Anak perempuan satu-satunya itu dinyatakan mengidap epilepsi pada usia lima bulan, meski terlahir dengan sehat, tidak prematur, dan tidak pernah terjatuh atau terbentur apapun.
Namun, kejang yang dialami anak berusia hampir tujuh tahun itu berbeda dari ODE lainnya. Ketika sedang tiduran, matanya tiba-tiba menghadap ke satu arah dan terdiam seperti orang pingsan. Hanya, tubuhnya kaku.
Gina mengaku, dirinya sempat tidak terima dengan keadaan anaknya, meski dokter sudah menunjukkan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa Gwenny positif epilepsi.
“Saya nangis di depan dokter. Terima kenyataan pada saat hasil itu keluar, rekam otak itu keluar. Kalau terbayang (mengingat) lagi, pikiran negatifnya pasti ‘kenapa anaknya begini? Jauh berbeda dengan kakaknya’,” ucap dia kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, epilepsi adalah penyakit gangguan sistem saraf pusat yang membuat aktivitas otak menjadi tidak normal.
Gejala epilepsi adalah kejang berulang yang diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik neutron otak secara berlebihan. Biasanya, kondisi kejang berulang disertai dengan hilangnya kesadaran.
Gina mengaku, ia sempat menyetop pengobatan anaknya, karena masih belum percaya.
“Saya enggak begitu percaya, anakku enggak begitu (epilepsi). Setelah itu, saya lepas obat. Seminggu aman, hari kedelapan kambuh. Di situ, berulang kali kejangnya. Di situlah saat Gwenny dibawa ke dokter,” ucap dia.
Gina mengatakan, ia ditegur oleh dokter karena hal tersebut. Dokter menegaskan bahwa obat harus diminum agar saraf otak Gwenny tidak bertambah rusak.
“Dokter bilang, selagi BAB dan BAK-nya bagus, tidak masalah karena sebenarnya anaknya memang harus minum obat. Karena itulah yang bikin epilepsinya enggak kambuh,” ucap dia.
“Maksud saya, karena Gwenny anak perempuan satu-satunya. Masa sih, anak saya begitu? Karena anak pertama dan kedua enggak begitu,” lanjut Gina.
Sempat merasa malu
Gina mengungkapkan, dokter yang menangani anaknya berhasil membuat Gina menerima keadaan anaknya. Ia pun kembali memberikan obat pada Gwenny.
Sang dokter mengingatkan, bahwa Gwenny akan bisa menerima keadaannya jika sang ibunda menerima keadaan anaknya.
Meski demikian, bukan berarti perasaan malu yang turut Gina rasakan menghilang.
“Dulu sebenarnya saya malu ‘mengakui’ bahwa anak saya ODE. Jujur saya malu,” ungkap dia.
Menurut dia, tidak ada orangtua yang bisa menerima keadaan anaknya seperti itu, terutama ketika memikirkan masa depan Gwenny.
Gina khawatir apakah Gwenny bisa diterima oleh orang-orang di sekitarnya. Pasalnya, sebagian masyarakat Indonesia masih awal dengan epilepsi, baik penyebab maupun penanganan ketika kambuh.
“Tapi, orangtua saya kasih saya semangat, karena enggak bisa melawan kehendak Tuhan,” tutur dia.
Kala itu, ia sudah bergabung dalam forum Komunitas Epilepsi Indonesia (KEI). Di sana, sesama ODE sering membagikan kisah mereka, termasuk apa yang dirasakan dan dilakukan saat kejang kambuh.
Lambat laun perasaan malu itu menghilang. Menurut Gina, ia tidak bisa terus menyembunyikan diri dari keadaan anaknya.
Sebab, banyak anak-anak yang juga mengidap epilepsi seperti Gwenny. Ia pun kembali mengingat apa yang dikatakan oleh dokternya, yakni untuk menerima keadaan Gwenny agar Gwenny menerima keadaannya.
“Pikir bahwa di balik anak saya begitu, pasti ada yang spesial dari dia. Ada yang lebih dari dia. Kalau respons orang bilang epilepsi enggak bisa sembuh, saya enggak mau pikir ke situnya. Saya anggap terserah mereka mau bicara apa,” ungkap Gina.
“Saya enggak mau menghadapi ke depannya bagaimana. Saya mau menghadapi yang sekarang, karena perjalanan anak ini masih panjang. Saya enggak tahu apa yang akan terjadi dengannya ke depan,” tutup dia.
Sejak kembali meminum obatnya usai dihentikan oleh Gina dahulu kala, sampai saat ini kejang Gwenny tidak pernah kambuh. Bahkan, dokter mengatakan bahwa pengobatan Gwenny sudah bisa dihentikan.
Meski demikian, Gina masih enggan melakukannya, karena trauma yang diberikan ketika Gwenny kejang berulang kali saat obatnya disetop.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/03/25/100500420/jadi-caregiver-ode-gina-mengaku-sempat-tidak-terima-dan-malu