Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasih Ibu dan Air Susu

Kompas.com - 20/03/2011, 19:10 WIB

Dukungan dari kantor, menurut Partiwi, tidak cukup dengan sekadar menyediakan ruang laktasi. Tetapi, karyawan yang bersangkutan perlu diberi waktu untuk memompa ASI-nya dan merasa nyaman dengan kondisinya.

Merujuk pada kasus Maya, beberapa bulan kemudian, sekitar pengujung tahun 2010, kantornya menyediakan ruang laktasi yang, walaupun sempit, cukup aman bagi para ibu untuk memerah ASI-nya. ”Tetapi, yang membuat saya nyaman adalah dukungan dari atasan maupun rekan sejawat,” ujarnya.

Masa depan kita
Saat ini hanya 22-27 persen ibu di Indonesia yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Padahal, persentase kematian bayi di Indonesia sekitar 35 persen dari 1.000 kelahiran. Dan itu terjadi pada usia bayi 0-40 hari. Pemberian ASI eksklusif, demikian Partiwi, bisa mencegah 13 persen angka kematian bayi.

Untung saja, di tengah segala keruwetan itu, tetap banyak ibu yang punya mimpi besar tentang masa depan generasi bangsa yang lebih baik. Ikhtiar itu dilakukan dengan memberikan nutrisi terbaik melalui ASI. Seperti pemandu acara Sophie Navita (34) yang akhir tahun lalu dinobatkan sebagai satu dari 10 tokoh ”Pendekar Anak” oleh Unicef berkat kepeduliannya pada pemberian ASI eksklusif.

”Sewaktu memberikan ASI kepada anak pertama saya, Rangga (7), dahulu, saya banyak mengalami kesulitan karena pengetahuan saya masih minim soal manajemen laktasi. Padahal, seharusnya hal itu mudah diatasi karena ada caranya. Karena pengalaman itu, saya bertekad jangan sampai ibu-ibu lain mengalami hal seperti saya,” kata Sophie, yang kini menjadi konselor laktasi.

Sahabat Sophie, Artika Sari Devi (31), juga berkomitmen menyosialisasikan ASI. Demi bisa memberikan ASI eksklusif selama enam bulan kepada putrinya, Sarah Abiela ”Abby” Ibrahim (16 bulan), ia mengajukan syarat bagi pihak mana pun yang menawarinya pekerjaan. Di antaranya, ia minta disediakan tempat berpendingin udara untuk menempatkan anaknya yang ikut ke mana pun ia pergi. Selain itu, ia juga meminta waktu istirahat beberapa jam agar bisa menyusui Abby.

Persyaratan itu diajukan resmi hitam di atas putih oleh Artika. Ini sekaligus menjadi upayanya untuk menyosialisasikan aturan perlindungan terhadap ibu menyusui yang terdapat dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Misalnya saja, dalam Pasal 128 antara lain disebutkan, ”setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis”.

Dalam ayat berikutnya juga disebutkan, ”selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus”.

Rarasati Syarief, wartawan media nasional yang sudah delapan tahun terakhir bertugas meliput di lingkungan Istana Presiden, juga membuat perjanjian dengan kantor tempatnya bekerja setelah cuti melahirkannya habis. Ia meminta agar tidak ditugaskan ke luar kota dan ke luar negeri sampai anaknya berumur dua tahun.

Farahdhiba Tenrilemba (32) juga merasa beruntung karena tempatnya bekerja memberi izin cuti melahirkan selama enam bulan agar ia bisa memberikan ASI secara eksklusif. ”Tetapi, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti bekerja supaya bisa selalu berada di samping Rafa,” kata Dhiba.

Momen menyusui putranya, bagi Dhiba, adalah yang bisa menguatkannya untuk tetap ”hidup”. Dia harus tetap bertahan ketika suami menceraikannya pada saat Rafa baru berusia 1,5 tahun. ”Di tengah cobaan itu, hanya Rafa-lah yang membuat saya berpikir bahwa saya harus tegar. Saya harus tetap ada supaya bisa menyusuinya. Karena bagi saya saat itu, semuanya terasa ’mati’,” kata Dhiba yang akhirnya berhasil menyusui Rafa sampai sang anak berusia dua tahun tujuh bulan.

(MYR/CAN/XAR/SF/DAY/IYA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com