Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cara Mengatasi Survivor Guilt Menurut Psikolog, Jangan Dipendam Sendiri

KOMPAS.com – Tak semua orang langsung merasa lega karena berhasil selamat dari kejadian traumatis, seperti kecelakaan atau bencana. Sebagian justru dihantui rasa bersalah atau dikenal sebagai survivor guilt.

Psikolog Meity Arianty, STP., M.Psi., menjelaskan, survivor guilt merupakan bentuk luka psikologis yang muncul saat seseorang merasa dirinya tidak pantas selamat, apalagi jika ia melihat langsung orang lain menjadi korban.

“Biasanya terjadi pada korban bencana alam, kecelakaan, dan tragedi mematikan lainnya. Rasa bersalah ini bisa sangat mengganggu dan berkepanjangan, sampai menghambat kehidupan sehari-hari,” ujar Meity saat diwawancarai Kompas.com, Senin (16/6/2025).

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi survivor guilt. Meity menekankan pentingnya tidak memikul beban ini sendirian.

“Yang paling penting adalah dukungan dari orang-orang di sekitar, seperti keluarga, pasangan, atau teman. Dengarkan mereka, temani, dan dampingi,” ujarnya.

Selain itu, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika perasaan bersalah sudah sangat mengganggu aktivitas harian.

Peran keluarga dan orang terdekat sangat krusial dalam proses pemulihan dari survivor guilt.

Meity menyarankan agar keluarga menjadi pendengar yang baik dan aktif mendorong penyintas untuk mencari pertolongan.

“Kalau keluarga merasa tidak bisa membantu sendiri, ajak korban berkonsultasi. Bantuan profesional bisa jadi jalan keluar dibanding membiarkan korban terjebak dalam rasa bersalah berkepanjangan,” tuturnya.

Menurut Meity, survivor guilt bisa memicu sejumlah gejala fisik dan psikologis.

Secara fisik, seseorang mungkin mengalami sakit kepala, mual, gangguan pencernaan seperti maag, jantung berdebar, dan tubuh gemetar karena stres berkepanjangan.

Secara emosional, penderita survivor guilt cenderung menunjukkan gejala seperti:

  • Merasa sangat bersalah karena masih hidup
  • Mimpi buruk dan kilas balik kejadian traumatis
  • Ledakan amarah, mood berubah drastis, atau mudah tersinggung
  • Merasa tidak berdaya, tidak berharga, bahkan ingin mati
  • Menarik diri dari lingkungan sosial atau enggan bersosialisasi
  • Terjebak dalam pikiran obsesif tentang “seharusnya aku bisa mencegah ini”

Bila dibiarkan, perasaan bersalah ini bisa berkembang menjadi gangguan stres pasca-trauma (PTSD), kecemasan berat, dan bahkan depresi.

“Dalam DSM-5 (Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders V), rasa bersalah termasuk dalam kriteria PTSD. Jika berlarut-larut, bisa berujung pada pikiran bunuh diri karena merasa tidak layak untuk hidup,” jelas Meity.

  • Psikolog Jelaskan Penyebab dan Cara Pulih dari Survivor Guilt
  • Mengenal Survivor Guilt, Luka Psikologis karena Selamat Seorang Diri dari Kecelakaan

Mengapa survivor guilt bisa muncul?

Walau penyebab pastinya belum diketahui secara pasti, Meity menyebut ada beberapa faktor yang mungkin memengaruhi seseorang mengalami survivor guilt, antara lain:

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/06/17/170500620/cara-mengatasi-survivor-guilt-menurut-psikolog-jangan-dipendam-sendiri

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com