Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencintai Produk Pangan Lokal

Kompas.com - 28/05/2013, 02:25 WIB

Menurut Anggit, akademisi perguruan tinggi tidak henti-hentinya melakukan berbagai penelitian untuk pengembangan bidang produk pangan. Beberapa penelitian dilakukan melalui pengabdian kepada masyarakat.

Ahmad Sidik, Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, mengatakan, sudah saatnya kita bangsa Indonesia harus bangga menggunakan produk lokal secara nasional. ”Membeli produk lokal hasil keringat bangsa Indonesia sendiri, seperti beras, buahbuahan, dan daging harus dijadikan budaya sehari-hari kita. Faktanya, kualitas produk lokal tak kalah dengan kualitas produk impor. Selain itu, membeli produk lokal juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dalam negeri,” katanya.

Masalah krusial

Dari tahun ke tahun, impor pangan semakin besar. Tahun ini impor pangan mencapai Rp 96 triliun. Sejak reformasi, ketergantungan impor pangan semakin besar apalagi untuk komoditas pangan, seperti beras, jagung, kedelai, gula dan susu.

Khudori mengatakan, masalah ketahanan pangan yang lain adalah lahan pertanian yang semakin menyusut. Pada periode 2007-2011, laju perubahan lahan di Pulau Jawa mencapai 200.000 hektar per tahun. ”Lahan kita memang luas, tetapi bukan ditanami pangan. Sebagian besar merupakan hutan dan perkebunan. Perubahan fungsi lahan empat kali lebih cepat daripada kecepatan pemerintah menyediakan lahan pertanian baru,” ujarnya.

Khudori mengatakan, sayangnya, saat ini minat generasi muda mempelajari bidang pertanian semakin menurun. Perguruan tinggi sudah membuat berbagai jurusan dengan penamaan yang digabungkan, tetapi tetap saja kurang menarik.

”Meski begitu, kita tidak boleh putus asa. Berbagai penelitian dari perguruan tinggi seharusnya bisa menyumbang solusi masalah ketahanan pangan. Jadi, berlombalah membuat penelitian yang langsung bisa diaplikasikan ke lapangan,” katanya.

Selain itu, menurut Khudori, mahasiswa bisa memulainya dari diri sendiri dengan menggunakan produk pangan lokal. Kita bisa mencontoh Jepang yang mencintai produk beras lokalnya meski dijual dengan harga mahal Rp 60.000 per kilogram. ”Nasionalisme mereka sangat tinggi sehingga beras impor susah masuk ke Jepang,” ujarnya.

Khudori juga mengungkapkan, produk pangan impor belum tentu bagus karena disimpan terlalu lama. Contohnya, buah apel yang diimpor dari negara subtropis yang mempunyai empat musim. ”Artinya, negara itu hanya panen di satu musim saja. Buah-buahan yang dipanen itu pasti diberi bahan pengawet supaya tahan lama sehingga bisa diekspor ke negara lain secara berkala,” kata Khudori.

Masalah ketahanan pangan memang tidak bisa selesai dalam waktu yang singkat. Namun, jika tidak dimulai dari sekarang dan tidak dimulai oleh generasi muda, berbagai masalah ketahanan pangan bisa bertambah parah. (SIE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com