Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Respons Orang Dewasa Menentukan Reaksi Anak Saat Terjatuh

KOMPAS.com - Anak yang terjatuh belum tentu langsung merasa sakit. Namun, kepanikan orang dewasa di sekitarnya justru sering menjadi pemicu anak menangis dan ketakutan.

Respons lingkungan memiliki peran besar dalam membentuk reaksi emosional anak saat mengalami insiden kecil seperti jatuh.

Dokter spesialis anak, dr. Miza Afrizal, Sp.A., menjelaskan bahwa dalam banyak kasus, anak yang terjatuh sebenarnya belum tentu mengalami nyeri berat. Namun, respons orang-orang di sekitarnya sering kali menjadi faktor utama yang memicu reaksi emosional anak.

“Sebagian besar, respons anak itu ditentukan oleh respons orang di sekitarnya,” kata dr. Miza dalam acara Serunya Parenting #PakeYangBening di Mall Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Jumat (5/12/2025).

Anak mengamati lingkungan sebelum bereaksi

Menurut dr. Miza, ada pola yang hampir selalu sama ketika anak terjatuh. Anak biasanya tidak langsung menangis, melainkan berhenti sejenak dan melihat ke sekelilingnya.

“Anak kalau jatuh, yang pertama dilakukan adalah dia melihat dulu orang di sekitarnya, responsnya gimana,” ujar dr. Miza.

Jika orang dewasa di sekitarnya terlihat panik, teriak, atau menunjukkan ekspresi cemas berlebihan, anak akan menangkap sinyal bahwa situasi tersebut berbahaya. Akibatnya, rasa takut anak meningkat dan tangisan pun muncul.

“Tadinya dia enggak terlalu takut, tapi begitu melihat orang dewasa panik, dia jadi takut,” jelasnya.

Sebaliknya, jika orang di sekitarnya tetap tenang, anak cenderung ikut tenang dan dapat menilai situasi dengan lebih objektif.

Jatuhnya anak sering tidak sesakit yang dibayangkan

Secara medis, dr. Miza menjelaskan bahwa anak sering kali tidak mengalami rasa sakit seberat yang dialami orang dewasa saat terjatuh. Salah satu alasannya berkaitan dengan perbedaan tinggi badan dan gaya benturan yang diterima tubuh.

“Force jatuhnya lebih pendek dibandingkan orang dewasa,” kata dr. Miza.

Karena gaya benturan lebih kecil, rasa nyeri yang dirasakan anak juga sering kali lebih ringan. Namun, kondisi ini bisa berubah ketika anak melihat kepanikan dari orang dewasa di sekitarnya.

“Sebenarnya jatuhnya enggak sakit-sakit banget, jadi terasa sakit karena dia panik duluan. Tadinya enggak kepengin nangis, malah jadi nangis,” ujarnya.

Pentingnya sikap tenang saat anak jatuh

Dalam situasi anak terjatuh, dr. Miza menyarankan orang dewasa untuk tidak langsung bereaksi berlebihan. Sikap tenang justru membantu anak menilai kondisi tubuhnya sendiri.

Menurutnya, jika anak memang merasa sakit, ia akan menangis dengan sendirinya. Namun, jika tidak, anak sering kali bangkit dan kembali bermain setelah memastikan situasi aman.

Sikap ini bukan berarti mengabaikan keselamatan anak, melainkan memberi kesempatan bagi anak untuk mengenali dan mengelola emosinya tanpa tekanan tambahan.

Di sisi lain, dr. Miza mengingatkan bahwa reaksi berlebihan dari orang dewasa justru bisa memperkuat rasa takut anak terhadap kejadian jatuh. Anak dapat belajar bahwa setiap jatuh adalah peristiwa yang menakutkan, meskipun sebenarnya ringan.

“Yang tadinya dia enggak takut, malah jadi takut,” kata dr. Miza.

Dalam jangka panjang, pola ini dapat membuat anak lebih mudah panik, takut jatuh, dan sulit mengendalikan emosinya saat menghadapi kejadian kecil.

https://lifestyle.kompas.com/read/2025/12/07/090000520/respons-orang-dewasa-menentukan-reaksi-anak-saat-terjatuh

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com