Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

KPAI Soroti Anak Kehilangan Hak Bermain yang Sehat dan Dampak Negatif Gadget

JAKARTA, KOMPAS.com - Kecanduan gadget (gawai) dan minimnya waktu bermain bisa menyebabkan anak tantrum. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyuarakan kekhawatiran bahwa anak-anak Indonesia semakin kehilangan waktu bermain yang sehat. 

"Tantrum itu sering kali merupakan wujud dari stres yang tidak disadari orangtua. Anak tidak punya ruang untuk mengekspresikan diri lewat aktivitas bermain, padahal bermain adalah bagian penting dari tumbuh kembang mereka," ujar Komisioner KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, S.S., M.Si dalam acara Hari Anak Nasional 2025 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Rabu (23/7/2025). 

Margaret melanjutkan, bermain lebih dari sekadar hiburan. Sebab, bermain merupakan kebutuhan dasar anak yang dijamin oleh Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak. 

"Lewat bermain, anak tidak hanya merasa senang. Mereka belajar mengelola emosi, mengembangkan kemampuan bahasa, motorik, hingga empati dan kerja sama sosial," tutur Margaret.

Sayangnya, waktu bermain anak justru kian tergerus oleh aktivitas akademik yang padat dan interaksi digital yang tinggi.

Banyak anak, terutama di kawasan perkotaan, tidak lagi memiliki akses terhadap permainan fisik atau permainan bersama teman sebaya. 

"Orangtua kadang menganggap bermain itu buang-buang waktu. Anak dicecar terus dengan jadwal belajar, les, dan tugas. Padahal, tanpa keseimbangan, justru anak bisa kelelahan mental," tambahnya. 

Margaret tidak menolak kehadiran gadget dalam kehidupan anak. Menurutnya, teknologi bisa menjadi alat belajar yang baik asal digunakan dengan bijak dan sesuai usia. 

Ia tak memungkiri juga bahwa permainan digital, jika dikurasi dan diawasi, dapat memberikan manfaat tertentu terutama dalam stimulasi kognitif dan bahasa. 

Namun, Margaret mengingatkan bahwa tidak semua permainan digital layak dikonsumsi oleh anak. 

"Banyak game yang mengandung kekerasan, bahasa kasar, hingga konten dewasa terselubung. Ini sangat berbahaya, terutama jika dikonsumsi tanpa pendampingan," ujarnya. 

Margaret menambahkan, anak-anak yang terlalu sering bermain gadget cenderung "mager", atau minim gerak, pasif secara sosial, dan kurang memiliki keterampilan komunikasi langsung.

Hal ini berbanding terbalik dengan anak-anak yang bermain secara tradisional atau fisik bersama teman. 

"Ketika anak bermain bersama, mereka belajar menunggu giliran, berbagi, bernegosiasi hingga mengelola konflik kecil. Ini semua adalah proses tumbuh kembang yang sangat penting," ucap Margaret.

Menciptakan lingkungan bermain yang sehat, menurutnya, adalah tanggung jawab bersama: orangtua, sekolah, dan pemerintah daerah.

"Jika keluarga tidak sadar pentingnya bermain, dan lingkungan tidak mendukung maka anak kehilangan haknya. Ini bukan hal kecil. Dampaknya bisa panjang, mulai dari masalah perilaku, stres kronis, sampai kesulitan bersosialisasi," terangnya. 

KPAI juga mendorong orangtua menerapkan "diet gadget" di rumah. Artinya, penggunaan gadget tetap diperbolehkan, asal waktunya dibatasi, kontennya positif, dan disesuaikan dengan usia anak.

Hari Anak Nasional 2025 menjadi momentum penting untuk merefleksikan hak-hak anak yang mungkin terabaikan. Bermain, yang tampak sederhana, sejatinya adalah fondasi kesehatan mental dan sosial anak di masa depan. 

"Kalau ingin anak tumbuh cerdas, sehat, dan bahagia, jangan lupakan satu hal penting, izinkan mereka bermain," tutupnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/07/27/150235020/kpai-soroti-anak-kehilangan-hak-bermain-yang-sehat-dan-dampak-negatif

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com