Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tato, Simbol Diri

Kompas.com - 08/10/2011, 04:33 WIB

Oleh Agustinus Handoko

Masyarakat subsuku Dayak Iban memiliki tradisi menato tubuh mereka. Selain menjadi ciri khas, tato adalah simbol keberanian masyarakat Iban. Lihatlah Klaudis Kudi (74), salah seorang generasi tua Dayak Iban, yang hampir sekujur tubuhnya berhiaskan tato. Dulu, simbol keberanian. Kini, bermakna kenangan. 

Menato tubuh adalah tradisi nenek moyang kami. Saat perang suku, tato menjadi semacam tanda pengenal,” kata Kudi. Ia adalah tetua adat Dayak Iban di Kampung Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Selain Kudi, di Sungai Utik ada Antonius Kidau (73) dan Bandi (81) yang memiliki tato hampir di seluruh tubuhnya. Kudi dan Kidau menato tubuhnya saat sama-sama merantau ke beberapa tempat di Sarawak mulai sekitar tahun 1970. Bandi juga menato tubuhnya saat merantau ke Miri, Sarawak, tahun 1959.

Kidau mengatakan, dulu tato dibuat menggunakan alat sederhana, yakni jarum-jarum yang disatukan. ”Goresan bergaris hanya perlu satu jarum, tetapi untuk gambar yang memiliki bidang luas perlu sedikitnya 12 jarum yang disatukan dan ujungnya dibatasi dengan benang,” katanya.

Batas benang itu dipakai untuk membatasi seberapa dalam jarum akan masuk ke kulit. Jarum-jarum yang sudah dicelupkan ke pewarna akan dipukul- pukulkan perlahan ke bidang kulit yang hendak ditato.

”Kami masih menggunakan pewarna tato yang dibuat dari jelaga lampu minyak yang dicampur dengan air tebu,” kata Kidau. Untuk membuat tato, mereka perlu mengumpulkan jelaga yang sengaja mereka buat dengan menaruh seng di atas lampu minyak. Jelaga akan terkumpul di seng yang langsung terkena api dari lampu minyak.

Air tebu bercampur jelaga masih harus dikeringkan selama beberapa hari hingga menjadi kristal. Kristal hitam itu kemudian dicairkan lagi saat hendak dipakai. Luka yang dihasilkan dari jarum-jarum itu akan menjadi koreng dan ketika koreng sudah sembuh tertinggallah warna hitam sesuai pola yang digambar saat menato.

”Pertama kali ditato, badan demam selama beberapa hari. Setelah itu, setiap kali ditato masih tetap terasa sakit, tetapi tidak demam lagi. Yang paling sakit adalah tato di rusuk dan leher karena kulitnya tipis dan terasa sampai ke tulang. Tato penuh satu badan ini tidak dibuat dalam sekali menato, tetapi belasan kali,” ujar Kudi menunjukkan tato di tubuhnya.

Tato juga umumnya dimiliki oleh para lelaki Iban saat ini, tetapi tidak sebanyak yang dimiliki oleh generasi tuanya. Kepala Desa Batu Lintang Raymundus Remang (46) mengatakan, menato tubuh juga memerlukan nyali karena dulu alat tato masih tradisional. ”Generasi setelah saya ada juga yang masih punya tato, tetapi sudah menggunakan mesin sehingga tidak sesakit menggunakan tato tradisional,” kata Remang.

Pada masa lalu, tato adalah alat identifikasi paling mudah bagi masyarakat Iban. Saat perang suku, tato itulah yang digunakan oleh masyarakat Iban untuk mengenali siapa lawan dan siapa kawan mereka.

JU Lontaan dalam Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat (1975: Pemda TK I Kalbar) menyebutkan, selain menjadi hiasan badan, tato pada masa lalu merupakan tanda bahwa seseorang telah berbuat sesuatu. ”Pada pria, misalnya sudah membunuh (mengayau saat perang suku) atau menolong orang,” begitu Lontaan mendeskripsikan tato.

Setelah masa perang suku dan mengayau (memenggal kepala musuh saat perang suku) berakhir melalui Perjanjian Damai Tumbang Anoi Tahun 1894 di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah, makna tato mulai bergeser. Dari semula menjadi identitas dan tanda setelah mengayau, tato lalu menjadi tanda bagi seseorang yang merantau.

”Setelah perang suku tak ada lagi, tato dibuat untuk mengingat tempat-tempat perantauan karena zaman itu tidak semua orang berani keluar meninggalkan tempat tinggalnya,” kata Kudi.

Walaupun dipakai untuk mengingat tempat-tempat istimewa yang pernah dikunjungi oleh setiap masyarakat Iban, gambar atau bentuk tato ternyata bukan gambaran tempat yang mereka kunjungi. Gambar tato yang dipakai oleh komunitas Iban justru umumnya sama.

Kidau mengatakan, ada beberapa bentuk tato yang umum dipakai masyarakat, merujuk pada tato yang dipakai oleh nenek moyang orang Iban. Gambar tato yang banyak dipakai masyarakat Iban itu di antaranya ukir degug, kalapah, bilun, ketam itit, dan bunga terung. Ukir degug adalah simbol identitas masyarakat Dayak Iban yang ada di leher depan. Bentuknya bulat memanjang dari leher bawah hingga di bawah dagu.

Kalapah dan bilun adalah simbolisasi berbentuk manusia. Kalapah biasanya ditato di paha, sementara bilun di betis.

Ketam itit adalah gambaran kepiting yang sedang menjepit, umumnya berupa gambar kembar di punggung kiri dan kanan. Serupa dengan ketam itit, bunga terung juga merupakan gambar kembar di antara atas dada dan pundak kanan kiri.

Remang mengatakan, kalangan wanita dari generasi tua Iban ada juga yang memiliki tato, tetapi umumnya ada di belakang telapak tangan dan jari. ”Pada masa lalu, tato itu menjadi semacam simbol bahwa seorang perempuan sudah memiliki keahlian menganyam dan siap menikah. Sekarang sudah jarang wanita yang bertato,” katanya.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalbar Sujarni Alloy mengatakan, saat ini belum ada sensus khusus terhadap populasi setiap subsuku Dayak di Kalbar. Namun, ia memperkirakan jumlah populasi masyarakat Dayak Iban ada 12.000 jiwa. Mereka adalah subsuku Dayak dengan populasi terbanyak ketiga di Kalbar.

Alloy menambahkan, Iban adalah satu dari 186 subsuku Dayak di Kalbar. ”Kalau dibedakan dari linguistik, suku Dayak di Kalbar terbagi dalam sekitar 300 kelompok,” katanya.

Sebagian generasi muda Iban masih ada yang mempertahankan seni tato itu. Namun, umumnya tertoreh di tangan dan jumlahnya tidak sebanyak generasi tua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com