Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Imbauan Tak Kirim Sufor untuk Anak Korban Bencana, Bagaimana Seharusnya?

Kompas.com - 14/08/2018, 20:34 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Twit Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengenai imbauan agar tak mengirimkan bantuan susu formula untuk bayi dan anak korban bencana gempa bumi di Lombok menuai respons beragam dari warganet.

Imbauan ini disampaikannya karena pertimbangan kondisi air bersih dan kesterilan botol susu di pengungsian.

"Jangan memberikan bantuan susu formula untuk bayi dan anak untuk korban gempa Lombok. ASI tidak bisa digantikan susu formula. Pemberian susu formula dapat menyebabkan diare, kurang gizi dan risiko kematian bayi karena terbatasnya air bersih dan botol steril di pengungsian," demikian twit Sutopo.

Twit ini direspons beragam, ada yang pro, dan ada yang kontra.

Sementara, @dididuliciouz, mempertanyakan imbauan tersebut.

"Ini yang dipermasalahkan sama Bapaknya soal tidak adanya ketersediaan air bersih. Karena teman saya yang di Mataram pun gak bisa mandi karena airnya cokelat banget," kata dia.

Bagaimana seharusnya?

Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar mengatakan, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah memahami tata laksana tentang pemberian susu formula.

Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Nia Umar.Dok. Nia Umar Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Nia Umar.
Ia menyebutkan, pemberian susu formula tetap berisiko, apalagi dalam kondisi bencana, salah satunya karena keterbatasan pasokan air bersih.

"Kami menyambut baik statement Pak Sutopo. Pemerintah melalui BNPB sudah memahami tata laksananya," kata Nia kepada Kompas.com, Selasa (14/8/2018).

Menurunnya jumlah produksi ASI

Ia mengatakan, kondisi mental dan emosional yang dialami seorang ibu menyusui memungkinkan turunnya jumlah produksi ASI.

Namun, hal tersebut tidak menyebabkan seorang ibu benar-benar berhenti memproduksi ASI.

"Kecuali ibunya benar-benar stres dan tidak mau menyusui anaknya," ujar dia.

Nia menambahkan, dalam kondisi bencana, keadaan seorang ibu menyusui akan lebih baik dibandingkan yang tidak menyusui.

Hal tersebut karena hormon oksitosin meningkat sehingga merasa lebih tenang.

Lantas, bagaimana yang harus dilakukan masyarakat yang tetap ingin membantu pemberian susu formula kepada para korban bencana?

Menurut Nia, respons yang muncul tersebut dikarenakan masyarakat kurang memahami risiko pemberian susu formula.

Ia menjelaskan, penyaluran bantuan susu formula lebih baik disalurkan melalui dinas kesehatan, bukan diberikan secara langsung kepada masyarakat korban bencana.

Pemberian susu formula kepada anak tidak dapat dilakukan secara sembarangan.

Berikut beberapa tips yang diberikan oleh Nia:

1. Pendataan oleh Dinas Kesehatan (dinkes)

Dinkes melakukan pendataan mengenai jumlah ibu dan anak yang masih membutuhkan bantuan susu atau tidak.

"Karena kalau semua ngasih formula ga diatur dinkes, kejadiannya waktu kayak di Jogja. Ibu-ibu yang tadinya nyusuin, karena ada susu formula gratis, dia jadi ga nyusuin anaknya. Dia ganti ke formula, malah anaknya diare," kata Nia.

"Makanya diatur dalam satu pintu, supaya dinkes bisa mendata. Kalau misal disusui butuh pendampingan konselor atau tidak. Berapa ibu yang butuh support relaktASI," lanjut dia.

2. Penyaluran susu formula

Dari pendataan tersebut, kata dia, bantuan susu formula akan tersalur secara tepat.

"Berdasarkan pengalaman, contohnya waktu gempa di Jogja. Itu benar-benar orang memberikan bantuan datang langsung ngasih susu formula, ada juga yang mau expired yang dikasih," ujar Nia.

3. Memisahkan tenda antara ibu menyusui dan ibu yang tidak menyusui

4. Di dapur umum, disiapkan botol sesuai standar penggunaan (steril). Selain itu, disiapkan air panas bersih.

"Disiapkan kebutuhannya anak berapa, mau dikasih pake botol kalo botolnya bersih silahkan, mau di kasih pake gelas silahkan,

Jika seorang anak memang dari awal sudah diberi susu formula, maka hal tersebut dapat tetap dilakukan, asalkan sesuai dengan standar (botol/alat lain steril dan air panasnya bersih).

"Anak yang minum formula pun, penyiapan airnya enggak bagus, itu juga masih ada risikonya. Mau dikasih pake botol kalau botolnya bersih silakan, mau dikasih pakai gelas silakan," kata dia.

Membuat susu formula juga harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai ketentuan, salah satunya adalah air panas pada suhu 70 derajat.

"Kalau dikasih 100 derajat, gizinya hilang. Kalau kurang dari 70 derajat, kalau ada bakteri, itu masih hidup. Di kaleng itu ada instruksinya, orangtua harus baca," kata Nia.

Ia mengatakan, siapa saja dapat melakukan penggalangan bantuan, tetapi khusus untuk susu formula harus diatur.

"Itu wewenang dinkes," ujar dia.

Kompas TV Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta menetapkan status darurat bencana kekeringan di wilayahnya, Senin (13/8)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com