Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ngalotek" di Bandung

Kompas.com - 29/11/2010, 09:37 WIB

Ini karena Oom tidak menambahkan air saat mengaduk bumbu, yang sudah dibuat di rumah, dengan sayuran. Begitu pula ketika membuat sekitar 22 kilogram bumbu setiap paginya. Sebanyak 15 kg bumbu dipakai untuk berjualan di Jalan Alkateri, 7 kg lainnya untuk dipakai di cabang yang berada di Jalan Kalipah Apo. Di cabang yang sudah dibuka selama tiga tahun ini, pembeli dilayani oleh Engkos, suami Oom.

”Saat membuat bumbu, kacang tanah dan bumbu dapur lainnya dicampur kinca (gula merah yang sudah dicairkan), tidak ditambahkan lagi air. Makanya, loteknya tidak akan berair biarpun belinya dibungkus untuk dibawa ke rumah,” ujar Oom.

Oom membuat bumbu dengan rasa manis yang sedang dan tidak pedas. Cabai rawit atau kinca akan ditambahkan pada bumbu saat diaduk dengan sayuran jika pembeli menginginkan rasa pedas atau lebih manis.

Bumbu yang kental juga menjadi andalan Lotek Kalipah Apo yang lokasinya berada di Jalan Kalipah Apo 42 dan cabangnya di Jalan Batang Hari, Jakarta. Lotek yang sudah ada sejak tahun 1953 di Bandung ini menempati bangunan lengkap dengan meja dan kursi makan.

Di sudut etalase makanan terdapat dua cobek berukuran besar untuk mengaduk sayuran dan bumbu yang sudah dibuat sebelumnya. Selain kangkung, taoge, labu, dan kol, Lotek Kalipah Apo juga memakai nangka. Dengan harga Rp 12.000 tanpa nasi atau lontong, lotek ini disajikan dengan kerupuk udang di atas piring.

”Saya suka lotek di sini karena bumbunya kental dan tidak berair meski sudah beberapa jam dibungkus,” kata Sinta (42) yang tinggal di Padalarang. Saat datang untuk makan pada Sabtu (20/11) siang, Sinta mengajak ibunya, Alfiah (68), yang tinggal di Bekasi.

Lain dengan Sinta, Alfiah yang aslinya berasal dari Malang menyukai Lotek Kalipah Apo karena rasa bumbu kacang yang cenderung manis, sesuai dengan seleranya.

Pelanggan lain, Farida (51), juga suka dengan kelegitan bumbu Lotek Kalipah Apo. Farida bahkan mengenal lotek ini sejak tahun 1970-an. ”Dulu yang ngulek-nya masih emak. Rasanya sama sampai sekarang,” kata Farida.

Emak yang dimaksud Farida adalah Mariana Latief (92), yang merintis berdirinya Lotek Kalipah Apo untuk mencari penghasilan bagi keluarga setelah sang suami meninggal. Bersama anak sulungnya, Foula Suryadi (71)—dan kini diteruskan sang cucu, Jo Lydia (42)—Mariana mendirikan dan mempertahankan bisnis Lotek Kalipah Apo, termasuk dari sisi rasa.

(Yulia Sapthiani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com