Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksesori Tulang, dari Klasik sampai Punk

Kompas.com - 12/03/2012, 10:17 WIB

KOMPAS.com - Tulang dan tanduk, dari sapi sampai kerbau, berlimpah di negeri ini. Dengan teknik dan desain unik, bahan alami itu diolah menjadi aksesori, seperti anting tribal, tusuk konde, sirkam, dan kalung, yang sukses membidik pasar Amerika Serikat dan Eropa.

Sarah Dewi Beekmans (35) memosisikan Leginayba, merek aksesori yang ia buat, sebagai produk ramah lingkungan. Leginayba dibuat dari bahan alami yang sudah jadi limbah atau bisa didaur ulang. Selain tulang dan tanduk sapi atau kerbau, potongan kayu sisa industri mebel juga disulapnya menjadi aksesori menarik.

Di antara berbagai variasi produk Leginayba, dua di antaranya yang laris manis di pasar ekspor adalah anting-anting tribal (tribal earrings) serta aksesori rambut.

Tribal earrings itu sudah cukup lama jadi tren di Eropa dan AS. Jadi, makin hits waktu dipakai Lisbeth Salander dalam The Girl with Dragon Tattoo. Sekarang orang-orang di Indonesia mulai cari juga,” ujar Sarah. Lisbeth adalah karakter perempuan genius berpenampilan punk dalam novel dan film box office itu.

Anting tribal yang berakar pada tradisi suku-suku dunia semula dibayangkan hanya bisa dipakai seseorang dengan lubang besar di daun telinga. Karena bahan yang digunakan biasanya potongan tulang, tanduk, atau kayu, anting ini biasanya berukuran relatif besar.

Anting tribal melejit jadi tren sejak dibuat dengan model fake gauge. Model ini tampak seperti anting tribal yang besar, tetapi bagian yang menembus daun telinga sebenarnya hanya sambungan kawat kecil—menghubungkan dua bagian anting yang besar di depan dan belakang. Dengan begitu, untuk bergaya dengan anting tribal tak perlu lagi harus melubangi daun telinga besar-besar.

Desain anting ini juga tak lagi sekadar potongan tulang atau kayu sederhana. Variasi artistik yang bisa dibuat tak lagi terbatas. Namun, desain yang unik dan kadang tampak rumit pun tetap harus mudah dan nyaman dipakai.

Tak hanya punk
Anting tribal kini tak lagi merepresentasikan gaya punk. Konsumen Leginayba bahkan memesan anting ini untuk pengantin dan semua pengiring pada pesta perkawinan. ”Ada juga yang memakainya sehari-hari ke kantor,” ujar Sarah.

Leginayba kini bukan hanya mengakomodasi selera punk. Produk klasik, seperti tusuk konde dan sirkam, juga terbukti masih berada dalam radar tren terkini. ”Di Eropa dan AS, model yang klasik maupun kontemporer sama-sama laku,” kata Sarah, saat menunggu gerainya di Indonesia Fashion Week, beberapa pekan lalu.

Di antara koleksi tusuk konde Leginayba, ada yang didesain seperti bentuk naga, oriental, burung, juga sulur dedaunan. ”Di Eropa dan AS, banyak juga lho komunitas pemilik rambut panjang,” katanya.

Tusuk konde saat ini tidak hanya bisa digunakan sebagai aksesori rambut. Namun, kerap pula digunakan untuk ”mengunci” simpul syal—pelengkap busana yang sedang naik daun sekarang ini.

Selain dibuat dari tulang dan tanduk, Leginayba juga membuat tusuk konde dari kayu. Pilihan bahan ini ditentukan model dan warna produk yang ingin didapat. ”Kami tak mewarnai, hanya memoles, jadi warnanya memang warna bahan itu,” ujarnya.

Tusuk konde dari kayu, misalnya, kerap pula dikombinasikan dengan bahan lain sebagai ornamen hias, misalnya kerang, mutiara, keramik, atau besi bebas karat. Selain tusuk konde, aksesori rambut yang juga diminati pasar adalah sirkam, semacam sisir pendek yang berfungsi sebagai penghias rambut.

Sebelum dapat diolah jadi aksesori, tanduk harus lebih dulu dipanaskan dengan tungku untuk melunakkannya. Kemudian, tanduk baru bisa dipotong dan ditekan sampai pipih. Setelah menyerupai ”lembaran”, barulah dibentuk atau ditekuk sesuai dengan desain. Sementara tulang dikerjakan langsung dengan mengukir.

”Ini niche product. Kita bisa bersaing karena punya bahan yang memenuhi syarat eco jewelry. Indonesia juga punya keterampilan teknik untuk mengukir dan memoles tulang yang beda dengan kalau bahannya kayu,” ujar perempuan berdarah Bugis, Sulawesi Selatan, ini.

(Nur Hidayati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com