Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Rentan Alami Krisis Keuangan

Kompas.com - 04/11/2008, 15:59 WIB

JAKARTA, SELASA — Indonesia harus menentukan model ekonomi sendiri dan tidak ikut-ikutan pola negara Barat yang sudah terbukti gagal sehingga memicu krisis ekonomi keuangan secara global.
   
"Ideologi Barat, kapitalisme, dan pasar bebas (adalah) sesuatu yang tidak boleh dicampuri oleh pemerintah," kata Ketua Bidang Fasilitasi dan Permodalan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Pusat Bambang W Suharto di Pontianak, Selasa (4/11).
   
Namun, kata dia, sewaktu terjadi krisis keuangan global, ternyata pemerintah akhirnya harus menolong pasar tersebut agar kondisinya tidak semakin parah. Hal ini menggambarkan sikap pemerintah negara-negara Barat itu seperti "menjilat ludah sendiri".
   
Menurut Bambang W Suharto, kalau mengikuti pola negara-negara maju dalam mengelola sistem ekonomi, Indonesia akan rentan dengan krisis keuangan.
   
Ia menambahkan, budaya yang dimiliki bangsa Indonesia dapat menjadi kekuatan dalam menghadapi persaingan di tingkat global. "Kita harus mengubah paradigma, jangan ikut-ikutan liberalisme dan kapitalisme," ujar Bambang W Suharto.
   
Dampak krisis keuangan mulai dirasakan di Indonesia, termasuk Kalbar dengan menurunnya harga komoditas unggulan, seperti karet dan kelapa sawit. Harga crude palm oil (CPO) pada tiga bulan lalu sempat mencapai Rp 9.000 per kilogram, sedangkan TBS Rp 1.700 per kilogram. Namun, harga CPO di pasar ekspor pada Oktober 2008 hanya Rp 4.200 per kilogram, sementara TBS Rp 1.200 per kilogram.
   
Anjloknya harga minyak mentah dunia membuat karet alam ikut turun. Sewaktu harga minyak mentah masih di atas 100 dollar AS per barrel, harga kadar kering karet (KKK) 100 persen sempat mencapai Rp 27.000 per kilogram. Kini turun menjadi belasan ribu rupiah. Padahal, kualitas karet olah dari petani rata-rata berkisar 50 persen hingga 70 persen dari KKK 100 persen.
   
Pembeli utama karet di dunia ada tiga perusahaan, yakni Pirelli, Good Year, dan Bridgestone. Fluktuasi harga karet amat dipengaruhi kesepakatan dari tiga perusahaan tersebut.
   
Dekopin telah menyarankan ke pemerintah agar dilakukan revitalisasi perkebunan karet. Di India, petani masih untung meski harga hanya Rp 3.000 per kilogram karena ditunjang dengan produktivitas karet yang tinggi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com