YOGYAKARTA, KOMPAS
”Tanah di sana (kawasan terdampak erupsi Merapi) adalah harta benda warisan. Kami berharap dapat mewariskan tanah itu kepada anak-anak dan cucu kami,” kata Darmin, perwakilan warga Dusun Srunen, Kalitengah Lor, dan Kalitengah Kidul, Desa Glagaharjo, Sabtu (30/7), saat berdialog dengan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X di Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman.
Selain tak ingin menjual tanah, warga di tiga dusun tersebut juga menolak direlokasi. Mereka bahkan telah membangun rumah di kawasan tersebut dengan dana swadaya dan dana donatur.
”Sebanyak 85 persen warga di tempat kami bergantung dari mata pencarian tani dan ternak sehingga mereka tak mungkin mau direlokasi,” paparnya.
Darmin juga beralasan banyak fasilitas umum di Srunen, Kalitengah Lor, dan Kalitengah Kidul yang masih bisa dimanfaatkan, seperti sekolah dan tempat ibadah. Penduduk setempat juga masih bisa memanfaatkan mata air di sekitarnya.
Sementara itu, sejak dipindahkan ke hunian sementara (huntara) di Lapangan Mancasan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis lalu, 106 kepala keluarga korban banjir lahar dingin asal Desa Sirahan dan Desa Gulon, Kecamatan Salam, belum mendapatkan jatah pangan.
Selama ini, untuk kebutuhan makan sehari-hari, mereka hanya mengandalkan sisa bahan makanan sumbangan dari para donatur di lokasi pengungsian dan desa serta bantuan dari para kerabatnya.
Ny Pranto Suwarno, warga Desa Glagah, mengatakan, sejak datang ke huntara, Kamis lalu, dia tidak mendapatkan bantuan pangan apa pun, seperti beras ataupun mi instan. Dia terpaksa membeli nasi bungkus di warung terdekat.