Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 9 Agustus 2017, 06:17 WIB
Wisnubrata

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Kain tradisional Sumba dibuat dari benang-benang kapas yang ditenun oleh tangan para gadis dan ibu-ibu di sana. Melalui pengerjaan yang sabar dan penuh cinta, helai demi helai benang itu diberi ruh dan menjadi kain tenun indah. Hasil penjualannya kemudian dipakai untuk menghidupi keluarga.

Maka tepatlah bila pameran kain tenun tradisional Sumba Timur yang diselenggarakan pada tanggal 6 – 31 Agustus 2017 di Plaza Indonesia, Jakarta, diberi judul “Lukamba Nduma Luri” yang dalam bahasa Sumba berarti “benang yang memberi ruh, kain yang memberi hidup”.

Tenun Sumba umumnya dibuat menggunakan bahan dan pewarna alami. Untuk membentuk motifnya, benang-benang diikat menggunakan daun gewang, yakni semacam daun palem, agar warna pada motif berbeda dengan warna dasar.

Sedangkan untuk pewarnaan, penenun kebanyakan memakai akar mengkudu untuk mendapatkan warna merah, biru dari nila, cokelat dari lumpur, dan kuning dari kayu.

“Setiap penenun memiliki resep khusus untuk pewarnaan ini. Mereka merahasiakannya karena itu merupakan ciri dan keunikan dari kain yang dihasilkan,” ujar Fidelis Tasman Amat, penenun dari Waingapu, dalam pembukaan pameran di Plaza Indonesia, Jakarta, Selasa (8/8/2017).

Baca: Jatuh Cinta pada Tenun Sumba Timur, Dian Sastrowardoyo Galang Dana

Dian Sastrowardoyo dalam balutan tenun SumbaLukamba Nduma Luri Dian Sastrowardoyo dalam balutan tenun Sumba
Dikatakan Fidelis, pembuatan kain bisa makan waktu 6 bulan hingga 3 tahun. Selain menenun dan membuat motif, ada tahapan dimana kain harus diangin-anginkan selama sebulan sebelum dicelup dalam minyak kemiri. Ada juga tahapan yang menguji kesabaran seperti menyimpannya dalam keranjang tertutup untuk mematangkan warnanya.

“Ini tahap membiarkan kain itu tidur, seperti kita menidurkan anak. Dalam proses ini penenun membiarkan alam ikut campur agar kain menjadi lebih indah,” ujar Fidelis.

Kain-kain tenun Sumba juga dibuat dalam warna dan motif beragam. Masing-masing motif memiliki arti khusus. Motif kuda misalnya, menggambarkan kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan karena kuda adalah simbol harga diri bagi masyarakat Sumba.

Sedangkan motif buaya atau naga menggambarkan kekuatan dan kekuasaan raja, motif ayam melambangkan kehidupan wanita dan motif burung, umumnya kakatua, melambangkan persatuan. Selain itu, pada kain-kain yang kuno dijumpai pula motif mahang atau singa, rusa, udang, kura-kura, dan hewan lain.

Memberi hidup

Setelah melalui berbagai tahapan itu, benang-benang yang semula tanpa arti, berubah menjadi kain tenun indah seperti yang dipakai Dian Sastrowardoyo dalam pembukaan pameran. Ya, pameran ini memang diselenggarakan Yayasan Dian Sastrowardoyo bekerja sama dengan Plaza Indonesia dan Samsung Galaxy S8 I S8+.

 

Memperingati 72 tahun Hari Kemerdekaan Indonesia, Yayasan Dian Sastrowardoyo menggelar pameran foto, video, dan instalasi kain tenun tradisional Sumba pada tanggal 6 sampai 31 Agustus 2017, di Plaza Indonesia lantai 1. --- Pada pameran ini juga akan diadakan penggalangan dana dengan penjualan kain tenun Sumba Timur. Keuntungan penjualan kain tenun Sumba akan digunakan untuk pengadaan akses air bersih di Wairinding (bekerja sama dengan Waterhouse Project) dan juga untuk renovasi rumah tradisional di desa adat Prainatang , Sumba Timur. --- Penggalangan dana (khusus undangan) akan dilakukan pada: 8 Agustus 2017 15.00 – 18.00 La Moda Restaurant, Plaza Indonesia Lt.1 Media Partner : Harper's Bazaar Indonesia Esquire Her World Cosmopolitan --- #diansastrowardoyo #LukambaNdumaLuri

A post shared by Dian Sastrowardoyo (@therealdisastr) on Aug 7, 2017 at 4:13am PDT

Pada pameran ini, Yayasan Dian Sastrowardoyo juga melakukan penggalangan dana melalui penjualan kain tenun koleksi Kelompok Penenun Lukamba Nduma Luri di Sumba Timur, di mana keuntungan penjualan akan digunakan untuk pengadaan akses air bersih di Wairinding (kerjasama dengan Waterhouse Project) dan renovasi rumah adat Prainatang , Sumba Timur.

“Wairinding adalah wilayah berbukit-bukit di Sumba yang sangat indah. Namun di sana sulit mendapatkan air. Orang perlu berjalan satu jam untuk mendapatkan air,” ujar Priska Ponggawa dari Waterhouse Project. “Melalui proyek ini kami akan mengalirkan air bersih ke atas bukit-bukit untuk memberi kehidupan pada sekitar 500 keluarga di sana.”

 

Simple happiness in between takes.. Fall in love with local beauties???? #adik2 #ayosininak

A post shared by Dian Sastrowardoyo (@therealdisastr) on Jul 6, 2017 at 1:50am PDT

Dian Sastrowardoyo yang dalam acara ini mengenakan kain tenun Sumba warna biru bermotif burung mengatakan “Saya mempunyai minat dan kecintaan yang besar terhadap kain tradisional Indonesia, bahkan mungkin bisa disebut bahwa itu adalah salah satu soft spot saya. Dan setelah mengenal Sumba, mudah sekali bagi saya untuk jatuh cinta pada tenunnya. Sehelai kain tenun adalah hasil dari ketekunan dan keterampilan yang dibuat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun."

Karenanya dalam proyek ini, Dian berharap hasil lelang dan penjualan kain-kain yang dipamerkan bisa dipakai untuk memberi kehidupan masyarakat di Sumba.

“Dengan mengenakan kain Sumba, kita sedang mengapresiasi proses pembuatan dan budaya masyarakatnya. Juga mengapresiasi kehidupan,” kata Dian.

Dan seperti dituturkan Fidelis, “Benang-benang ini sudah memberi hidup. Dengannya kami bisa memberi makan anak-anak dan menyekolahkannya. Kini benang ini juga akan memberi air. Lukamba Nduma Luri...”

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau