Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/01/2013, 12:42 WIB

Sebagian besar dari Sekar Puri adalah ibu-ibu. Sebagai ibu, mereka juga ingin menularkan kecintaan pada budaya itu ke anak-anak mereka. Bukan hanya tari. ”Saya akan mengajarkan tatakrama, bahasa Jawa dan berpakaian Jawa kepada putri saya. Kalau sudah tertanam kesadaran itu, maka untuk mencintai budaya Jawa dan budaya Indonesia akan sangat gampang bagi putri saya,” kata Nasta Sutardjo, penyelenggara acara (event organizer).

Enggak lagi ”western”
Kesadaran akan kayanya ranah budaya Tanah Air muncul dari para putri itu justru ketika mereka tinggal di luar negeri. Tantri Ramly, putri mantan Dubes RI di Amerika Serikat AR Ramly itu, misalnya, mendalami tarian Jawa justru terjadi setelah ia kenyang bertumbuh dalam kultur Barat.

Tantri pindah ke Amerika Serikat sejak kelas III SD, ketika ayahnya menjadi Duta Besar RI untuk AS. Ia menamatkan SMP di AS, bersekolah SMA di Jakarta, lalu kembali lagi ke AS untuk kuliah. Pulang ke Indonesia setelah dewasa, ia mendapati nuansa yang meresahkan. ”Orang Indonesia sekarang kok banyak yang kebarat-baratan,” ujar ibu muda ini.

Di AS, Tantri pernah belajar balet. Ia membayangkan paduan tradisi dan seni kontemporer akan sangat memikat. Namun, untuk bisa membuat paduan itu, kata Tantri, ada syarat penting. ”Harus kenal dan kuat dulu dasar budayanya,” kata Tantri.

Dilah Sasri Indra, cucu mantan KSAU Omar Dhani (alm), pernah dihadapkan pada situasi serupa. Ketika ia kuliah desain tekstil di Tama Art University Tokyo, Jepang, ia perlu mengenal lebih dahulu budaya bangsanya sendiri. Kebetulan Sasri sejak kecil sudah belajar menari Bali. Selain itu, ia juga memperdalam batik. Cukup lama di Jepang, dan pulang ke Indonesia tahun ini, Sasri menjadi semakin mencintai budaya negeri sendiri.

”Memang aku suka banget sama budayanya, kesenian, tarian, bahasa, alamnya, dan yang pasti kerajinan tekstilnya yang berbeda di tiap daerah. Aku ingin sekali belajar ke daerah-daerah supaya jadi inspirasi baru untuk aku,” kata Sasri yang November lalu sempat menampilkan karyanya di Jakarta Fashion Week.

Rupanya pengalaman serupa itu juga dialami seniornya yaitu Yani Arifin. Yani yang kuliah bisnis di Peperdine University, California, AS, sempat mendalami sejarah kebudayaan Barat. Ia sering datang ke museum seni. ”Pulang ke sini (Indonesia), saya bisa lebih menghargai budaya sendiri. Lho... ternyata kita punya budaya yang lebih bagus dan lebih kaya,” kata Yani.

”Sekarang kalau kondangan anak-anak muda ini pakai kain, enggak lagi pakai rok. Mau acara resmi atau kasual, kain tetap bisa dipakai. Enggak western,” ujar Yani Arifin yang gembira melihat generasi anak-anaknya belajar menari Jawa.

”Waktu seusia mereka, saya masih ke disko, ha-ha...” kata Yani.

Berkumpul untuk belajar tari mereka akui baru merupakan langkah kecil untuk merawat budaya.

”Masih banyak perjalanan yang harus kita lakukan untuk memperkenalkan bahwa Indonesia sebegitu kayanya dengan budaya,” kata Gendis.

(Nur Hidayati/Frans Sartono)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com