Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menolak Miskin dengan Menabung

Kompas.com - 07/05/2012, 01:43 WIB

Idha Saraswati

Rajin menabung dan bergotong royong. Petuah bijak itulah yang diyakini para pedagang di pusat penjualan buku di Kota Surabaya, Jawa Timur. Mereka mempraktikkan keyakinan itu dengan mendirikan Bank Kampoeng Ilmu, sebuah lembaga keuangan alternatif yang bertujuan memandirikan pedagang.

 

Di kantor Bank Kampoeng Ilmu, Kamis (26/4) pagi, tiga perempuan petugas bank melayani pedagang yang datang silih berganti. Kantor itu sebenarnya adalah sebuah ruang penghubung antara kios pedagang dan pendapa di tengah kompleks Kampoeng Ilmu. Pedagang buku yang bertugas sebagai pengelola bank menaruh meja dan kursi di ruang tak berdinding itu untuk menerima nasabah.

Ansori (41) adalah salah satu pedagang buku yang menjadi nasabah. Hari itu, ia menabung Rp 10.000.

Lelaki yang sudah berdagang buku sejak 1987 ini mengaku sangat merasakan manfaat dari keberadaan Bank Kampoeng Ilmu. Akhir 2011, misalnya, ia mendapat pinjaman Rp 3 juta tanpa syarat apa pun. Pinjaman itu digunakan sebagai modal membeli buku baru. ”Coba kalau mau pinjam ke tempat lain, syaratnya rumit. Di sini pinjam langsung dapat,” kata Ansori.

Dengan uang Rp 10.000, ia sudah membayar iuran wajib Rp 1.000 per hari dan mencicil pembayaran utang. ”Pokoknya setiap hari saya setor Rp 10.000, jadi tidak terasa. Nanti kalau utang saya sudah lunas, setoran berikutnya jadi tabungan,” tambah bapak tiga anak tersebut.

Sambil menunjukkan buku tabungannya yang berukuran kertas folio, Ansori bercerita bahwa pedagang kecil seperti dirinya sangat sulit mencari modal. Mengandalkan kios bukunya yang berukuran 3 meter x 3 meter, pendapatan hariannya tidak menentu sehingga ia selalu kesulitan mengumpulkan uang. ”Sekarang penjualan sedang sepi, sehari paling-paling dapat Rp 50.000-Rp 100.000. Itu pun masih kotor,” katanya.

Penjualan buku biasanya meningkat menjelang tahun ajaran baru. Pada saat itulah para pedagang buku membutuhkan modal untuk kulakan buku-buku pelajaran. Jika modalnya kurang, kesempatan mendapat keuntungan besar yang hanya terjadi setahun sekali sirna.

Menjawab kebutuhan

Budi Santoso (38), Direktur Utama Bank Kampoeng Ilmu, menuturkan, bank ini didirikan para pedagang buku di Kampoeng Ilmu pada 26 April 2011. Bank ini didirikan guna menjawab kebutuhan pedagang buku yang sebelum dipindahkan ke Kampoeng Ilmu pada 2008 biasa berdagang buku di pinggir jalan.

Sebelum bank ini berdiri, lanjutnya, sebagian besar pedagang yang selalu kesulitan mendapat pinjaman dari bank konvensional mencari jalan pintas dengan meminjam ke ”bank titil” alias rentenir. ”Namun, bunganya mencekik. Pedagang juga hidup tidak tenang karena kalau tidak punya uang, harus sembunyi menghindari debt collector. Terakhir malah ada pedagang yang minggat,” kata Budi.

Ketika mulai beroperasi, bank tersebut mengumpulkan modal dengan menarik iuran Rp 1.000 per hari dari anggotanya. Dengan begitu, mereka menjadi semacam pemilik saham di Bank Kampoeng Ilmu. Selain itu, pedagang juga wajib menabung setiap hari. Ada yang menabung Rp 10.000 per hari, ada juga yang Rp 50.000 per hari.

Semula iuran wajib dan tabungan itulah yang diandalkan sebagai modal. Setelah beberapa bulan berjalan, mereka mendapat pinjaman sekitar Rp 106 juta dari lembaga sosial yang peduli pada gerakan pedagang buku. Pinjaman tanpa bunga itu sudah lunas tiga minggu lalu.

Saat ini, Bank Kampoeng Ilmu mengumpulkan dana Rp 1 juta-Rp 2,5 juta per hari. Adapun total dana yang terkumpul dari 66 pemegang saham selama satu tahun sekitar Rp 250 juta. Budi berharap dua tahun ke depan total dana bisa mencapai Rp 1 miliar sehingga bisa mengimbangi kebutuhan pedagang. ”Memang ada yang menawarkan pinjaman, tetapi bunganya terlalu tinggi, jadi tidak kami ambil,” ujarnya.

Bunga seikhlasnya

Para pedagang buku itu sepakat Bank Kampoeng Ilmu adalah lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman. Namun, hal ini bukan melulu urusan simpan pinjam guna memperbesar laba bank.

Di bank ini, pemberdayaan pedagang menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, pedagang bisa meminjam uang dengan bunga seikhlasnya. ”Misalnya, pinjam Rp 3 juta, dia mau bayar bunga Rp 5.000, Rp 10.000, terserah saja. Tidak bayar bunga juga tidak apa-apa,” ujarnya.

Syarat peminjaman pun sederhana. Pedagang tinggal bilang kepada petugas, lalu beberapa menit kemudian pinjaman sudah dicairkan.

Mengingat keterbatasan modal, saat ini pinjaman dibatasi maksimal Rp 5 juta. Biasanya, peminjam diberi waktu dua pekan hingga satu bulan untuk melunasi utangnya. Jika mereka tidak mampu membayar tepat waktu, tabungan yang disetorkan setiap hari bisa dipotong untuk melunasi pinjaman.

Kepercayaan dan niat baik menjadi modal dasar beroperasinya bank ini. Oleh karena itu, petugas bank tidak merasa khawatir nasabahnya lari dari tanggung jawab.

Wardani M (40), Kepala Seksi Perkreditan Bank Kampoeng Ilmu, mengatakan, setiap hari mereka bertemu dan berkumpul di Kampoeng Ilmu. Segala persoalan bisa dibicarakan bersama sehingga pedagang yang kesulitan bisa dibantu pedagang lain. ”Kuncinya adalah kebersamaan,” ujar lelaki lulusan sekolah dasar tersebut.

Dalam semangat kebersamaan, Kamis siang itu, para pedagang berkumpul di pendapa merayakan ulang tahun pertama Bank Kampoeng Ilmu. Seusai pembacaan doa, mereka memotong tumpeng, lalu membagikan makan siang dengan menu nasi rawon dan urap kepada semua orang yang berada di dalam Kampoeng Ilmu.

Menurut Wardani, dalam bukunya, penerima Nobel Perdamaian asal Banglades, Muhammad Yunus, mengatakan, orang miskin menjadi semakin melarat karena tidak mampu mengendalikan keinginannya. Mereka pun berutang dan kian terjerat kemiskinan. Maka, seperti tulisan yang terpampang dalam spanduk Bank Kampoeng Ilmu yang dipasang di pendapa, ia meyakini bahwa hanya dengan menabung, kemiskinan dapat ditolak.

Para pedagang buku tersebut ternyata tidak hanya rajin menabung, tetapi juga rajin membaca dan memperkaya pengetahuan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com