksi bersih-bersih ini berawal dari keresahan mereka terhadap dampak banjir akibat sampah plastik di sungai.

Dari situ, mereka mencoba untuk mencegah masalah banjir yang sebenarnya terjadi akibat ulah manusia yang kurang baik dalam mengelola sampah.

"Kami melihat TikTok adalah platform yang kreatif dan inovatif untuk menyebarkan gerakan yang lebih positif, seperti gerakan membersihkan sampah di sungai dan laut," katanya.

"Untuk setiap video yang kami posting itu memang sudah terkonsep dari awal, sesuai dengan pasar yang ada di media sosial saat ini," ujar Gilang.

Gilang pun mengakui, sebelum kontennya menjadi sangat viral, masih banyak anak muda yang gengsi untuk membersihkan sampah di sungai dan laut.

Sebab, menurut dia, kebanyakan anak muda menganggap bahwa kegiatan bersih-bersih sampah ini kurang menyenangkan.

"Makanya, Pandarawa Group ingin berusaha memodifikasi antara tren dengan kegiatan tersebut lewat konten di TikTok, yang ternyata menuai respons positif dari banyak kalangan," terangnya.

"Kami pun mengemas konten dan mengambil sampah juga dibuat semenarik mungkin agar anak-anak muda mulai peduli dan mau terjun langsung untuk ikut membersihkan sampah," jelas Gilang.

Tak hanya berhenti dengan membuat konten di TikTok, Pandawara Group juga mulai mengubah kebiasaan mengelola sampah yang baik melalui edukasi ke sekolah.

"Untuk sekarang kami ada beberapa rencana program yang akan dijalankan, yaitu kunjungan ke sekolah-sekolah. Targetnya baru sekolah menengah pertama (SMP)," kata anggota Pandawara Group, Muchamad Iksan (21).

"Dalam program tersebut, kami ingin mengedukasi bagaimana caranya anak muda bisa tergerak pola pikirnya untuk menjaga lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya agar lingkungan sekitar bisa menjadi lebih baik," sambung dia.

Untuk aksi bersih-bersih itu sendiri, Iksan menuturkan bahwa Pandawara Group melakukannya secara rutin, enam sampai delapan kali dalam sebulan di sungai dan di sebulan sekali di pantai.

"Kalau untuk sungai kami masih melakukannya di Bandung dan sekitar Jawa Barat. Sementara untuk pantai, kami sudah mengunjungi setiap provinsi yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya ada Bali, NTB, Lampung, dan Banten," ungkapnya.

Dengan pengikut sebanyak 700 ribu di platform tersebut, Ayuan mencoba untuk memperkenalkan kembali alat musik tradisional sape agar terus lestari.

"Sape adalah alat musik tradisional khas Dayak yang mulai terlupakan," terangnya.

Menurut Ayuan, alat musik petik sape ini dulunya hanya memiliki dua senar saja yang digunakan untuk memainkan lagu adat.

Namun, seiring berkembangnya zaman, sape kini telah memiliki lebih banyak senar, sehingga dapat digunakan untuk memainkan beragam lagu yang lebih luas.

"Saya sendiri belajar itu sejak tahun 2016, karena semakin ke sini, semakin jarang perempuan yang memainkannya," kata Ayuan.

"Untuk konten di TikTok, saya banyak meng-cover lagu-lagu daerah, di mana sape ini akhirnya bisa dikolabirasikan dengan alat musik lain," ujar dia.

Ayuan pertama kali mencatat penonton terbanyaknya di TikTok saat ia bermain sape dengan lagu berjudul "Ampar-ampar Pisang" yang dilihat hingga 4,2 juta kali.

"Sejak saat itu, saya banyak membawakan lagu-lagu daerah dengan sape, sekaligus mengangkat kembali lagu-lagu daerah yang mulai tersisihkan," jelasnya.

Kecintaannya pada sape juga terbukti membawanya turut serta dalam sejumlah kolaborasi bersama dengan musisi lain, seperti Balawan dari Bali saat Rainforest Festival di Sarawak tahun 2022 lalu.

Selain itu, Ayuan juga pernah berkolaborasi dengan native american yang membawakan lagu dengan alat musik khas suku Indian.

Bisnis minuman jahe dari Malaysia

Selanjutnya, ada anak muda yang mulai berbisnis dengan memanfaatkan rempah-rempah khas negaranya di Malaysia.

Hafiz (23), pendiri merek minuman Mr. Bentong, awalnya sering minum jahe karena sakit yang dideritanya.

Namun, beberapa kali mencoba minuman jahe dengan ramuan ala Tiongkok membuatnya kurang nyaman, sehingga ia menciptakan formula sendiri dengan rasa yang lebih enak.

"Kurang lebih sebulan lamanya saya membuat formulasi minuman-minuman berbahan dasar jahe ini untuk bisa dijual," katanya.

Untuk manfaatnya sendiri, Hafiz mengatakan bahwa minuman jahe ini baik bagi kesehatan, serta dapat meningkatkan stamina.

"Kesulitan untuk membuat minuman ini sebenarnya terletak pada proses pengemasannya," ungkap Hafiz.

"Produk ini dibuat melalui proses fermentasi, jadi ada gas yang bisa meledak jika dimasukkan ke dalam botol. Maka, saya harus membuat bagaimana agar minuman ini bisa aman dikemas dalam botol," imbuhnya.

Di samping minuman yang berbahan dasar jahe, Mr. Bentong juga menyediakan produk minuman dari buah-buahan alami seperti lemon, apel, dan semangka yang sudah dipasarkan secara offline melalui retail maupun online melalui marketplace.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/06/21/071355920/tiktok-jadi-wadah-kreator-muda-lestarikan-lingkungan-dan-budaya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com