Namun, menu MBG di beberapa kota mendapatkan berbagai keluhan dari para siswa, mulai dari sayuran yang basi hingga lauk yang keras.
Dokter dan Ahli Gizi Masyarakat DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum mengingatkan, pengelolaan makanan yang tidak sesuai standar keamanan, bisa berdampak buruk pada kesehatan anak.
Ia mengimbau ,agar program ini terus memperketat penerapan prinsip keamanan pangan, seperti Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), agar tidak ada lagi keluhan kualitas makanan yang buruk.
“Metode HACCP ini mengatur pengelolaan makanan harus sesuai standar keamanan dan higienitasnya mulai dari bahan makanan di pilih hingga sampai ke konsumen,” ujar dr. Tan, Sabtu (11/1/2025).
Lantas, apa saja yang poin penting penerapan HACCP tersebut?
1. Seleksi Bahan Pangan Saat Dibeli
Keamanan pangan harus dipastikan mulai dari pemilihan bahan dasar makanan yang tepat.
Ia menambahkan, ada syarat-syarat tertentu yang harus diperhatikan saat membeli bahan makanan seperti ikan, daging, sayuran, dan bumbu dapur.
Hal ini harus diperhatikan, agar makanan yang dikonsumsi anak terjamin kesegaran bahan dan keamanannya.
“Suatu titik penting di mana ketika bahan mentah itu tidak boleh yang sudah busuk ya. Bahan mentah tidak boleh yang sudah jamuran,” katanya.
2. Penyimpanan Bahan Makanan yang Tepat
Penyimpanan bahan makanan menjadi langkah krusial lainnya. Terlebih, Indonesia sebagai negara beriklim lembab, memiliki risiko tinggi terhadap bahan makanan yang mudah bulukan atau membusuk.
Jangan sampai makanan yang diterima anak-anak, berasal dari bahan baku masakan yang sudah tidak segar karena kesalahan penyimpanan.
“Bukan cuma beras, bahan makanan lain seperti daging dan bumbu dapur lainnya harus benar-benar tepat suhu dan cara penyimpanannya,” tegas dia.
3. Kebersihan Makanan Saat Dimasak
Standar kebersihan saat memasak menjadi hal wajib dalam penerapan HACCP. Tak hanya kebersihan bahan baku yang digunakan, tetapi juga kebersihan fasilitas masaknya.
“Ketika bahan-bahan diracik, ada standarnya, misalnya tentang kebersihan tempat masaknya, peralatan makan yang dipakai,” jelas dr. Tan.
Ia juga mengingatkan untuk menjaga kondisi dapur, agar tetap bersih dan tidak jadi tempat kucing, tikus, atau binatang lainnya bersarang.
4. Pemakaian Bahan Imbuhan
Penggunaan bahan imbuhan seperti micin dan saus sering menjadi kebiasaan dalam memasak makanan di Indonesia.
Namun, dr. Tan menyoroti risiko yang mungkin muncul jika dalam pengolahan makanan untuk anak menggunakan bahan-bahan tersebut.
Ia menyarankan, agar bahan imbuhan digunakan secara bijak dengan porsi yang sesuai. Bahkan jika bisa, penggunaan bahan imbuhan dihindari sebisa mungkin.
“Micin atau persausan itu punya risiko kelebihan kandungan garam, gula, atau bahkan micinnya sendiri,” sahutnya.
5. Cara Pengemasan
Dr. Tan menekankan pentingnya memilih bahan kemasan yang bebas dari zat berbahaya.
Jangan sampai makanan yang panas langsung disimpan di wadah plastik mengandung BPA.
Hal ini tentunya akan berpotensi melahirkan gangguan kesehatan lainnya. Ia juga melarang penggunaan styrofoam atau kertas nasi yang dilapisi plastik, karena berisiko meleleh saat terkena makanan panas.
“Pengemasan kalau menggunakan plastik harus bebas BPA. Haram hukumnya menggunakan plastik kantong gula atau es, nanti ada mikroplastik di makanannya,” imbau dia.
6. Pendistribusian Makanan
Tahap akhir yang tak kalah penting adalah pendistribusian makanan. Menurutnya, makanan matang harus segera dikonsumsi dalam waktu dua jam setelah dimasak.
“Karena di atas dua jam, suhu makanannya akan antara 5 sampai 60 derajat Celsius. Ini adalah suhu kritis ketika bakteri dan jamur bisa tumbuh,” tandas dia.
Ia menambahkan, makanan basi bukan disebabkan oleh penutupan saat panas, melainkan akibat penyimpanan dalam suhu kritis terlalu lama.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/01/13/111500720/dokter-gizi-imbau-program-makan-bergizi-gratis-perketat-6-prinsip-haccp