Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak Muda Lebih Mudah Alami Kelelahan Otak, Ini 6 Penyebabnya

KOMPAS.com - Istilah "jam koma" belakangan dibincangkan di media sosial, merujuk pada sejumlah gejala yang mengarah pada penurunan fungsi otak.

Secara medis, jam koma adalah kondisi brain fatigue atau kelelahan otak. Kelelahan otak terjadi ketika otak digunakan secara terus-menerus sehingga overload atau overaktivasi. 

Kelelahan otak dapat membuat seseorang mengalami gangguan kognitif, baik yang bersifat ringan maupun berat. 

Menurut ilmuan otak sekaligus Dekan FK UPN Veteran Jakarta, kondisi kelelahan otak ini rentan dialami oleh anak muda, seperti generasi milenial. 

"Saya mau beri catatan khusus bagi generasi milenial. Mereka lebih mudah mengalami kelelahan otak ini," ujarnya saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (23/10/2024). 

  • Ramai di Media Sosial, Apa Itu Jam Koma?
  • Cara Menghindari Jam Koma, Pahami Waktu Ideal Penggunaan Gadget

Berikut adalah enam penyebab mengapa anak muda rentan terkena jam koma atau kelelahan otak. 

1. Overload informasi

Menurut Taufiq, di tengah lautan informasi yang tiada henti, gen milenial sering kesulitan memilah mana informasi yang relevan dan mana yang sekadar hoaks. 

Hal ini membuat pikiran mereka terbebani, seolah-olah harus menyaring semua informasi tanpa henti.

2. Multitasking 

Multitasking atau mengerjakan lebih dari satu pekerjaan sekaligus kerap menjadi rutinitas sehari-hari.

Melakukan hal baru sambil menangani banyak tugas justru bisa menguras energi mental. Akibatnya, produktivitas bisa menurun.

"Meski otak bisa melakukan ini, tapi untuk hal-hal yang baru akan menguras energi otak," ujar ungkap Taufiq. 

  • Viral di Kalangan Gen Z, Ini 7 Tanda Kamu Alami Jam Koma
  • Tidur 7-9 Jam Per Malam Bisa Tingkatkan Kesehatan Otak, Benarkah?

3. Penggunaan gadget berlebihan

Di era modern ini media sosial dapat menjadi penghubung dengan orang lain.

Namun, keinginan untuk terus terhubung dengan orang lain membuat kita rentan mengalami kecanduan. 

"Akibatnya mereka aktif siang malam dengan gadget-nya," tuturnya. 

Penggunaan gadget secara terus-menerus membuat dapat membuat otak dan mental merasa lelah juga menurunkan produktivitas. 

4. Pola tidur yang buruk

Penggunaan teknologi secara berlebihan berdampak pada kualitas tidur, sehingga banyak orang tidak mendapatkan istirahat yang cukup.

5. Mager (malas bergerak)

Kebiasaan kurang bergerak dan berolahraga dapat menyebabkan kondisi fisik yang tidak optimal, yang pada gilirannya mempengaruhi kesehatan mental.

"Mager membuat fisik tidak cukup bagus untuk menopang mental," jelas Taufiq. 

  • Jangan Mager, Ini 6 Cara Sederhana Atasi Rasa Malas Olahraga
  • 7 Risiko Sering Memarahi Anak, Trauma dan Ganggu Perkembangan Otak

6. Stimulus berlebih

Di era diggital ini, ada berbagai platform diigital dari mulai media sosial, e-commerce, games, dan lain sebagainya. 

Setiap penggunaan platform memberikan stimulus pada otak. Penggunaan macam-macam platform dapat memberikan terlalu banyak stimulus yang membuat otak menjadi lelah. 

Berbagai platform digital memberikan rangsangan yang berlebihan, meningkatkan beban mental yang harus mereka hadapi setiap hari.

"Overload stimulus, apalagi platform macam macam itu," tutup Taufiq. 

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/10/24/120700520/anak-muda-lebih-mudah-alami-kelelahan-otak-ini-6-penyebabnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com