Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lisa Soemarto, Antara Paris dan Jakarta

Kompas.com - 22/05/2012, 14:39 WIB

KOMPAS.com - Lisa Soemarto bersosok mungil. Namun, ia punya nyali dan energi besar menggeluti pasang surut dunia pasar modal. Namanya dikenal luas di kalangan profesi perencana keuangan negeri ini. Sebelumnya, ia malang melintang di Paris, Perancis.

Bersama mitranya, Lisa merintis perusahaan perencana keuangan, sekaligus mendirikan lembaga pendidikan dan sertifikasi internasional untuk perencana keuangan. Jauh sebelum itu, ia termasuk jajaran pertama wakil agen penjual reksa dana di Indonesia.

Setelah 17 tahun berkarier di dunia keuangan, perempuan yang mengoleksi tas Louis Vuitton dan Hermes ini juga bersemangat membagi ilmu. Ia tak hanya mengajar di perguruan tinggi dan instansi bisnis. Ia pun menikmati mengajar gratis di forum sosial edukatif seperti Akademi Berbagi.

Mendengar kefasihannya membahas instrumen keuangan, tak terduga ”cinta” pertama Lisa sebenarnya justru pada sastra. Sejak duduk di bangku SMA, Lisa sudah menentukan pilihan untuk mengambil kuliah sastra. Ketika akhirnya belajar Sastra Perancis di Universitas Indonesia, ia pun mencari peluang untuk meneruskan studi ke Sorbonne di Paris, Perancis.

”Awalnya saya hanya cuti setahun dari UI karena dana dari orangtua hanya cukup untuk biaya saya setahun saja di Perancis,” katanya.

Namun, keterbatasan dana tak menghentikan langkah Lisa. Di Paris, ia mencari cara membiayai hidup dan merampungkan studi. Sambil berkuliah, Lisa menjadi penerjemah dokumen bisnis Indonesia-Perancis. Ia juga ikut dalam tim penyusunan kamus bahasa Indonesia-Perancis.

Begitu lulus kuliah, pada usia 23 tahun, Lisa memutuskan untuk menikah dan tetap tinggal di Paris. Ia menjadi ibu muda, mengurus keluarga, sambil bekerja di toko bebas pajak yang hanya melayani turis. ”Kalau malam, nganter turis dari Indonesia, jadi pemandu wisata.”

Ketika kemudian menjadi orangtua tunggal, Lisa bertekad, tak akan membiarkan kehidupannya dan dua buah hatinya, Cinta dan Ardika, terseret arus mundur. Tantangan pertama membesarkan anak sendirian di negeri asing adalah kesulitan keuangan. Ia mengatasi itu dengan bekerja menangani urusan hubungan masyarakat di Kedutaan Besar Brunei di Paris.

”Bekerja di situ, masalah keuangan teratasi, tetapi karier saya mandek.”

Tak merasa puas, Lisa pun bekerja sambil melanjutkan studi pascasarjana bidang komunikasi bisnis. ”Saya ingin terus berkembang. Saya harus sekolah lagi. Itu modal untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi saya dan anak-anak.”

Setelah merampungkan studi pascasarjana, barulah Lisa memutuskan pulang ke Indonesia. ”Setidaknya saya sudah sempat membuktikan bahwa saya bisa meneruskan hidup di sana, membiayai anak-anak sambil merampungkan S-2.”

Pulang
Lisa tak menampik, ia sempat diliputi kekhawatiran untuk memulai kehidupannya dari nol lagi di Jakarta, kota yang sudah terasa asing setelah 11 tahun ia tinggalkan. Namun, ia merasa perlu pulang karena melihat kesempatan untuk berkembang di Jakarta. Selain itu, bagaimanapun, ”rumah” adalah negeri tempat ia dibesarkan, Indonesia.

Lisa mempersiapkan kepulangannya dengan matang. Sebelum pulang, ia sudah menentukan karier yang akan ia geluti di Jakarta. Ia juga menjual rumah di Paris yang dimilikinya dengan pinjaman bank. ”Setelah dipotong pengembalian ke bank, masih ada sisa untuk beli rumah di Pamulang, Tangerang.”

Sempat terasa berat hatinya melepas rumah dengan halaman bertaman di Paris itu. Bayangan masa depan di Paris yang sempat terbangun di benaknya saat itu harus dibuyarkan. Toh, Lisa membulatkan hati.

Kembali ke Jakarta pada 1995, Lisa terjun ke pasar modal yang sedang berkembang pesat di Indonesia pada pertengahan 1990-an. Pasar modal memang dunia baru bagi Lisa, tetapi ia melihatnya sebagai peluang untuk belajar dengan cepat dan mengembangkan diri.

Belakangan ia merasa begitu beruntung, pulang ke Indonesia dan terjun ke pasar modal pada saat yang tepat. Tahun 2000, lima tahun bergelut di sektor keuangan, Lisa sudah bisa memindahkan rumahnya dari Pamulang ke kawasan elite Kebayoran Baru.

Kebanggaan terbesar
Sejak awal berkarier, Lisa juga sekaligus berinvestasi untuk menyiapkan biaya kedua anaknya menempuh pendidikan tinggi di luar negeri. Cinta dan Ardika kini sudah menamatkan kuliah mereka di Perancis. ”Cinta sudah bekerja di sana. Ardika wisuda Januari lalu dengan dua gelar. Sekarang dia sedang nego dengan saya untuk melanjutkan ke pascasarjana.”

Kepada anak-anaknya, Lisa memang bersepakat membiayai hanya sampai mereka merampungkan pendidikan S-1. Lebih dari itu, ia mendorong anaknya untuk juga ikut andil membiayai pendidikan mereka sendiri. ”Sejak awal saya mendorong anak-anak untuk bisa me-manage diri mereka sendiri.”

Menyaksikan kedua anaknya tumbuh dewasa dikatakan Lisa sebagai kebanggaan terbesar. Ia bercerita, pernah ada masa di mana penampilan dan mobil bagus ia rasakan penting. ”Sekarang itu enggak penting lagi. Kalau sedang enggak ada sopir, saya nyetir sendiri, mobil kecil pun enggak masalah,” ujarnya santai.

Hampir tiap dua bulan, Lisa berlibur ke Perancis sambil menjenguk dua buah hatinya. ”Dulu waktu masih tinggal di Paris, saya harus kerja dan kuliah sambil ngurus anak-anak yang masih kecil. Mau makan di luar harus berhitung dulu. Sekarang, dengan bekerja di Indonesia, saya malah bisa ke Paris kapan saja, benar-benar hanya untuk liburan.”

(Nur Hidayati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com