Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Film Shanty Harmayn

Kompas.com - 30/08/2009, 12:40 WIB

KOMPAS.com — Tidak banyak yang berubah pada diri Shanty Harmayn. Produser film dan salah satu pendiri Jakarta International Film Festival ini tetap saja hangat, murah senyum, dan tawa mengiringi kalimat-kalimatnya yang bersemangat dan spontan meskipun kini dia bisa dibilang ibu pejabat.

"Dua minggu di Jakarta, enam minggu di Manila," kata Shanty (41), di kantornya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/8).

Kehidupan Shanty sejak 2007 terbagi antara Jakarta dan Manila ketika suaminya, Bert Hofman, yang berdarah Belanda, menjabat sebagai Country Director Bank Dunia untuk Filipina. Sebelumnya, Shanty sempat beberapa waktu terbang bolak-balik Jakarta-Beijing karena Bert ditugaskan di Beijing.

Kami bertemu di sela-sela waktu Shanty yang sepanjang hari Kamis itu dipenuhi jadwal rapat dengan awak Salto Film Company yang dia dirikan tahun 1998.

”Aku lagi mempersiapkan film baru, Ronggeng Dukuh Paruk. Adaptasi dari trilogi novelnya Pak Ahmad Tohari. Sedang casting pemain untuk peran Srintil,” kata Shanty yang siang itu dibalut setelan blazer dan celana kulot biru keabu-abuan dan kamisol merah jambu pastel.

Kami duduk di kursi di selasar lantai dua kantor Shanty yang berlantai tiga. Ruang-ruang di kantor itu tengah dipakai untuk persiapan pembuatan film Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) dan penyelenggaraan Jakarta International Film Festival (JiFFest) yang didirikan Shanty bersama Natacha Devillers pada tahun 1998. Shanty menyapa tiap orang yang melintas di dekat kami dengan nama masing-masing.

Novel yang sudah cetak ulang beberapa kali itu menceritakan kehidupan perempuan belia, Srintil, yang menjadi ronggeng dengan latar belakang situasi politik pertengahan 1960-an. Shanty merencanakan pengambilan gambar pada pertengahan tahun depan dan tayang di bioskop awal tahun 2011.

”Proses development film ini sejak Oktober 2008. Prosesnya agak lama. Waktu dan kematangan penting, apalagi untuk menggarap novel penting seperti Ronggeng Dukuh Paruk. Development adalah bagian yang paling aku nikmati,” kata Shanty.

Filmku, duniaku

Sebagai produser, dia sibuk dalam semua bagian pengembangan film, seperti bekerja bersama penulis skenario yang digarap Salman Aristo, sutradara Ifa Ifansyah yang juga membuat Garuda di Dadaku, konsultan naskah, periset, serta koproduser, yaitu Ferdian dan Natacha, untuk menggarap skenario.

”Pasti ada proses adaptasi dan Pak Tohari juga bilang aku bebas menginterpretasi. Aku membayangkan Srintil itu perempuan kuat, melalui begitu banyak cobaan, dan saat akhirnya dia juga harus tetap tegar,” cetus Shanty tentang produksi RDP bersama Indika Entertainment, pemegang hak atas novel RDP, dan produser dari Belanda dan Perancis.

Film adalah minat Shanty yang tak pernah surut. Sekarang ini dia justru tambah bersemangat setelah film yang dia produksi bersama Mizan, Garuda di Dadaku (2009), ditonton 1,4 juta orang.

Sebelumnya, film-film cerita Shanty lebih banyak menekankan sisi seni, seperti Pasir Berbisik, Banyu Biru, Impian Kemarau, dan The Photograph. Menurut Shanty, dia tidak akan meninggalkan produksi film-film seperti itu meskipun butuh perencanaan lebih detail, termasuk pendanaan justru karena peminat jenis film seperti ini tidak luas.

Jadi, bisa jadi Shanty pergi ke sebuah festival film internasional selain untuk menonton dan mencari film yang cocok untuk diputar di JiFFest—sejak dua tahun terakhir dia tidak terlalu banyak terlibat dalam menentukan film yang diputar di festival ini—juga untuk mencari penyandang dana. Untuk pembuatan RDP, misalnya, Shanty bulan Maret lalu berhasil mendapat pendanaan dari Hongkong Asia Film Financing Forum.

Di luar RDP, bersama Mizan dan Prof Yohanes Surya, Shanty juga sedang mempersiapkan film keluarga, tentang kegigihan anak-anak dari berbagai suku dan latar belakang sosial ekonomi berjuang dalam tim olimpiade fisika.

Jarak yang mengendapkan

Minat Shanty pada film tumbuh sangat dini dan bisa dibilang terjadi tanpa sengaja. ”Ceritanya panjang,” kata Shanty. Suatu hari, seorang teman ayahnya menitipkan kira-kira 1.000 kaset video berisi film cerita, acara televisi, dan film dokumenter.

Shanty yang waktu itu kelas IV sekolah dasar tanpa prasangka menonton film-film yang ternyata kemudian setelah dia besar dia sadari sebagian memenangi atau dinominasikan mendapat Academy Award.

”Misalnya, aku belakangan tahu ada filmnya sutradara Italia, (Michelangelo) Antonioni. Bubar sekolah aku langsung pulang dan nonton. Ibuku juga ada dan dia tahu aku nonton film-film itu. Aku juga dibilangin Mama, ’Ayo tutup mata’ kalau ada adegan yang… Tetapi, karena aku tidak punya prasangka apa-apa, aku enggak berpikir macam-macam. Cuma, ’Oh, harus tutup mata, ya’,” kata Shanty.

Meskipun jarak geografis memisahkan dari aktivitas sehari-hari Jakarta, Shanty mengatakan tak pernah putus kontak dengan denyut kehidupan dunia film Indonesia. Meskipun tidak lagi mengetuai JiFFest, dia masih menjadi penasihat.

”Hari ini (Selasa) adalah hariku di depan komputer, membalas semua e-mail dan menyelesaikan pekerjaan yang dari Jakarta. Banyak banget…,” tulis Shanty melalui pesan di Facebook.

Komitmennya untuk terus terlibat dalam produksi film di Jakarta membuat dia memutuskan tidak melibatkan diri dengan dunia film di Manila.

”Aku senang dengan kehidupanku sekarang. Berjarak dengan Jakarta membuat aku bisa mengendapkan pikiran, ide-ideku. Di Jakarta pasti banyak rapat, ketemu orang. Satu-satunya yang aku kehilangan karena tinggal di Manila adalah duduk dengan sesama teman di film dan ngomongin perkembangan film Tanah Air. Tetapi, itu enggak menghilangkan semangat aktivismeku di dunia film,” kata Shanty.

Ada barter juga untuk perubahan kesibukan itu. Dia bertemu banyak orang baru dengan beragam latar belakang, bertambah pengalaman, dan pengetahuan yang semuanya kembali mengalir ke dalam aktivismenya di dunia film. (Ninuk Mardiana Pambudy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com