Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Psikiater Ungkap Cuaca Panas Membuat Seseorang Mudah Emosi, Ini Cara Mengatasinya

Selain bikin tubuh cepat lelah dan berkeringat, suhu udara yang tinggi ternyata juga bisa memengaruhi emosi dan kesehatan mental seseorang.

Menurut dr. Santi Yuliani, M.Sc., Sp.KJ, psikiater, cuaca panas tidak hanya berdampak pada fisik, tapi juga pada kondisi psikologis.

“Cuaca yang makin panas itu nggak cuma bikin kita gerah secara fisik, tapi juga bisa berdampak ke mental. Kita jadi lebih gampang capek, fokus berkurang, mood naik turun,” ujar dr. Santi kepada Kompas.com, baru-baru ini.

“Kalau terus-menerus terpapar panas tanpa cukup istirahat atau pendinginan, bisa memicu stres, kecemasan, bahkan memperburuk kondisi mental yang sudah ada sebelumnya,” lanjutnya.

Mengapa panas bisa bikin cepat marah?

Saat suhu lingkungan meningkat, tubuh bekerja lebih keras untuk menjaga suhu tetap stabil.

Upaya ini menguras energi dan bisa meningkatkan kadar hormon stres, seperti kortisol.

“Tubuh kita punya batas toleransi terhadap panas. Ketika suhu naik, tubuh kerja ekstra untuk menyeimbangkan suhu, dan ini butuh energi,” jelas dr. Santi.

“Akibatnya, kita gampang lelah. Otak juga bisa terganggu dalam mengatur emosi karena hormon stres meningkat. Akhirnya, orang jadi lebih sensitif, mudah tersinggung, atau gampang meledak,” sambungnya.

Selain faktor hormonal, cuaca panas juga sering disertai dehidrasi dan gangguan tidur. Keduanya berperan besar dalam memperburuk suasana hati.

“Kalau kita kurang cairan, bisa pusing, lemas, bahkan susah berpikir jernih. Tidur yang terganggu juga bikin otak nggak sempat ‘reset’ emosinya,” ujar dr. Santi.

“Kombinasi kelelahan fisik dan stres karena panas bisa memperparah emosi negatif,” ungkapnya.

Siapa yang paling rentan stres pada saat cuaca panas?

Meski semua orang bisa terdampak, ada kelompok yang lebih rentan secara mental akibat suhu panas ekstrem, seperti lansia, anak-anak, ibu hamil, dan pekerja lapangan.

“Mereka lebih berisiko karena terpapar panas lebih lama dan tubuhnya lebih sulit beradaptasi,” jelas dr. Santi.

“Tapi bahkan orang yang sehari-harinya sehat pun bisa kena dampaknya kalau terus-terusan panas tanpa cukup istirahat atau hidrasi,” lanjutnya.

Cara mengelola emosi di tengah cuaca panas

Dokter Santi menekankan pentingnya mengenali tanda-tanda diri mulai stres akibat panas, seperti mudah tersinggung, sulit fokus, atau merasa gelisah tanpa sebab.

“Kalau udah mulai kesel atau gelisah, ambil jeda sebentar, tarik napas dalam, minum air putih, atau cari tempat adem,” sarannya.

“Kalau lagi di jalan dan kena macet, coba putar musik yang menenangkan atau podcast yang bikin rileks. Dan atur jadwal supaya nggak terlalu banyak aktivitas pas jam-jam panas terik,” ujarnya.

Selain itu, menjaga rutinitas sehat juga penting untuk menstabilkan emosi.

“Mulai dari hal sederhana seperti jaga cairan tubuh, tidur cukup, dan tetap punya aktivitas yang menyenangkan. Misalnya olahraga ringan di pagi hari, meditasi, atau ngobrol santai sama teman,” tutur dr. Santi.

“Kalau merasa emosi nggak stabil terus-menerus lebih dari dua minggu, jangan ragu minta bantuan profesional,” imbuhnya.

Cuaca panas memang tak bisa dihindari, tapi dengan mengenali reaksi tubuh dan pikiran, kita bisa tetap menjaga keseimbangan emosi di tengah suhu ekstrem.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/10/19/152737820/psikiater-ungkap-cuaca-panas-membuat-seseorang-mudah-emosi-ini-cara

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com