Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melawan Lupus

Kompas.com - 29/10/2010, 02:36 WIB

OLEH DWI BAYU RADIUS

”Aku tak bisa berhenti. Aku akan terus berkarya, setiap detik adalah tantangan untuk bermusik,” kata Veena Devi Mutiram. Setiap tantangan disambut Veena sebagai pelajaran tanpa rasa takut meski dia menderita penyakit yang amat menakutkan: lupus.

Veena sudah aktif sebagai vokalis ataupun solois sejak 1984. Ia pernah tampil dalam berbagai acara besar, seperti Java Jazz Festival, dan ikut mengisi pentas jazz 31 jam nonstop yang diselenggarakan Komunitas Jazz Kemayoran. Kedua acara itu digelar pada 2008.

Ia juga kerap pentas di berbagai kafe kota-kota besar dengan nama panggung Veenamutiram. Namun, di sela-sela rekaman album pertamanya, Cawan Jingga, tahun 2003, ia divonis menderita lupus. Ia sempat terkapar enam bulan.

Album Cawan Jingga yang dicita-citakan Veena akan membawa nuansa baru dalam dunia musik Indonesia ibarat belum ke mana-mana. ”Lagu ada, tapi klip video belum digarap. Jadinya mau booming susah. Lupus memang mengekang saya,” ujar Veena.

Ia sempat putus asa dengan karier dunia tarik suaranya. Ketika mengerjakan album kedua pada 2006, Veena tumbang lagi. Perempuan kelahiran Bandung itu kembali harus berbaring selama lebih dari setengah tahun lantaran lupus. Rencana mempromosikan album pun berantakan.

Selama sakit, Veena hanya bisa berbaring. Di saat sakit itu dia mendapat kabar sedih. Veena harus menjalani operasi pengangkatan limpa. Namun, ia tak mau menyerah. Ia jalani proses kreatif di tempat tidur dengan membuat lagu-lagu baru.

Irama ia lantunkan dengan bersenandung dan direkam menggunakan telepon seluler. Ia anggap passion (gairah) sebagai kata yang tepat untuk judul album keduanya. Kata itu mengekspresikan semangat Veena untuk tak berhenti bermusik dan berjuang melawan lupus.

”Saya merasa gairah luar biasa sehingga album diberi judul Passion. Itu soal cinta yang memberikan kekuatan,” ujarnya.

Sesudah mengerjakan album keduanya, Veena kembali kolaps. Ia malah harus menjalani operasi lagi. Jahitan saat operasi limpa ternyata tak sempurna dan terbuka. ”Rasanya nyeri sekali kalau nyanyi. Gara-gara itu, usus jadi kejepit otot. Akhirnya, jahitan harus dibereskan lagi,” ujarnya.

Album ketiga berisi delapan lagu yang semuanya diciptakan Veena. Ia baru melemparkan single, yakni ”Bulan, Bintang, dan Malam”, akhir September lalu. ”Pengerjaan album itu saya lakukan untuk menyalurkan bakat, hobi, sekaligus penyemangat hidup di tengah derita lupus,” katanya.

Veena mulai merasakan ada yang tak beres dalam tubuhnya sejak sekolah dasar. Ia mudah pingsan jika terkena terik matahari, sering mimisan, dan pusing. Gejala itu menghebat saat Veena berusia 21 tahun. Gejalanya kian beragam, seperti rematik hingga tidak sanggup berjalan. Bahkan, dalam suatu pemeriksaan, Veena sempat divonis menderita leukemia.

”Diagnosisnya selalu berbeda. Dokter sempat mengira saya kena demam berdarah, soalnya trombosit anjlok. Malah, saya pernah hampir koma,” ujarnya.

Kesehatannya kini naik-turun. Karena itu, Veena benar-benar menyiapkan stamina. Saat benar-benar fit, ia baru bekerja secara maksimal, baik rekaman maupun pentas. ”Saya enggak mau kolaps lagi. Enggak mau mengulang pengalaman waktu membuat album pertama dan kedua,” ujarnya.

Idealisme

Industri musik yang lebih memilih pasar sangat bertolak belakang dengan idealisme bermusik Veena. Dari satu album ke album lain, tak satu pun yang mengikuti tren pasar. Veena memilih jalannya sendiri. Jalur label indie yang dipilih juga menjadi bentuk perjuangan Veena terhadap pendiktean industri. Dalam idealisme berkarya, Veena mengaku cukup keras kepala.

”Enggak terbayang kalau masuk industri label mayor harus monoton. Jadi boneka. Dipatok tak boleh melenceng. Saya ingin bereksplorasi sebebas-bebasnya,” katanya.

Industri musik besar hanya memikirkan pasar dan tren yang tengah digandrungi generasi muda. Musisi juga dipilih dengan usia relatif muda dan fisik yang bisa dijual. ”Saya nikmati dengan label indie dengan segala kebebasan,” katanya.

Kebebasan pula yang membuat Veena tak mau mengotakkan karyanya dalam satu jenis musik saja. Berkutat pada satu musik membuat nuansa karya menjadi sempit dan miskin. Meski kerap dilabeli penyanyi jazz, Veena mencoba berbagai macam musik, mulai dari balada, pop, hingga metal. Keberanian bereksplorasi kian ditunjukkan dalam album ketiga berjudul Passion Act 2 yang rencananya dikeluarkan Januari 2011.

Selain musisi, Veena juga pengacara. Ia membuka kantor pengacara sejak tahun 1999. Kesibukan sebagai pengacara, stres, dan kelelahan bisa memicu kambuhnya lupus. Padahal, tugas kantor hanya dikerjakan Veena bersama suaminya, Niko Nugroho Priosakti.

”Kalau saya sakit, bisa dibayangkan betapa repotnya Niko kerja sendirian. Sekarang, kalau sakit pun masih nyusahin promosi album,” katanya. Veena masih menangani kasus, tetapi tidak pernah mengerjakannya dalam jumlah banyak.

”Kalau satu sudah selesai, baru kerjakan yang lain dan saya enggak terima klien neko-neko (macam-macam),” tutur Veena.

Veena akhirnya disarankan untuk memilih pekerjaan yang bisa membuat senang. Sedikit demi sedikit, beban pekerjaan pengacara dikurangi. Ia juga berupaya menekan stres seminimal mungkin. Dulu, ia terbiasa menjadi orang yang perfeksionis.

”Jangan yang ruwet-ruwet. Lelah berlebihan harus dihindari. Saya juga suka masak. Jadi, saya buka rumah makan Pivot Station di Bandung,” katanya. Kelainan pada tubuh membuat Veena bergabung dengan Yayasan Lupus Indonesia pada 2006.

Ia dipercaya menyanyikan lagu berjudul ”Aku Ada Di Sini” dalam album Charity Lupus. Karya itu diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul ”Because For What I Am” dan diterima menjadi lagu tema World Lupus Organization yang dikemas dalam album Power of Voice. Album go international itu dipasarkan untuk kalangan terbatas, antara lain di Indonesia, Kanada, dan Amerika Serikat.

”Sempat ada produser dari Singapura yang tertarik membuatkan album. Waktu itu tahun 2008, tapi bisnis sedang tidak bagus,” katanya. Padahal, rekaman sudah dilakukan dan album akan dinamakan Cherish.

Sayang, produser dari Singapura terkena musibah sehingga kontrak tak mungkin dilanjutkan. Veena masih berharap, suatu hari album itu bisa dikeluarkan.

”Bagi saya, pantang meninggalkan pekerjaan. Saya akan menyelesaikan, hanya waktu saja yang belum tepat,” ujar Veena.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com